~Yang Benar Saja~

247 60 14
                                    

Manik ruby itu memindai sekeliling, merasa ada yang aneh dengan apa yang dia lihat hari ini.

"Kosong, biasanya banyak penjaga yang berjaga di sini, mereka ada dimana?" batin Halilintar curiga.

Langkah kakinya terhenti di depan pintu yang menjulang tinggi, sedikit menampakan isi di dalamnya.

"Benar juga, aku belum menjenguk ibunda Cahaya sejak kemarin, karena sibuk bersama tabib itu," batin Halilintar masuk perlahan ke dalam ruangan permaisuri.

Terlihat sang ratu masih terbaring lemah di kapuknya seperti berita terakhir yang dia dengar, di sisi tempatnya menahan rasa sakit, Halilintar melihat Solar yang sepertinya tertidur di sana.

Halilintar berjalan mendekati Cahaya menatapnya bimbang, tanganya terulur untuk memegang sang ratu, sekedar memeriksa suhu tubuhnya, tapi niatnya terhenti ketika Halilintar merasa bahwa dia masih belum bisa menerima wanita itu sepenuhnya.

"Cepatlah sehat ibunda Cahaya, jangan membuat yang lain cemas, aku tahu kau wanita yang kuat, tidak seperti ibunda Delima, jangan membuat Solar kehilangan ibunya juga," lirih Halilintar beranjak akan pergi.

Grebb.

Halilintar tersentak saat tangannya di tahan oleh tangan permaisuri, dia masih memejamkan matanya tapi bibirnya bergetar.

Halilintar diam sejenak sebelum dia melepaskan tangannya dan menatap wanita yang bergelar ibu tirinya itu.

"Kalau saja aku tahu obat yang bisa membuat ibunda sembuh, akan aku carikan, bertahanlah, jangan mati," ucap Halilintar berjalan pergi meninggalkan kamar itu.

~ 《《 ♡  •••••  ☆  •••••  ♡ 》》 ~

Remaja itu mengaduk teh yang sejak tadi mulai dingin, tidak terlihat teh itu akan segera di minum oleh pemiliknya karena wajah sendu itu pun sudah menjelaskan kalau dia bahkan tidak punya niat untuk meminum tehnya.

"Ya ampun, aku jadi canggung bertemu ayah sampai aku sarapan di tempat ini, bagaimana ini? Apa yang harus aku jelaskan pada pangeran nanti, kenapa jadi rumit sekali,"gumamnya.

"Apa maksud ayah tentang bunda yang meninggalkanku karena menjadi seorang pendekar, tapi jika memang bunda tidak menjadi pendekar apa dia akan tetap bersamaku, ahh pusing," keluh Gempa mulai meminum teh dingin itu.

"Terkadang masa lalu harus dilupakan agar tidak mengganggu rencana masa depan."

Eh?

Gempa mendongak secara mengejutkan remaja bermanik ruby itu sudah ada di depannya bahkan dengan sepiring kue kering dan segelas teh hangat.

"Se-sejak kapan Pange-"

"Kecilkan suaramu, para penjaga sedang berpatroli," bisik Halilintar memakan makanan di depannya.

"Maafkan aku, Tuan," bisik Gempa.

Duh...

Suasana canggung lagi...

Apa yang harus Gempa katakan.

"Jadi bagaimana keputusanmu?" tanya Halilintar pelan.

"Ah soal itu, aku benar-benar bingung untuk memutuskannya, Pangeran. Kau benar, bundaku adalah seorang pendekar, ayah juga tahu, tapi dia melarangku untuk ikut melaksanakan tugas ini, aku sampai bertengkar denganya," keluh Gempa.

"Aku tidak bisa menyalahkan ayahmu sepenuhnya, setelah kehilangan istrinya dia pasti tidak ingin kehilangan putranya juga, ayahanda juga berkata seperti itu, tapi aku sadar kalau aku tidak bisa mengacuhkan takdir yang ada, belum lagi wabah ini semakin menjadi," balas Halilintar.

Tiga Pendekar (BoBoiBoy Fantasi AU) HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang