~Gelud teross~

282 55 12
                                    

Padahal baru beberapa minggu dirinya bertemu dengan orang penting di negerinya, yang hanya akan dirinya anggap sebagai suatu kenangan yang membanggakan, yang akan dirinya ceritakan pada tetangganya, tapi setelah itu Gempa tidak akan menduga akan bertemu lebih sering dengan sang putra mahkota.

Mimpi apa rakyat jelata sepertinya bisa bercengkrama lebih dari dua jam bersama orang penting ini.

Dan mimpi apa dia bisa jadi bagian dari para anak pendekar, padahal ekspetasi hidupnya tidak sampai di situ, Gempa pikir dia hanya akan hidup aman damai bersama ayahnya, tapi kini hidupnya lebih dari sekedar itu.

"Bisakah kau sedikit membantu, selain menghabiskan 10 piring ubi rebus." Suara Halilintar membuyarkan lamunan Gempa.

Gempa melihat Halilintar memandang kesal pada Taufan dengan seenaknya menghabiskan makanan di kedai ini, hanya karena Halilintar berkata akan membayar makanan mereka kali ini.

"Kapan lagi aku bisa makan sepuas ini, lagipula percuma, aku tidak bisa membantu apa-apa," balas Taufan meminum teh hangat menikmati kehokian seumur hidupnya.

"Apa maksudnya?" tanya Gempa memberikan jeda membaca bukunya.

Taufan terdiam dia memandang ke arah lain.

"Aku tidak bisa membaca," gumamnya.

"Kau bercanda?" tanya Halilintar sinis.

"Kau tidak akan tahu apa-apa tentang pendidikanku, apa ada yang memberikan pendidikan di tempat orang terbuang, ditempat orang-orang yang mencuri," balas Taufan kesal.

Pandangan mereka terasa tajam, namun Halilintar lebih dulu memutuskan pandangan, Gempa melihat itu walau wajahnya terlihat ketus, Gempa yakin Halilintar merasa bersalah atas pertanyaannya.

"Tenanglah, kita bisa mencari informasi selain dari buku," balas Gempa menengahi ketegangan.

"Terserah," balas Halilintar.

"Informasi dibuku juga kurang memadai, setidaknya kita harus bertanya pada seseorang yang cukup kenal dengan ibu kita," balas Gempa.

"Bukan aku," balas Taufan mulai masuk ke dalam obrolan.

"Ayah tak mungkin mau membicarakan ini, apalagi memberikan informasi," balas Gempa.

Keduanya memandang ke arah Halilintar, satu-satunya harapan dalam masalah ini.

"Kurasa kita bisa bertanya pada ayahanda, dan paman Voltra," balas Halilintar.

"Benar, tapi bagaimana kita bisa masuk istana? Pangeran, kau keluar diam-diam kan? Pasti akan aneh ketika kau ada di luar gerbang istana bersama kami," balas Gempa.

"Apa susahnya? Kita terobos saja naik ke atas gerbang perbatasan seperti biasa," balas Taufan terdengar mudah.

"Tidak semudah itu, kita tidak mau menunda ini karena harus masuk penjara terlebih dulu, Taufan," balas Gempa.

"Ikut aku," balas Halilintar berdiri meletakan sekantung uang disana, melangkah pergi.

Gempa, dan Taufan melotot melihat itu, uang itu cukup untuk kebutuhan hidup mereka selama seminggu.

"Enaknya jadi orang kaya," bisik Taufan.

Gempa hanya mengangguk setuju.

Mereka berjalan beriringan, sampai mereka tiba di sebuah bukit kecil, Halilintar mulai mencari sebuah pohon, dan menemukan pohon beringin besar dengan akar yang membuat lubang di bawahnya.

Tangannya menyapu daun kering, dan tanah di bawah akar, sesuatu di sana membuat dua orang lainnya tercekat.

"Apa itu pintu rahasia? Sejak kapan, dan bagaimana ada disini?" bingung Gempa.

Tiga Pendekar (BoBoiBoy Fantasi AU) HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang