29

6.1K 665 49
                                    


.

"Maaf Sein jean tidak bisa."

Hussein sudah menyiapkan diri akan penolakan Jean karena tidak mungin bagi Jean langsung percaya padanya begitu saja setelah semua yang terjadi. Hussein menghembuskan nafasnya panjang dan berat.

Melihat Hussein menerima keputusannya Jean tersenyum kemudian mengusap pipi pria itu lembut, "Beri Jean waktu buat percaya sein, jean masih ragu sama sein, buat jean yakin sama sein kali ini." Semua hal yang Jean lakukan membuat Hussein yakin dengan keputusannya.

Pria itu menangkup tangan Jean yang berada diwajahnya, "Gak papa jean, aku paham." Jean mengangguk lalu menarik tangannya.

Juna tertidur dipangkuan sang ayah membuat Jean ragu apakah Hussein keberatan atau tidak dengan Juna, namun keraguan langsung ditepis saat Hussein mengecupi pipi anaknya gemas.

"Sein gak pulang?" Hussein menaikkan sebelah alisnya.

"Kamu mengusirku?" Jean menggeleng panik, bukan itu maksudnya.

Hussein tertawa pelan, "Gak papa jean kalo kamu masih takut sama pembunuh kayak aku." Kan jadi salah paham.

"Bukan itu sein ..... kalo sein mau pulang juna dipindahin aja ke kamarnya, kasian sein bawa juna anaknya berat tau .... " masih menggemaskan seperti dulu Hussein menyukai hal itu.

Keadaan ruang tamu jadi sepi karena mereka berdua fokus pada Juna yang tertidur pulas dengan mulut terbuka lebar, mengundang tawa kecil dari Hussein, pria itu menangis dalam diam menatap wajah anaknya. Sebesar ini Jean besarkan sendiri bagaimana kehidupan dua orang ini? Hussein tidak bisa bayangkan betapa susahnya Jean mengurus Juna sambil bekerja.

Pipi Juna dielus lembut kemudian dicium dan digigit gemas oleh Hussein.

Jika bisa Hussein ingin membawa mereka langsung pulang dan menjaga Jean serta Juna sekuat tenaga.

"Jean jangan tinggalkan aku lagi ya?" Pria cantik itu mengangguk.







.

Seharian Hussein berada dirumah Jean tidak ingin pulang maupun bekerja karena Juna anak tunggalnya, pipi gembil anak itu sudah memerah digigit, dicium sang ayah. Sekarang Juna rewel sebab Hussein tidak mau melepaskan untuk ikut mama ke warung depan gang mengambil wadah kue.

Juna memukul wajah tampan Hussein, "Papah nda cuka! Mama .... " bukannya marah pria itu malah makin gemas pada sang anak.

"Mama kamu cuma sebentar juna .... ini papa gak di sayang?" Juna tampak berpikir lalu menggeleng sambil tersenyum imut.

"Mama cayang! Papa nda cayang hihi .... " Juna ini sifatnya sama seperti Jean dan untung sekali tidak ada sifat jeleknya tumbuh pada anak ini.

"Juna mau ikut papa gak?" Juna kembali menggeleng.

"Cama mama ajah! Mama mau itut .... " hubungan darah yang erat wajar sih soalnya Jean kan rela berjuang mati-matian untuk Juna, hal yang sangat wajar anak anak ini menyayangi sang ibu.


Hussein membawa Juna berbaring lagi dikasur tipis yang terbentang didepan televisi, dan memposisikan si imut berbaring di atas dadanya.

Terbukti Juna terlihat nyaman dan semakin mendusel didada sang ayah.

"Papa akan berjuang buat kalian, jangan tinggalin papa lagi. Juna, Jean, Jidan dan Jaya astaga kenapa aku sendirian Hussein?!" Hussein teringat sesuatu tentang nama awal mereka.

"Kalo gitu papa ganti nama juga! Enak saja Juna sama Jean punya papa! Iyakan jagoan?" Juna tersenyum saja, mana paham apa yang papanya katakan.



"Papah nda walas?"






.









Kita yang manis manis aja dulu

Please With Me. [sungjake]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang