31

6.1K 634 23
                                    


.

Entah bagaimana caranya Hussein bisa berada didepan rumahnya saat ingin membawa Juna ke klinik, Jean tidak bisa menolak karena keadaan pun genting ketika ayah Juna itu mengantarkannya ke rumah sakit.

Jean menunjuk klinik yang dia maksud, namun mobil Hussein melaju menuju rumah sakit swasta yang memiliki fasilitas lengkap dan mempunyai tenaga medis terbaik.

"Biar aku yang membawa Juna," Hussein menggendong Juna dan berlari ke UGD.

"Papah? Hihi ... juju lindu cekali cama papah! Uhuk!" Jean menahan tangisannya ketika suara lemah Juna sangat bahagia melihat Hussein.

"Iya ini papa baby, maaf papa sibuk cari uang buat beli mainan baby," Juna menangis.

Hussein membaringkan Juna dibrankar, "Papa gak pergi papa liatin baby disini, iyakan ma?" Jean mengangguk sembari melemparkan senyuman tulus pada anaknya.

Juna mendapatkan perawatan intensif, mata anak itu tidak berkedip menatap kedua orang tuanya, takut ayah atau ibunya pergi.

"Jean? Maaf aku sering merindukan kalian makanya ada didepan rumahmu tadi." Jean hanya diam.

"Aku akan pergi saat Juna tidur, biaya rumah sakit tidak perlu khawatir aku yang akan membayarnya." Hussein menatap lamat sang pujaan hati, namun binar mata Jean meredup membuat Hussein merasa bersalah.

Tangan besar Hussein menggenggam tangan Jean, "Aku sangat ingin membawa kalian ke rumah ku, ke istana kita Jean. Aku takut tidak bisa melindungi kalian disaat mendesak seperti ini, tapi aku sadar aku sendiri menyakiti kalian. Aku ini brengsek, bajingan, pembunuh, wajar jika kamu enggan bersamaku." Hussein melepaskan tangan Jean.

"Aku banyak menyakitimu, Jean. Kadang aku berpikir rasanya tidak mungkin kalian mau bersama." Jean masih diam tanpa reaksi apapun.

Jean menjauh dari Hussein saat dokter memanggilnya.




.

Juna akan dirawat selama beberapa hari di rumah sakit begitu kata dokter. Hussein menyiapkan banyak hal untuk keluarga kecilnya bolehkah dia sebut begitu? Tapi tak apa mungkin dia memang tidak pantas menyebut seperti itu setelah apa yang terjadi.

Ruang rawat inap Juna hening karena dua orang dewasa itu saling diam satu sama lain, di usia mereka yang hampir mencapai 21 tahun sudah begitu banyak ujian mereka lewati.

Jean tidak bisa mengusir Hussein sebab pria itu berbaring memeluk anaknya, itu hal wajar karena Juna sendiri merindukan seorang ayah.

"Dari seminggu yang lalu juna menunggu sein datang," Jean membuka suara.

"Benarkah? Aku juga sibuk seminggu ini." Bohong! Hussein yang menyibukkan diri dengan membawa Jidan dan semua karyawan yang lain lembur agar pikirannya teralihkan.

"Juna kekeuh nungguin papanya sambil bawa mainan," Jean menitikkan air mata mengingat betapa menyedihkan anaknya itu.

"Sebelum ketemu sein, juna sering juga nungguin papanya jemput duduk diteras sendirian, kalo di ajak main bilangnya mau main sama papa aja." Hussein menghela nafas dalam semenyedihkan itukah anaknya ini?

Juna yakin papa akan menjemputnya dan terbukti.


Hussein menahan diri agar tidak mengikuti otak jahatnya membawa paksa dua orang ini bersamanya dia berjanji ingin berubah.

"Jean ada kesempatan untukku?" Jean diam seribu bahasa.

Kan Hussein duga siapa yang mau bersanding dengan orang jahat sepertinya? Tidak ada, apalagi malaikat seperti Jean. Hussein mengecupi pipi anaknya untuk menghilangkan rasa sesak dihatinya.

Jean menatap lamat Hussein, dulu sekali waktu masuk kelas 10 dia ingat Hussein seorang anak yang baik, tapi setelah itu semua tahu jika Hussein menjadi pembully Jean seorang anak beasiswa. Hari ini Hussein mengemis cinta padanya entah itu tulus atau tidak.

Diamnya seorang Jean bukan sembarang diam, namun memikirkan dan mempertimbangkan banyak hal. Jika dia pergi lagi pasti Juna akan seperti ini lagi sakit karena merindukan ayahnya, jika tetap disini maka Hussein akan memantaunya dari jauh bahkan keluarga pria itu.

Jika mengizinkan Juna ikut papanya sesuka hati Jean yakin anaknya akan ditahan oleh keluarga Hussein lagi dan menebus lagi. Itu kemungkinan paling buruk.

"Jean bisa percaya sama sein?" Mata Hussein yang sudah penuh air mata membulat dan dengan cepat mengangguk.

Juna dia lepaskan perlahan lalu Hussein duduk disamping Jean, "Kamu bisa percaya padaku, Jean." Hussein menggenggam tangan Jean.

"Apa yang buat jean bisa jamin percaya sein?" Hussein mengeluarkan sebuah kota beludru dari sakunya.

"Ini aku simpan selama lebih satu tahun. Aku akan membahagiakan kalian sepenuh hati, aku akan jadi ayah dan suami yang hebat untuk kalian. Aku akan jadi tempat bersandar pulang ternyaman untuk kalian." Jean menangis kata-kata Hussein sangat menyakinkan.

Dua buah cincin beda ukuran terdapat didalam kotak beludru berwarna navy itu, kotaknya pun sudah sedikit lusuh mungkin karena terlalu lama didalam jas Hussein.

"Aku mau, sein." Biarkan Jean melakukan ini untuk anaknya.





.



Please With Me. [sungjake]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang