22

6.2K 641 21
                                    

.

Semua terjadi begitu saja badan Hussein mendekap Jean erat hingga keduanya terlempar beberapa meter dari tempat kejadian, Jean merasakan kepalanya mengeluarkan banyak darah dan perutnya nyeri luar biasa.

Namun keadaan Hussein lebih parah dari Jean karena pria itu melindungi yang lebih kecil.

"M-maaf jean .... " Hussein menutup matanya, Jean pun tak sadarkan diri setelah itu.

Tangan Hussein bertengger di atas perut buncit Jean, senang bisa menyentuh calon anaknya walaupun tak tahu selamat atau tidak mereka bertiga, air mata mengalir disudut mata pemuda tampan yang sudah pingsan itu.

"Telepon polisi, dan ambulance!" Mereka yang melihat kejadian tidak dapat menyentuh korban kecelakaan itu sebelum polisi datang, mobil yang menabrak Jean dan Hussein tidak melarikan diri sama sekali.

.

"Tuan ada keluarga tuan Jean?"

Keluarga Hussein menggeleng bersamaan hanya Jidan dan Jaya yang diam.

"Jean anak yatim piatu, dok." Sahut Jaya, raut wajahnya pria itu tampak kaku.

Dokter menghela nafas, "Kami meminta persetujuan keluarga pasien untuk melakukan operasi cesar, tuan jean harus melahirkan sebelum waktunya karena keduanya dalam bahaya."

Pak Cahya memijat pelipisnya sambil mendengus kasar ada hubungan apa antara Jean dan Hussein? Jidan dan Jaya pun sepertinya kenal lama dengan pemuda cantik itu, ada apa ini.

"Kalau saya walinya bagaimana dok?" Pelaku menabrak Jean mengajukan diri, "Saya tidak mau dia kenapa-napa, saya bersalah."

Perlu pertimbangan panjang akhirnya Jean yang tidak sadar masuk ruang operasi cesar, Jaya ikut mendorong brankar Jean terlihat airmata mengalir deras dari pemuda tampan itu.

"Maaf jean .... " wajah pucat Jean berlumuran darah membuat Jaya seperti tak menginjak bumi lagi, ini karena mereka bertiga, apakah dia ditakdirkan menjadi pembunuh? Jaya menangis makin deras, apalagi bayi itu adalah keponakannya, anak Hussein.

"Kalo kamu lahir paman akan jaga kamu, kayak paman jaga ayah kamu." Jaya tertahan diluar ruang operasi.

Sedangkan dilain tempat pak Cahya mengurus data agar Hussein bisa operasi karena benturan keras pada kepalanya, dan harus di operasi secepat mungkin.

Jidan pun tak kalah menyedihkan dari Jaya air mata tidak dapat dia tahan lagi, lagi? Mereka mempertaruhkan nyawa lagi untuk kehendak egois mereka.

"Sei jangan mati dulu jean sama anak kamu nunggu, mereka juga operasi."

Takut Hussein tidak bangun lagi, Jidan akan menyerahkan diri lagi ke polisi jika itu terjadi, Jidan menangis dalam kesendirian.

"Kalo kamu mati sei, gak bakal ada yang jadi wali anak kamu. Dia masih kecil, Jean bakal tambah terpuruk."

Operasi Jean dan Hussein bersama diwaktu yang sama, Jaya menunggu Jean lalu Jidan menunggu Hussein, mereka merapalkan banyak doa.

"Je kalo kamu selamat aku mau minta maaf," ucap Jaya penuh pengharapan.

.

Suara bayi terdengar dari ruang operasi tempat Jean berada setelah 4 jam didalam sana, Jaya menangkup kedua tangannya dan mengucapkan banyak syukur doa penjahat sepertinya dikabulkan oleh Tuhan.

"Paman menunggumu," Jaya berdiri didepan pintu ruang operasi yang sudah berganti warna lampu.

Tidak lama perawat keluar bergantian membawa macam macam alat medis yang digunakan untuk operasi Jean, dan satu perawat mendorong inkubator.

"Suster ini anak jean?" Perawat itu mengangguk.

Jaya menatap bayi yang sangat mungil itu penuh kehangatan, perawat yang paham membuka penutup inkubator bayi itu, dan Jaya menguyel pipi gembil anak Hussein.

"Halo anak sein ini paman Jay, maaf gara-gara paman kamu lahir lebih awal, tapi gak papa paman bakal nebus kesalahan paman, maaf sambutan kamu begini, papa sama mama kamu sekarat." Jaya bergumam pelan, air mata menetes lagi.

Tangan mungil itu Jaya pegang dengan gemas, mirip Hussein terlihat walaupun samar, kalau Hussein tahu anak ini mirip dia makin gila temannya itu.

Setelah puas menguyel pipi dan menggenggam tangan bayi itu Jaya melepaskannya, "Makasih suster," Jaya menatap kepergian perawat yang membawa keponakannya itu lamat.

Kembali pada Jidan pria itu menerima kabar baik, "Hussein sudah melewati masa kritisnya, orang tua Hussein pun menghela nafas lega, bu Cece menghampiri Jidan.

"Ibu tau kalian nyembunyiin sesuatu lagi, tapi gak papa, ibu gak maksa jujur, tapi bapak? Kalian tau kerasnya bapak," ibu Cece mengelus surai Jidan.

"Ibu daritadi nanya dalam hati, Sein sama Jean ada hubungan apa? Bingung juga kan?" Jidan diam seribu bahasa ibu tahu mereka tidak mudah bagi mereka berbohong didepan wanita paruh baya ini.

Brankar Hussein didorong beberapa perawat untuk dipindahkan ke ruang rawat inap kata dokter Hussein akan tertidur sekitar 3 hari, dan setelah itu Hussein akan diperiksa lagi untuk memastikan keadaannya.

Jidan mengikuti brankar itu sambil bergandengan tangan dengan ibu Cece, "Kalo ibu bilang jean hamil anak jean, gimana? Habis ini bapak sama ibu sepakat test DNA anak Jean."

"B-bu t-tapi kita minta persetujuan jean dulu, kan kita gak tau," bahu lebar Jidan ditepuk pelan oleh wanita itu, "Kamu mah sebenarnya tau! Jangan bohong sama ibu! Males ah ngomong sama idan!"





.


Please With Me. [sungjake]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang