Raib tersenyum lebar melihat lautan manusia di depannya. Mereka meneriaki namanya dan member lain, mengangkat poster seruan semangat dan lightstick.
"Baiklah, kami akan menyapa kalian untuk yang terakhir kalinya hari ini. Satu, dua, tiga..."
"All in us! Hallo, kami dari AETZY!" Lima member girlgroup itu membungkukkan badan, memberi hormat.
Lautan manusia di depan mereka menggila, seiring dengan perginya lima cewek itu ke belakang panggung.
Showcase hari pertama di Kota Tishri berjalan lancar. Raib tersenyum lebar.
"Aku senang karena ternyata para penggemar menyukai lagu baru kita," Yeji mendesah lega.
"Iya. Aku kira mereka tidak akan suka karena lagunya berbeda dari lagu kita sebelumnya," Rina terduduk di sofa sambil menyalakan kipas angin.
"Oh iya, Raib, kamu kemarin kan dapat sandwich dari member ECHO itu. Apa ada nomornya di belakang bungkus sandwich?" Zuha bertanya kepada Raib sebelum dia minum sebotol air mineral.
Rei melotot, "Eh, siapa yang memberi Raib sandwich?"
"Itu, yang rambutnya pirang. Jeno. Dia memang menyebutkan kalau Raib adalah tipe idealnya di beberapa wawancara." Yeji menimpali.
Raib mengangkat bahu tidak peduli. Dia membuka pintu ruang tunggu, hendak ke kamar mandi. Saat itulah dia tidak sengaja melihat sekelebat bayangan laki-laki.
"Aku, eh, aku ke kamar mandi dulu, ya!" Raib langsung berlari keluar tanpa menunggu jawaban empat temannya.
Gadis itu melakukan teleportasi menuju rooftop gedung. Benar saja. Laki-laki itu sudah berada di sana.
"Ali..."
Ali berbalik, tersenyum lebar. "Aku punya hadiah untukmu, karena kamu sudah selesai melakukan tour showcase."
Raib tertawa kecil, "Kamu seharusnya memberiku selamat dan memelukku. Kenapa malah membicarakan tentang hadiah? Dan kulihat kamu sedang tidak bawa apapun. Mana hadiahnya?"
"Sejujurnya, aku juga sangat ingin memelukmu, Ra. Bahkan ingin yang lebih dari peluk juga. Tapi kita tidak akan mengambil resiko. Siapa tahu ada penggemarmu yang melihat dengan kamera super canggih mereka."
"Kamu juga penggemarku, Ali."
Ali tertawa kecil, "Iya, sampai seseorang yang kuidolakan ini tiba-tiba menyelipkan nomor ponselnya di albumku."
Dengan senyum malu-malu, Raib menatap Ali yang sedang merogoh saku celananya, dia mengeluarkan sebuah kunci dengan pita pink. "Itu apa, Ali?"
"Ini kunci, Ra. Bahkan anak SD pun tahu kalau ini kunci."
"Aku juga tahu kalau itu kunci," Raib menggerutu. "Tapi itu kunci apa?"
"Hadiah dariku, karena kamu sudah menyelesaikan tour showcase dengan sukses. Semua orang menyukai tour kalian." Ali tersenyum lebar.
"Aduh, aku jadi malu. Seharusnya aku yang memberiku hadiah karena telah datang di setiap showcase-ku, Ali. Bahkan kamu datang ke showcase di Distrik Padang Senyap."
Ali mengangkat bahu, "Itu biasa saja. Aku melakukannya dengan senang hati." Laki-laki itu menyodorkan kunci, "Ini adalah kunci sebuah villa di pinggir laut. Sekarang villa itu punyamu."
"Eh?"
Ali mengangkat bahunya, "Bukankah itu yang dari dulu kamu inginkan, Ra? Suasana damai tanpa ada penggemar yang berisik, manajer yang mengganggu, dan member yang menggodamu setiap saat. Tapi, itu artinya aku juga tidak bisa kesana."
"Kenapa?" Raib menatap Ali terkejut.
"Karena aku adalah penggemarmu, Ra. Dan kamu tidak suka—"
Raib beranjak mendekati Ali, menutup bibir laki-laki itu dengan jari telunjuknya. "Kamu pacarku."
Wajah Ali memerah. Jarak mereka dekat sekali...
"Karena aku diberi libur selama satu minggu, maka, eh, apa kamu mau menghabiskan waktu satu minggu itu denganku di villa ini, Ali? Berdua saja, tidak perlu orang lain."
"Eh, tapi itu, eh, sepertinya akan sulit..."
"Kenapa?"
Aduh, Ali menghembuskan nafasnya pelan, mencoba meredam debaran jantungnya. Hanya membayangkannya saja Ali sudah tidak karuan. Satu vila berdua dengan Raib.
"Kita bisa berbincang berdua, membicarakan tentang kita. Menonton film tanpa harus sembunyi-sembunyi, makan enak sepuasnya, berolahraga bersama, minum susu hangat saat hujan, berpelukan saat kedinginan, makan—"
"Hey, pelan-pelan," Ali tertawa kecil melihat betapa antusiasnya Raib. Menggemaskan. "Bagaimana bisa kamu bisa segarang itu di panggung tapi menjadi semanis ini di hadapanku?"
Raib tersenyum malu, "Karena aku menjadi diriku sendiri setiap kali bersamamu?"
Hehe. Wajah Ali semakin memerah.
"RAAAAIIIIIB!" Suara manajer Raib terdengar menggelegar.
Sepasang kekasih itu saling tatap dengan kaget, "Ali, cepat menghilang!"
Laki-laki itu mengangguk, "Besok pagi aku akan datang ke apartemenmu, kita pergi ke villa ini. Sampai jumpa besok, Sayang!"
Pintu rooftop dibuka tepat ketika Ali menghilang. Mungkin dia sudah masuk ke dalam ILY atau hanya menghilang, entah.
"Eh, maaf, Kak. Aku sedang mencari angin segar," Raib nyengir.
"Yeah, kamu dicari seseorang."
"Siapa?"
"Jeno, member ECHO."
"Katakan padanya kalau aku tidak bisa kamu temukan. Kumohon..."
Manajer itu menghembuskan nafasnya, "Dia membawa hadiah, setidaknya hargai dia, Raib. Kamu selalu diajari untuk menghargai orang lain, kan?"
Puh, baiklah. Raib berjalan dengan gontai. Sampai di pintu rooftop, dia sekali lagi menengok ke belakang, tersenyum kecil. Meski dia tidak dapat melihat Ali, tapi Raib yakin Ali bisa melihatnya.
━━━━━━━━━━━━━━━
aku mau jelasin tentang work ini yaa
'raib ali as' ini work khusus ship rali gituu, jadi nanti tiap chapter isinya beda. kurang lebih kaya oneshot lah, tiap chapter beda. kaya misal kemarin as prisoners jadi mereka jadi tahanan, sekarang jadi idol dan penggemar, besok jadi lainnya lagii.
kalian kalo mau request boleh yaa, ngomong aja di sini atau ketuk dm akuu hihi.
makasii guyss <33
KAMU SEDANG MEMBACA
raib ali as | bumi series fanfiction
Fanficdisini, kapal raib dan ali berlayar tanpa hambatan <3 sebagian besar karakter milik Tere Liye. ©alisseuuu