"Ra, bantuin Mama sirami tanaman di depan!"
Aku yang sedang bermain dengan si Putih di ruang keluarga menoleh, "Iya, Ma."
Beberapa waktu ini, Mama terobsesi sekali dengan bunga. Mama membeli berbagai macam bunga dan tanaman, membuat taman depan rumah penuh. Beberapa kupu-kupu datang, hinggap di bunga yang bermekaran. Aku selalu suka melihatnya.
"Rajinnya anak Papa."
Aku yang sedang mengambil selang menoleh, menemukan Papa tengah merapikan baju dan Mama berdiri di ambang pintu.
"Eh, Papa mau ke mana?"
Kebetulan hari ini adalah Sabtu. Tapi kenapa Papa pakai pakaian kerja?
"Lembur, Ra. Kalau kerjaan Papa kali ini bagus, Papa bisa naik jabatan, lho." Papa nyengir sambil membuka kunci mobil.
Aku mengernyitkan dahi. Sudah tiga minggu Papa selalu bekerja setiap akhir pekan. Mama tersenyum lembut sambil melambaikan tangan ketika mobil Papa meluncur di jalanan.
"Aduh, kalau menyiram jangan sambil melamun, Ra. Buang-buang air!" Mama menegur.
Eh, aku kembali menyiram bunga dengan fokus. Mama kembali masuk rumah, mungkin lanjut mencuci dan beres-beres.
"Selamat pagi, Raib. Aduh, rajin sekali sih anak gadis satu ini," suara lain menyapaku.
Aku melotot, menoleh pada Ali, tetangga sebelah rumahku. Kami adalah teman sekelas, dan kebetulan tiga tahun lalu dia pindah rumah ke sebelah rumahku.
Tembok pembatas antara halaman rumahku dan halaman rumah Ali memang hanya sebatas pinggul. Aku bisa melihat jelas apa yang dia lakukan sekarangㅡsedang memakai kaus kaki olahragaㅡdan begitu pula sebaliknya.
Kalau kalian berpikir bahwa aku dan Ali punya hubungan yang baik, maka kalian salah besar. Ali adalah anak lelaki paling menyebalkan yang pernah kutemui. Aku terpaksa menganggapnya ada hanya demi Tante Eli yang selalu baik padaku.
"Tidak sopan lho, Ra, kalau tidak menjawab sapaan orang lain," Ali nyengir, menatapku sambil menaikkan kaus kakinya.
Aku berdecak, "Selamat pagi."
"Masa menjawab salam sambil cemberut begitu? Ulangi lagi, Ra. Kali ini harus sambil senyum," Ali sengaja betul mengerjaiku. "Selamat pagi, Raib."
"Selamat pagi, Ali." Aku terpaksa senyum.
"Eh, ada Nak Ali. Mau ke mana?" tiba-tiba Mama sudah berada di halaman, menenteng kantong sampah.
Ali tersenyum sopan, "Mau olahraga ke taman kota, Tante."
"Wah, Raib boleh ikut?"
"Mama!" Aku melotot.
"Eh, daripada kamu tidak ngapa-ngapain di rumah, lebih baik kamu olahraga dengan Ali. Lebih sehat," Mama bicara sambil membuang sampah.
Ali tertawa, "Boleh, Tante. Malah, akan lebih seru kalau ada teman berolahraga. Apalagi kalau teman olahraganya adalah Raib."
Aku melotot. Dasar tukang cari perhatian!
"Tapi Ra belum mandi, Ma."
"Ya sudah cepat mandi!" Mama melotot, "Dasar anak gadis, jam segini masih belum mandi. Eh, kamu tidak keberatan kan menunggu Ra mandi, Ali?"
"Tidak keberatan sama sekali, Tante."
Tepat pada saat itu, Tante Eli keluar dari rumah. Jadilah Mama, Ali, dan Ibu Ali berbincang-bincang, sementara aku cepat-cepat mandi.
KAMU SEDANG MEMBACA
raib ali as | bumi series fanfiction
Fanfictiondisini, kapal raib dan ali berlayar tanpa hambatan <3 sebagian besar karakter milik Tere Liye. ©alisseuuu