Love Sign: A Swiz Of Disaster (1)

103 8 0
                                    

Part 1:

Love

Hari itu, udara malam begitu panas. Sean keluar dari gedung kantor sambil menenteng gelas plastik yang berisikan minuman kesukaannya, es amerikano. Ditambah banyaknya pekerjaan kantor yang harus ia selesaikan di rumah, minuman tersebut terasa pas untuk menemani malamnya yang gundah.

Entah mengapa hari itu, ia merasa sangat lelah. Ditambah dengan jalanan yang padat dengan kendaraan, Sean merasa malas untuk pulang. Alhasil, ia mencoba untuk menunggu sampai jalanan tidak terlalu ramai.

Pandangannya ia edarkan ke sekeliling. Terdapat seorang pegawai kantor yang dijemput oleh seseorang. Sean melihat mereka berpelukan dan saling memegang pipi satu sama lain sebelum naik ke dalam mobil.

Cih, bisa-bisanya mereka mesra-mesraan. Aku cuma nyamuk kali ya, jadinya gak dianggep, batin Sean sambil memajukan bibirnya.

Setelah beberapa menit menunggu, Sean mengeluarkan ponselnya dan membuka aplikasi layanan transportasi daring. Biasanya ia memesan ojek untuk pulang ke rumah, tetapi udara terlalu panas dan dirinya memilih untuk duduk manis di dalam mobil.

Yes, diskon tiga puluh persen, ucapnya dalam hati. Untungnya, tersisa satu voucer diskon untuk layanan mobil. 

Perubahan zaman memang telah membuat kesan dan pengalaman 'naik mobil' menjadi sesuatu yang biasa. Namun, bagi pekerja kantoran seperti Sean, voucer diskonlah yang membuat 'naik mobil' menjadi pengalaman yang menyenangkan.

Setelah enam menit menunggu di depan gedung kantor, akhirnya mobil yang ditunggu datang juga. Sean pergi menghampiri mobil hitam yang berada di dekat pintu gerbang kantornya.

"Pak, atas nama Sean, ya?" tanya Sean setelah membuka pintu mobil.

"Iya, benar dek Sean, ya?" tanya lelaki tua yang berada di kursi pengemudi.

"Iya, Pak." Setelah itu, Sean masuk ke dalam dan duduk di kursi tengah.

Mobil itu pergi dari kantor Sean dengan tujuan tempat tinggal Sean, Apartemen Seroja.

Jalanan Ibu Kota hari itu begitu ramai. Mobil-mobil berbaris membentuk barisan yang menyerupai ribuan ikan di laut. Pada celah-celah di antara mobil-mobil itu, terdapat motor-motor yang ikut memenuhi jalanan. Bahkan, trotoar yang dikhususkan untuk pejalan kaki malah dijadikan lintasan bagi para pengendara motor.

Sean hanya memandangi hiruk pikuk tersebut dari dalam mobil. Ia dengan santai meminum es amerikano yang ia beli. Ah segarnya serasa di surga, batinnya.

Pandangan Sean beralih dari jalanan menuju kursi pengemudi. Ia perhatikan lelaki tua itu. Dari pantulan spion tengah, lelaki itu mengemudi dengan senyuman yang lebar dan kepala yang bergoyang walaupun tidak ada musik.

Mungkin lelaki itu sudah terbiasa dengan jalanan yang macet. Jadi, bunyi klakson dan kendaraan yang berjejer baginya adalah 'makanan' sehari-hari.

Sama kaya aku lah ya yang makanan tiap harinya dokumen, dokumen, dan dokumen, ucap Sean dalam hati.

"Dek Sean, saya ambil jalan putar balik yang agak jauh ya Dek. Soalnya macetnya pasti sampai depan sana," ucap pengemudi itu.

"Oh iya, boleh, Pak," balas Sean. Dalam pikirannya yang penting hanyalah bisa sampai ke rumah dengan selamat.

Setelah beberapa lama terjebak dalam lautan kendaraan, akhirnya mereka putar balik dan berada di jalan yang tidak terlalu ramai.

Sean sibuk memainkan ponselnya. Ia membuka semua media sosial yang ia miliki. Tak lupa, ia mengambil swafoto untuk diunggah.

Antologi SeungminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang