2. 00 PMJoanna sudah berada di depan rumah Jeffrey dan Kalandra. Berdiri di depan gerbang sembari mendekatkan ponsel pada telinga. Dengan keadaan wajah memar karena dipukul oleh salah satu temannya yang pagi tadi datang untuk meminta uangnya.
"Aku baik-baik saja, Bu. Aku masih di kantor. Tidak bisa video call. Iya, aku usahakan pulang kalau diizinkan cuti panjang. Tidak, Bu. Aku tidak ikut investasi pada Giana. Kita juga tidak terlalu dekat. Ibu tenang saja. Aku matikan, ya? Pekerjaanku masih banyak."
Setelah mengantongi ponselnya, Joanna mulai memasuki gerbang. Lalu menekan bel yang ada di depan rumah. Hingga keluarlah Jeffrey yang baru saja bangun dari tidur siang.
"Wajahmu kenapa?"
Jeffrey langsung membolakan mata. Tangannya juga sudah terangkat. Berniat untuk menyentuh memar di wajah Joanna. Namun hal itu lekas diurungkan setelah gerbang terbuka.
"Joanna? Kamu baru datang?"
Joanna mengangguk singkat. Lalu menatap Kalandra yang baru saja datang sembari membawa koper hitam yang berisi uang sebanyak 750 juta. Karena dia baru saja pulang ke rumah orang tuanya untuk mengambil uang simpanannya.
"YA TUHAN! WAJAHMU KENAPA!?"
Kalandra tampak ingin menyentuh wajah Joanna. Namun wanita itu menghindar. Karena memar yang didapat masih terasa sakit hingga sekarang.
"Sorry---pasti masih sakit!"
Joanna mengangguk singkat. Membuat Jeffrey mendekat. Ingin bertanya siapa yang tega memukul wajahnya.
"Siapa yang melakukan ini padamu? Teman-temanmu?"
Joanna mengangguk singkat. Membuat Jeffrey dan Kalandra semakin menatapnya kasihan. Karena selama ini, mereka tidak pernah melihat perempuan yang dipukul hingga mendapat memar di wajah.
"Keterlaluan! Ayo ke rumahnya sekarang! Kembalikan uangnya dan balas pukulannya!"
Ucap Kalandra sembari menarik tangan Joanna. Namun si pemilik badan langsung menarik tangan. Menolak usulan Kalandra. Sebab dia merasa jika pukulan ini layak didapatkan.
"Tidak perlu. Aku layak mendapatkan ini."
Kalandra yang memang mudah sekali menangis langsung memeluk Joanna. Dia benar-benar kasihan dengan nasib temannya. Begitu pula dengan Jeffrey yang masih tidak melepas pandangan dari wajah Joanna.
Setelah sesi pelukan, mereka masuk ke dalam. Joanna mengeluarkan surat perjanjian utang piutang yang telah disiapkan sebelumnya. Membuat Kalandra sedikit tersinggung tentu saja. Sebab dia memang sudah sangat percaya pada Joanna dan tidak butuh surat perjanjian itu sekarang.
Meskipun Kalandra terus menolak, Joanna tetap memaksa Kalandra untuk menandatangani suratnya. Kemudian pamit stelah uang 750 juta berpindah tangan padanya.
"Ayo kuantar!"
Jeffrey langsung bangun dari duduknya. Karena dia memang sudah mencuci wajah sebelumnya. Lalu mengambil kunci mobil yang ada di belakang pintu rumah.
"Kamu ikut?"
"Tidak. Kamu saja. Aku mau menyiapkan makan malam. Kamu mau makan apa?"
"Nanti aku belikan di luar. Kamu istirahat saja."
Kalandra mengangguk singkat. Lalu mengantar Jeffrey dan Joanna sampai depan. Lalu menutup pintu dari dalam. Rebahan di atas sofa ruang keluarga. Karena dia malas ke atas.
Jeffrey menemani Joanna ketika mengembalikan uang 750 juta pada ketiga temannya. Awalanya mereka terkejut akan kehadirannya. Namun hal itu tidak dipermasalahkan setelah menerima uang yang telah mereka kira hilang dan tidak akan pernah bisa dikembalikan.
Matahari hampir tenggelam. Jeffrey menatap Joanna yang masih menatap depan. Dengan wajah cemas. Karena takut Giana tidak bisa mengembalikan uangnya.
"Aku antar ke kantor polisi sekalian. Kebetulan aku ada kenalan. Siapa tahu bisa dipercepat prosesnya."
Joanna menatap Jeffrey penuh binar. Air matanya juga mulai menggenang di pelupuk mata. Sebab terharu dengan kebaikan Jeffrey dan istrinya.
"Aku benar-benar tidak bisa mengatakan apa-apa lagi selain terima kasih. Semoga Tuhan membalas kebaikan kalian di dunia maupun di akhirat nanti."
"Aminnn."
Tidak lama kemudian mereka tiba di kantor polisi. Jeffrey berbincang lama dengan beberapa polisi. Joanna, dia hanya berdiri di samping pria ini sembari berbicara ketika ditanyai.
"Kamu tenang saja. Keberadaannya sudah dilacak. Dia ada di Dubai sekarang. Mereka sedang meminta bantuan interpol untuk menangkapnya."
Lagi-lagi Joanna hanya bisa menangis haru. Sembari mengucap terima kasih pada Jeffrey yang hanya mengangguk dan tersenyum kaku. Memperlihatkan dua lesung pipi yang tampak muncul malu-malu.
Sedangkan di rumah, Kalandra sedang memakan mie rebus sendirian. Karena ini sudah jam sembilan. Namun Jeffrey tidak kunjung pulang. Teleponnya juga tidak diangkat.
Begitu pula dengan Joanna. Membuat perasaan Kalandra mulai was-was. Sebab tiba-tiba saja terlintas pikiran kotor di otaknya.
"Tidak mungkin mereka ada apa-apa, kan?"
Tanya Kalandra sembari menatap ponselnya. Karena mereka berdua tidak kunjung membalas pesan dan mengangkat teleponnya. Padahal, pesannya sudah terbaca.
Masih mau lanjut?
Ramein dulu, ya!!!