9. 10 PM
Kalandra baru saja memasuki kamar setelah membantu Joanna membereskan barang-barang. Lalu memeluk Jeffrey yang sedang rebahan di atas ranjang sembari memainkan ponselnya. Membalas pesan orang tuanya yang tiba-tiba saja bertanya kabar.
"Kamu sedang apa? Oh, Mama Jessica. Tumben, pasti ada apa-apa!"
Jeffrey langsung meletakkan ponselnya di atas nakas setalah membalas pesan ibunya. Lalu memeluk Kalandra agar ikut rebahan di sampingnya. Karena ini sudah malam dan mereka sudah mengantuk sekarang.
"Ayo tidur saja! Jangan memikirkan macam-macam!"
Kaladra mengangguk singkat. Ikut memeluk suaminya. Lalu memejamkan mata dan berharap mimpi indah. Karena akhirnya, Kalandra bisa menikah dengan cinta pertamanya.
Jeffrey Iskandar yang begitu sempurna di matanya. Pintar, tampan dan baik juga. Pokoknya, semua yang baik-baik pasti melekat pada suaminya.
Iya. Mereka memang dijodohkan. Namun mereka sama-sama sudah saling kenal sejak belia. Sejak sekolah dasar hingga sebesar sekarang. Sehingga ketika perjodohan dilangsungkan, mereka tidak menolak dan langsung menerima tanpa pikir panjang.
"Jeffrey, tiba-tiba aku kepikiran untuk memiliki anak. Ternyata sepi juga jika di rumah sendirian."
Jeffrey mulai membuka mata. Padahal, dia sudah siap menikmati mimpi indah. Namun, istrinya tiba-tiba berkata demikian.
"Menurutmu bagaimana?"
"Mau punya anak atau tidak, bagiku tidak masalah. Jangan membebani diri dengan standar hidup yang dianut orang-orang."
Ucap Jeffrey sembari mengusap punggung Kalandra. Dia juga mulai mengeratkan pelukan sebab dia tahu jika perasaan istrinya sedang gundah. Karena wanita itu memang sedikit memiliki masalah kesehatan dan membuat dirinya susah memiliki anak.
Catat. Susah. Bukan tidak bisa.
"Kamu pernah dengar surrogate mom?"
"JANGAN GILA!"
Jeffrey langsung menjauhkan Kalandra dari tubuhnya. Karena dia tahu apa maksud istrinya. Apalagi setelah meminta wanita lain tinggal bersama mereka.
"Aku hanya bertanya. Bukan ingin melakukan itu juga. Dasar!"
Jeffrey langsung mendudukkan badan. Membuat Kalandra ikut melakukan itu juga. Sebab dia benar-benar hanya bertanya saja. Tidak memiliki maksud apa-apa. Apalagi sampai meminta Joanna untuk menjadi surrogate mom untuk anaknya.
"Aku hanya bertanya!!! Tidak ada maksud apa-apa! Sumpah!"
"Lalu kenapa kamu meminta temanmu tinggal di sini juga?"
"Aku hanya kasihan padanya. Tahu sendiri kontrakannya sepi karena hanya ada dia sendiri. Barang-barangnya juga sedikit, tapi kardus-kardusnya masih belum dibongkari. Sepertinya dia juga tidak nyaman tinggal di sana selama mengurus masalah kemarin. Apalagi, sebelum ini, dia tinggal di apartemen bersama temannya yang pernah memukulnya sampai memar dan tidak hilang sampai berhari-hari. Pasti Joanna sulit beradaptasi tinggal di kontrakan ini. Lagi pula, dia tidak akan lama tinggal di sini. Hanya satu bulan, mungkin. Besok lusa mau diantar kenalannya cari apartemen di dekat sini."
"Siapa? Kenapa tidak denganmu saja? Nanti ditipu lagi."
Tanya Jeffrey dengan khawatir. Sebab dia takut wanita itu ditipu lagi. Mengingat Joanna memang agak naif dan tidak tegaan pada orang lain.
"Tenang saja. Dia dengan pengacara. Pak Jordan, yang membantu menangani kasusnya. Sepertinya dia suka Joanna. Bahkan, dulu Joanna sering diantar jemput ketika kasusnya belum tuntas."
Jeffrey diam saja. Mendengarkan cerita Kalandra sembari menidurkan badan. Hingga kedua matanya terpejam dan tertidur tiba-tiba.
"---serasi, kan??? Malah tidur!"
Seru Kalandra sembari memakaikan selimut untuk suaminya. Lalu mengecup pelan bibirnya. Kemudian ikut merebahkan diri di sampingnya.
Kependekan, ya? Mau dipanjangin? Next chapter udh sampe konflik :)
Tbc...