21+Jordan baru saja keluar dari kamar mandi. Dia mendapati Joanna yang sudah tidur pulas saat ini. Sembari memeluk guling dengan mulut yang terbuka sedikit. Membuatnya mendekat dan menutupnya dengan kedua jari.
Perlahan, Jordan mulai keluar kamar. Karena pintu apartemen diketuk dari luar. Suara bel juga baru saja terdengar. Membuatnya lekas datang dan berniat membuka pintu segera.
"Jeffrey?"
"Di mana Joanna?"
"Sedang tidur dia. Memangnya ada apa? Sebenarnya ada masalah apa?"
Jeffrey diam saja. Hingga Jordan mempersilahkan dirinya masuk sekarang. Lalu memaksa untuk membawa Joanna bersama dirinya.
"Dia baru saja tidur. Mau kamu bawa ke mana? Sudah malam. Lebih baik besok saja. Istrimu memang tidak apa-apa jika kamu tinggal sendirian?"
Jeffrey tampak tidak peduli dengan ucapan Jordan. Membuatnya lekas mencari keberadaan Joanna. Sebab dia sudah menemukan tempat tinggal yang pas untuk si wanita. Di apartemen yang baru saja dibeli dari temannya.
Iya, baru saja. Bahkan, kontraknya belum dibuat. Namun Jeffrey sudah mentransfer uangnya. Untuk kuncinya, sudah dititipkan pada resepsionist yang berjaga.
Ceklek...
Jeffrey membuka kamar Jordan. Dia melihat Joanna yang sudah tidur pulas di sana. Membuatnya langsung mendekat dan menyentuh bahunya. Mengguncangnya pelan agar si wanita bangun sekarang.
"Joanna, bangun! Aku sudah menemukan tempat tinggal yang nyaman untukmu!"
Joanna sudah membuka mata. Dia langsung bangun ketika melihat Jeffrey yang sudah berada di depannya. Menyentuh pundaknya juga.
"Ada apa?"
Tanya Joanna sembari menyingkirkan tangan Jeffrey. Lalu mendudukkan diri. Menatap pria itu penuh curiga saat ini. Karena seharusnya, dia marah padanya saat ini. Sebab telah membuat Kalandra murka tadi. Bukan justru membaik-baikkan dirinya seperti ini.
"Ayo ikut denganku. Aku sudah menemukan tempat tinggal terbaik untukmu."
"Tempat tinggal apa yang kau maksud?"
"Apartemen. Di dekat kota. Dekat dengan apartemenmu yang dulu juga."
"Tidak! Aku mau di sini saja!"
Jeffrey tampak kecewa. Lalu menatap Jordan yang sudah berdiri di belakang dirinya. Lalu mendekati Joanna yang sudah menuruni ranjang.
"Jeffrey, lebih baik kamu pulang. Kasihan istrimu sendirian."
Jeffrey tampak marah. Lalu berdiri dari duduknya. Menatap Jordan yang menurutnya sok tahu tentang hidupnya.
"Oke. Aku pulang sekarang. Joanna, barang-barangmu sudah kukemas semua. Mau kubawa ke sini atau kembali kubawa pulang?"
Joanna yang mendengar itu tentu saja tidak bisa bergeming sekarang. Karena tidak mungkin juga dia membawa barang-barangnya ke tempat Jordan. Apalagi mereka baru kenal.
Namun, tidak mungkin pula jika barang-barangnya kembali dibawa Jeffrey ke rumah. Sebab sudah pasti Kalandra akan semakin murka. Sehingga mau tidak mau, Joanna harus ikut Jeffrey sekarang. Guna mengamankan barang-barangnya.
"Bawa ke sini saja. Tidak apa-apa. Ayo, Jeff! Nanti drop saja di depan. Nanti akan kuminta security untuk membawa ke atas."
Jordan langsung merangkul pundak Jeffrey. Membawanya keluar dari kamar ini. Membuat Joanna yang bingung mulai mengikuti. Namun Jordan sudah terlebih dahulu menahannya agar tetap tinggal di sini.
"Kamu di sini saja. Akan kupastikan semuanya aman. Tidak perlu malu apalagi sungkan. Karena aku yang seharusnya merasa demikian."
Ucapan Jordan membuat Jeffrey kebingungan. Namun tidak dengan Joanna yang mulai diam. Sebab mengingat pada kejadian beberapa saat yang lalu. Ketika Jordan meminta tolong padanya ketika resleting celananya tersangkut.
Kejadian itu terjadi pada beberapa minggu yang lalu. Ketika mereka akan melangsungkan sidang pertama pada Giana yang baru saja diringkus. Namun Jordan tidak kunjung muncul.
Membuat Joanna berinisiatif untuk mencari dan akhirnya bertemu dalam keadaan yang membuat Jordan malu. Karena saat itu, resleting celananya tersangkut dengan boxer yang dikenakan pada hari itu. Sebab dia sedang terburu-buru karena persidangan akan segera dilangsungkan pada saat itu.
Lalu apa yang dilakukan Joanna untuk membantu? Dia langsung masuk ke kamar mandi yang untungnya sepi kala itu. Jongkok di depan Jordan dan berusaha membenarkan resleting pria itu.
Beberapa detik berlalu, namun hal itu tidak membuahkan hasil apapun. Hingga akhirnya ide gila terbesit dan berhasil membuat Jordan jatuh hati pada saat itu. Karena baru kali ini bertemu wanita sebaik itu.
Joanna meminta Jordan untuk melepas celana dan boxernya di salah satu bilik kamar mandi. Lalu lari ke ruangan lain guna meminjam gunting. Sembari mengintip ruang persidangan yang untungnya belum dihadiri oleh hakim.
Tidak ada tiga menit, Joanna kembali dengan nafas tersendat. Lalu menggunting sisa boxer yang masih terjepit di resleting celana. Hingga boxer ini dapat ditarik dan lepas dari sana.
Pakai terbalik saja kalau takut penismu terjepit juga. Tidak perlu buru-buru, hakim belum datang. Aku akan masuk ke ruang persidangan sekarang.
Jordan tidak menjawab dan langsung memakai boxer secara terbalik. Karena bagian yang digunting tadi berlubang di area depan sekali. Bisa kalian bayangkan sendiri apa jadinya jika benda lunak itu tertempel langsung dengan resleting tadi. Ngeri sekali.
Setelah sidang, Jordan langsung meminta maaf pada Joanna. Namun, Joanna tidak mempermasalahkan. Justru dia membawa Jordan untuk membeli beberapa celana. Karena merasa jika pria itu salah ukuran ketika memilih celana.
Dan ternyata benar. Karena Jordan bertambah berat badan dan ukuran celananya naik satu tingkat tanpa dia sadar. Membuatnya agak malu dan semakin menyukai Joanna. Karena wanita itu masih sempat peduli pada orang lain meskipun sedang kesusahan.
Ceklek...
Joanna melamun cukup lama. Hingga akhirnya pintu kembali terbuka. Jordan datang dengan dua koper hitam. Di belakangnya juga sudah ada Jeffrey dan dua security yang membawa kardus-kardusnya.
Sebelum pulang, Jeffrey sempat memberikan ponsel dan dompet Joanna. Lalu berpamitan. Meskipun dalam hati berat meninggalkan.
"Kamu bertengkar dengan Kalandra?"
Tanya Jordan tiba-tiba. Membut Joanna terkejut tentu saja. Sebab lagi-lagi, hal memalukan seperti ini yang harus pria itu lihat.
"Ya. Seperti itu."
"Wajar kalau kalian bertengkar. Tidak apa-apa. Aku yakin kalian pasti bisa berbaikan."
"Semoga."
Ucap Joanna sembari membuka ponselnya yang layarnya mulai retak. Lalu melihat jika ada riwayat panggilan tidak terjawab dari orang tuanya. Membuatnya lekas menelepon mereka sekarang sebab perasaannya tidak enak tiba-tiba.
"Halo? Ibu ada apa?"
Entah apa yang sedang Joanna dengar. Namun yang jelas, wanita itu langsung jatuh terduduk sekarang. Tangannya gemetar dan air mata sudah membasahi pipinya.
Sama seperti apa yang sedang Kalandra lakukan. Menelepon orang tuanya dan mengatakan apa yang terjadi padanya. Tentang Joanna, Jeffrey dan semuanya.
"Sudah. Kamu tenang saja. Mama dan Papa sudah bereskan. Dia tidak akan berani mengusik kalian."
Kalandra tidak kunjung berhenti menangis meskipun seribu kali ibunya berkata demikian. Sebab dia memang merasa jika hal ini memang tidak bisa diperbaiki oleh mereka. Apalagi Jeffrey telah terang-terangan mengatakan jika dia telah menyukai Joanna jauh sebelum mereka menikah.
Tbc...