Joanna sedang berada di piggir trotoar. Berdiri di sana sendirian. Dengan rambut panjang yang sudah berkibar karena disapu angin kencang. Serta, kaki yang tidak diberi alas apa-apa.Tas selempang yang berisi ponsel dan dompet juga tertinggal. Karena dia benar-benar ingin rehat sejenak dari kesibukan dunia. Dari rasa hampa dalam dirinya. Setelah ditinggal menikah oleh pria yang dicinta.
Dua tahun yang lalu. Joanna mengenal Jeffrey dari acara nikahan temannya. Mereka sama-sama datang sendirian dan kebetulan duduk bersebelahan.
Karena sama-sama bosan, mereka akhirnya berbincang ringan. Lalu saling bertukar nomor telepon setelah merasa ada kecocokan. Iya, Joanna yang meminta nomor duluan. Karena Jeffrey memang agak pemalu orangnya. Tidak pernah berpacaran sebelumnya dan yah---Joanna yang telah menjadi pacar pertamanya.
Sesi pendekatan berjalan cukup lama. Sekitar satu tahunan setelah mereka intens bertemu setiap bulan. Iya, hanya setiap bulan. Sekali sebulan. Padahal, kantor dan tempat kerja mereka berdekatan. Namun Jeffrey tampak tidak memberikan banyak effort untuk berjumpa.
Sibuk alasannya. Padahal, ada hari minggu yang seharusnya senggang. Namun tetap saja, mereka hanya akan berjumpa pada hari libur di minggu pertama pada awal bulan. Antara tanggal 1-7.
Di enam bulan pertama, Joanna sebenarnya sudah ingin menyerah saja. Karena merasa jika percuma dekat dengan pria super sibuk seperti Jeffrey Iskandar. Namun pada bulan ke tujuh pendekatan, Jeffrey justru memberikan perkembangan.
Dia mulai membawakan sesuatu ketika berjumpa. Seperti bunga, coklat dan yang lain. Meskipun sebenarnya, mereka masih tidak intens saling menghubungi.
Karena terlambat Joanna ketahui, jika Jeffrey memang sibuk sekali. Sebab harus mengurus perushaan ayahnya yang terancam pailit. Sebab memiliki banyak hutang pada investor asing.
Jangankan mengurusi urusan pribadi. Makan dan tidur saja tidak teratur sama sekali. Jeffrey, dia hanya makan sekali sehari pada pagi hari. Tidur juga hanya tiga---empat jam setiap hari. Namun, dia tetap menyempatkan diri untuk bertemu Joanna setiap satu bulan sekali.
Pada minggu pertama di awal bulan yang selalu dijadikan waktu libur agar bisa bertemu wanita yang disukai. Wanita biasa yang selalu semangat mendengar ceritanya tanpa menginterupsi. Wanita yang tidak marah ketika menunggunya tidur di mobil. Serta, wanita yang tidak banyak menuntut waktu luangnya setiap hari.
Setelah satu tahun pendekatan, Jeffrey akhirnya mengutarakan perasaan. Hingga akhirnya mereka berpacaran hingga enam bulan. Namun, Jeffrey pula yang memutuskan. Dia mengatakan jika keuangan keluarganya sedang bermasalah dan dia memutuskan untuk menerima perjodohan guna menyelamatkan perusahaan.
Joanna tentu saja merasa terluka. Dia menangis seharian dan tidak kerja keesokan harinya. Apalagi setelah tahu jika Kalandra adalah wanita yang akan dijodohkan dengan mantan pacarnya.
Itu sebabnya Joanna tidak datang di pernikahan mereka. Namun dia tetap mengirim hadiah untuk Kalandra saja. Bukan Jeffrey juga. Sebeb dia memang sudah ingin melupakan semunya.
Hingga masalah itu datang. Joanna sudah mendatangi beberapa kenalannya. Namun tidak ada satupun yang bisa membantu dirinya. Hingga akhirnya nama Kalandra terbesit di otaknya. Karena dia adalah satu-satunya rekan kerja yang berasal dari keluarga berada dan memiliki potensi paling besar untuk membantunya.
Joanna benar-benar merasa malu sebenarnya. Tetapi dia memiliki tanggung jawab besar yang harus diemban. Menebalkan muka di depan pria yang mencampakkan dirinya. Namun untungnya, hal itu berjalan lancar. Sebab masalahnya bisa tuntas dalam waktu singkat.
Aku memang sangat mengecewakan.
Ucap Joanna dalam hati. Saat ini dia mulai duduk di tepi jalan sembari meratapi nasib. Karena dia benar-benar sudah lelah dengan hidupnya saat ini. Apalagi setelah tidak memiliki orang yang bisa merangkulnya lagi.
Teressa, satu-satunya teman dekatnya sudah kecewa padanya saat ini. Sampai tega memukulnya karena uang 250 juta yang diinvestasikan pada Giana hampir lenyap dan tidak bisa kembali. Padahal, uang itu akan dipakai untuk menikah tahun ini.
Kalandra, teman lamanya yang sangat baik juga sudah kecewa padanya hari ini. Karena kelakuannya yang tidak tahu diri. Tidak tahu terima kasih karena telah memeluk suaminya seperti tadi.
"Jordan?"
Joanna tiba-tiba saja bangun dari duduknya ketika melihat Jordan yang ingin menyebrang dan belajan ke arah dirinya. Sebab Jeffrey memang langsung menghubungi pria itu setelah menenangkan istrinya. Karena Jeffrey tidak bisa pergi mencari dirinya.
"Kamu tidak kenapa-kenapa, kan?"
Joanna menggeleng pelan. Membuat Jordan langsung memeluknya. Mendekap wanita itu erat-erat.
"Aku tidak tahu apa masalahmu. Tapi kamu bisa membaginya denganku jika mau."
Joanna tidak merasakan apa-apa ketika Jordan memeluknya. Tidak seperti ketika dia memeluk Jeffrey sebelumnya. Membuatnya merasa dilemma dan takut mengecewakan banyak orang.
Jordan menuntun Joanna ke dalam mobilnya. Lalu membawa wanita itu ke apartemennya. Memberi makan dan meminjamkam pakaian. Serta, memberikan tempat istirahat yang nyaman.
"Santai, anggap saja rumah sendiri."
Joanna mengangguk kaku. Saat ini dia baru saja selesai mandi dan tengah memakai baju tidur yang kata Jordan milik sepupunya yang pernah menginap. Baju tidur motif bunga dengan lengan dan celana panjang hingga semata kakinya.
"Aku buatkan teh hangat. Diminum, ya?"
"Terima kasih."
Joanna meminum teh hangat buatan Jordan. Lalu duduk di atas ranjang dengan kedua kaki bersila. Kemudian menatap si pria yang kini sudah membuka lemari pakaian. Sebab berniat membersihkan diri juga.
"Kamu bisa istirahat di sini. Tenang saja, aku tidak akan macam-macam selama kamu tidur nanti."
Joanna terkekeh pelan. Karena nada bicara Jordan juga sedang bercanda. Membuatnya lekas merebahkan diri di atas ranjang. Lalu memeluk guling yang ada di sana.
Di lain tempat, Jeffrey masih bertengkar dengan Kalandra. Wanita itu menangis sekarang. Sebab suaminya masih saja peduli pada Joanna. Sampai mengemaskan barang-barangnya. Tanpa ada yang meminta.
Dua koper hitam dan lima kardus besar. Beruntung empat kardus yang baru saja Jeffrey angkat menuju mobil masih belum Joanna buka sebelumnya. Karena di dalamnya hanya ada beberapa tas dan sepatu yang jarang digunakan. Sehingga Jeffrey hanya perlu mengemas sedikit barang saja.
"Kamu mengatakan jika kalian tidak ada hubungan apa-apa, tapi kenapa kamu masih peduli padanya!? Masih mengemasi barang-barangnya! Menghubungi Jordan untuk menjemputnya! Mengaku saja! Kamu pasti menyukainya, kan!?"
Jeffrey diam saja. Saat ini dia sedang memasukkan kardus terkahir ke dalam mobilnya. Lalu menutup bagasi rapat-rapat.
"JEFFREY! JAWAB AKU! KAMU MENYUKAINYA, IYA!? TEGA KAMU!!!"
Kalandra memukuli dada Jeffrey. Tangisnya semakin kencang saat ini. Sebab dia benar-benar sakit hati dan kecewa sekali. Sebab pikiran buruknya tentang hal ini justru menjadi kenyataan saat ini.
Padahal, Kalandra sudah begitu percaya diri jika Jeffrey tidak akan berpaling. Sebab setahunya, Jeffrey memang pria yang lurus sekali. Tidak pernah macam-macam selama ini. Menurut pada orang tua lagi.
Namun, justru kenyataan pahit yang diterima saat ini. Karena Jeffrey tampak menyukai temannya sendiri. Joanna, si wanita menyedihkan yang telah ditolong tempo hari. Wanita biasa yang tidak lebih baik dari dirinya ini.
"Aku memang menyukainya. Bahkan jauh sebelum kita menikah. Tapi aku tidak akan meninggalkanmu demi dia. Aku hanya ingin membantunya sebagai sesama manusia. Tidak lebih dan tidak kurang. Kalandra, jika aku berniat selingkuh dengan dia, tidak mungkin aku meminta Jordan menjemputnya, kan?"
Kalandra menghentikan tangisnya. Bukan karena ucapan suaminya. Namun karena pria itu mulai memeluknya.
Sebab masih ada pertanyaan di benak Kalandra. Masih banyak pula rasa penasaran di hatinya. Akan maksud ucapan Jeffrey sebelumnya. Jika dia sudah lama menyukai Joanna.
Karena setahunya, mereka memang baru pertama kali berjumpa pada satu bulan sebelumnya. Ketika Joanna datang ke rumah untuk meminjam uang.
Jika memang sebenarnya mereka sudah saling kenal. Sangat hebat sekali bukan akting mereka?
Tbc..