"Jadi kenapa?"
Gue menghela napas panjang, sambil tetap meremas tangan di bawah meja "Mau gue jujur?"
Mereka kompak melemaskan bahu
"Ya iya kan dari tadi kita nungguin lu, neng geulis" sahut Damar.Ini salah Rama yang mengumpulkan kami semua di meja makan, gue diberondong pertanyaan tentang kenapa gue selalu menghindari mereka dan seolah gak kenal kalau lagi di kampus. Tadi begitu mereka pulang, gue yang lagi clueless nonton tv langsung diajak ke meja makan awalnya kita makan malam berjamaah kayak biasa sampai akhirnya sekarang gue diinterogasi gini.
"Jujur aja, kita gak akan marah" kata Naga.
"Gue... Takut" cicit gue, wajah mereka kelihatan bingung dengan jawaban gue barusan. Ya iyalah bingung, dari awal emang gue bikin bingung.
"Why? Ada yang jahat sama lu. Siapa? Bilang biar besok kita kelarin" Juki bersuara.
Gue langsung menggeleng "Gue takut ketauan kalau tinggal bareng kalian, gue takut sama beban yang bakal gue rasain kalau orang-orang tau"
"Apa kata mereka kalau tau gue cewek sendiri tinggal sama kalian disini" lanjut gue lagi. Gue mengosongkan semua udara di dada begitu menyelesaikan kalimat terakhir.
"Jadi.. lu takut jadi bahan omongan, makanya lu ngehindarin kita?"
Gue mengangguk, memberanikan diri mengangkat kepala menatap mereka satu persatu "Kalian anak-anak yang punya temen banyak di kampus, banyak yang suka, kalian keren sementara gue... intinya kita gak sama"
Setelah nya gue kembali menunduk, mengulum bibir sendiri menunggu respon mereka. Di satu sisi gue lega bisa cerita kekhawatiran gue yang udah dari lama gue rasain, tapi di sisi lain gue juga merasa bersalah... Pokoknya gue merasa cuma jadi beban aja disini.
Kalian pernah tau kan, kalau ada ungkapan ditengah dunia sekarang kalau orang-orang good looking akan selalu aman? Awalnya gue gak setuju karena buat gue itu juga bentuk diskriminasi.. tapi seiring berjalannya waktu gue banyak melihat teman-teman yan cantik atau ganteng memang sering menang dibanding gue yang gini-gini aja.
Pernah suatu hari di semester 3 gue mengalami itu. Gue yang waktu itu gak tau letak kantor dosen salah satu matkul bertanya ke kating tapi mereka bahkan gak menjawab pertanyaan gue. Sementara, teman gue yang memang cantik diantar sampai depan kantor.
Sejak saat itu, gue rasa memang dunia gak adil... Sangat tidak adil.
"Lan, gue gak yakin apa yang mendasari lu bisa berpikiran kayak gitu. Tapi yang kita tau dari awal Pakdeh bilang kalau penghuni baru kita perempuan, kita seneng banget. Lu boleh percaya atau anggap kita fuckboy tapi itu kenyataannya" kata Aileen.
"Kita gak mikirin lu siapa, lu cantik apa enggak, lu darimana, atau hal-hal lainnya. Karena itu gak penting buat kita yang kita tau... Lu harus kita jaga disini, harus kita buat nyaman walaupun kata Pakdeh bilang lu cuman sementara" lanjutnya.
Meja melingkar ini rasanya jadi makin sempit, karena mereka semakin mendekat ke gue. Damar sama Rama yang di kiri kanan gue semakin menempel "Jauh-jauh ih, kenapa nempel-nempel sih?"
Rama berdecak "Pokoknya lu harus inget kalau kita gak mikirin apapun tentang lu, siapapun yang nantinya jahat sama lu, bilang ke kita. Kita pastiin besoknya dia masuk rumah sakit"
"Ngadi-ngadiiiii" sahut gue. Duh, gak bisa gue bayangin nih cowok ber-7 berantem karena belain gue..
"Gak ngadi-ngadi ini serius kita mah, gak boleh ada yang nyenggol Lania nya anak kos Nakula" Damar menimpali.
---
Gue gerak ke kiri, Yoga juga ke kiri. Gue ke kanan, dia juga ke kanan seolah-olah menutup jalan gue.
"Apa sih, Ga?"
Gue abis mengangkat jemuran, karena ternyata baju buat besok kuliah belum gue angkat.
Yoga juga ngapain ngikutin kesini, tadi di meja makan dia juga diam aja. Gue pikir mungkin dia juga banyak pikiran makanya, diam aja.
"Gue mikirin lu" katanya
Yoga tuh sering banget bikin gue kaget awal-awal disini karena dia tuh kayak bisa baca pikirin orang.
Gue mengalihkan wajah memilih menatap pemandangan malam dari tempat jemuran daripada ngeliat dia yang lagi memerhatikan gue se intens itu.
Yoga maju selangkah "Lan, bisa liat gue dulu?"
Gue menggeleng, Yoga membungkukkan badannya membuat wajah kita sejajar. Gue dibikin kaget sama tingkah nya yang tiba-tiba ini.
"Apa sih, Ga?" Gue sedikit mendorong pundak nya, tapi Yoga bahkan tidak goyang sedikitpun.
"Please stop berpikiran kayak gitu, ya. You're worth it, lu cantik, manis, baik hati dan perilaku, lu juga pintar. Beberapa hari lalu gue ngobrol sama Angel"
Gue dengan cepat menatap Yoga dengan mata seribu satu pertanyaan. Jangan bilang temen micin gue itu cepu?
"Angel gak cepu, tapi gue yang minta dia cerita.. dia awalnya nolak, tapi akhirnya mau cerita and i thank her for that, so i can understands your concern. Maaf ya gue gak tau kalau selama ini lu ngerasa begini maaf in yang lain juga kita kurang peka"
"Bukan salah kalian" sahut gue lirih.. kaki gue lemas seketika mungkin ini karena gue yang selama ini merasa fine-fine aja walaupun diri gue gak baik-baik aja.
Gue menunduk menahan tangis sekuat tenaga, dengan kencang meremas kuat baju yang ada di pelukan gue. Gak mungkin kan gue nangis disini, nanti aja nangisnya di kamar.
"Kalau mau nangis disini juga gapapa kok, i'm here for you"
Si kulkas ini bisa diem gak sih, gue jadi makin pengen nangis kan. Mana manis banget lagi ngomong nya.
Yoga memegang pundak gue dan mengusapnya lembut "Gak usah takut kalau suatu hari yang lu takuti terjadi, lu gak sendiri dan gak akan gue biarin sendiri. I'm gonna protect you from their shitty mouth, trust me. Okayy?"
"Yoga diem-diem kayak fuckboy"
Si kulit putih ini malah terkekeh ganteng, kata-katanya barusan jujur aja menenangkan gue. Walaupun background kita lagi gak mendukung ygy, dibelakang gue nih ada jemuran underwear Rama sama Naga yang bikin jadi gagal aesthetic.
"Makasih, Yoga"
Yoga mengangguk "Mulai dari sekarang jangan pendem sendiri ya"
Gue mengangguk, barusan Yoga terdengar sangat tulus..
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
90 Days With Them
ChickLitLania Ereyna harus tinggal di kos an Nakula selama 90 hari, mau tak mau dia harus mau karena kos an nya sedang di renovasi. Pulang balik ke rumah hanya akan membuat kantong nya kering karena ongkos. Hufft! Menyesal juga, harus nya dia mendengarkan i...