Chapter 4 - Orange

108 13 11
                                    

Suasana di kelas 8-3 SMP Hilir di pagi hari sebelum pelajaran pertama seperti biasa dipenuhi hiruk pikuk para pelajar. Bel tanda pelajaran akan dimulai pun tidak begitu ampuh meredam suara mereka. Hanya ketika pintu kelas terbuka dan seorang guru berjalan masuk, suasana menjadi hening sesaat sebelum ketua kelas memimpin untuk memberi salam pada sang guru.

"Selamat pagi, Pak!"

"Selamat pagi semuanya. Silakan duduk. Hari ini kalian kedatangan seorang teman baru. Ayo, masuk."

Kelas kembali ricuh dengan para murid yang bertanya-tanya mengenai murid baru yang masuk di pertengahan semester. Seorang remaja laki-laki memasuki ruang kelas.

"Ayo, perkenalkan dirimu," kata sang guru.

"Namaku Blaze. Aku pindahan dari Kota Rintis."

"Itu saja?" tanya sang guru sambil menaikkan alis.

"Iya, Pak."

"Baiklah. Ketua kelas, beritahulah hal-hal yang dibutuhkan tentang sekolah kita pada Blaze."

"Baik, Pak!"

"Blaze, kamu boleh duduk di barisan paling belakang nomor dua dari kiri. Di sebelah ketua kelas."

"Baik, Pak."

Blaze berjalan dalam diam dan wajah datar menuju tempat duduk yang diberitahu oleh gurunya tanpa memperdulikan bisik-bisik di sekitarnya. Setelah dia duduk, sang guru memulai pelajaran mereka.

###

Bel istirahat berbunyi. Semua murid kelas 8-3 bernafas lega karena bisa bebas dari pelajaran matematika.
Blaze berdiri dan berniat untuk pergi keluar kelas, namun dia dihadang oleh 3 orang. Salah satu dari mereka adalah ketua kelas 8-3.

"Hai, Blaze. Aku ketua kelas 8-3 ini. Namaku Duri," kata Duri sang ketua kelas dengan tersenyum cerah. Bangkunya berada di samping kiri Blaze.

"Aku Taufan! Cowok terganteng di kelas 8-3!" Taufan berpose dengan dua jari berbentuk 'V' dan mengedipkan sebelah matanya. Blaze ingat, tempat duduk Taufan pas di depannya.

"Jangan dengarkan si bodoh ini. Aku Halilintar." Yang ini Blaze ingat duduk di depan Duri.

"Huh. Hali iri, ya? Iya, deh. Hali yang tertampan seantreo SMP Hilir!"

Bletak.

Taufan meringis mengusap kepalanya yang terkena jitakan Halilintar. Blaze hanya bisa sweatdrop.

"Hehehe ... Mereka memang selalu seperti itu dari dulu. Biarkan saja mereka. Aku akan mengantarmu keliling sekolah," ujar Duri.

"... Aku bisa berkeliling sendiri. Kau tidak perlu repot."

"Um ... Ini sudah tugasku. Atau kamu sudah lapar? Mau makan dulu?"

"Aku bilang tidak perlu. Kalian pergi saja sana. Tidak usah mengurusiku."

Nada Blaze yang ketus membuat Halilintar kesal.

"Tidak perlu berbicara seperti itu, kan? Duri sudah bertanya baik-baik," kata Halilintar sambil menatap Blaze tajam. Blaze balik menatapnya dengan pandangan menusuk. Sengatan kilat dan lidah api imajiner keluar dari mata masing-masing dan saling bertabrakan.

"Sudah, sudah. Aku akan tunjukkan tempat-tempat rahasia di sekolah, lho, Blaze? Aku juga akan mengajarkan tentang menu-menu di kantin sekolah kita yang enak-enak. Kamu mau ke kantin sama kami, gak? Hali yang traktir, deh!" Taufan berusaha mencairkan suasana.

"Hah? Kok aku?"

"Kan uang Hali yang paling banyak. Hehehe ...."

Halilintar memutar bola matanya. "Terserah."

Roulette Oneshots BoBoiBoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang