Chapter 9 - Black

93 5 0
                                    

Warning : Characters Death

###

Kilat menyambar-nyambar. Suara gemuruh guntur terus terdengar. Di bawah langit gelap yang tampak mengamuk, sebuah tiang kokoh berdiri.

Seorang lelaki tergantung di tiang itu. Baju zirah yang dulunya kokoh, kini telah remuk. Pedang yang membuat musuh-musuhnya ketakutan tiap kali melihatnya di medan perang, tergeletak di bawah kakinya, bilahnya patah menjadi dua. Jerit sumpah serapah tak henti-henti keluar dari mulutnya, nyaringnya mengalahkan suara petir di sekitarnya. Suaranya yang mulai habis ataupun mulutnya yang berdarah tak mampu menghentikan semua kutuk yang ditujukannya pada satu orang.

Satu orang, yang dulunya dia berikan sumpah setianya.

Satu orang, yang dia lindungi dan dia berikan kemuliaan tiap kali perang dia menangkan, menjadikannya seorang yang berdiri di tempat paling tinggi.

Satu orang, yang tak dia sangka akan menghianati kepercayaan dan kesetiaannya, bahkan membuatnya sampai seperti ini.

Amarahnya meluap-luap. Halilintar yang menggelar tiada henti bagaikan perwujudan dari emosinya saat ini.

Tiga hari, tanpa makan dan minum, membuat tenaganya mulai habis. Dia mulai merasakan kematian mendekatinya. Dia memandang tajam ke arah istana, di lokasi yang dia yakin orang itu sedang menonton keadaan menyedihkannya dengan mata merah yang entah sejak kapan menjadi dingin dan tidak beremosi selain ambisi.

Sebelum kesadarannya menghilang, ia meneriakkan satu kalimat terakhir. Tepat pada saat itu, kilat merah tepat menyambar tubuhnya.

'Aku tidak akan pernah memaafkanmu, walau aku mati sekalipun!'

###

Derap langkah cepat bercampur dengan suara dedaunan yang terinjak. Sekuat tenaga, seorang lelaki berlari menyusuri hutan. Di belakangnya, para prajurit mengejarnya.

Sreeetttt

Langkahnya terpaksa berhenti saat jalurnya terputus oleh jurang yang dalam. Bahkan dari tempatnya berdiri pun, suara deru angin di bawah sana terdengar memekakkan telinga. Lelaki itu menoleh, prajurit yang mengejarnya kian mendekat. Didekapnya kuat sebuah bungkusan, lalu meneguk ludah.

Perlahan matanya memejam. Hal ini sudah dia perkirakan sejak orang itu, pria yang kini berada di posisi teratas di Kekaisaran ini, tega membunuh orang dekatnya karena orang dekatnya itu bisa mengancam posisinya. Pastinya dirinya yang juga bisa mengamcam posisi orang itu tak akan dibiarkan bergitu saja.

Dengan seulas senyum terakhir, lelaki itu melompat. Dia masih mendekap erat bungkusan bahkan ketika tubuhnya tercabik-cabik oleh tajamnya sayatan angin lalu menghantam tanah.

'Aku harap ada dunia dimana kita semua dapat bahagia kembali.'

###

'Kenapa? Apa yang salah? Bagaimana bisa? Apa itu mungkin?'

Pertanyaan demi pertanyaan terus berputar dalam kepalanya. Ingin sekali dirinya menerjang dan menanyakan langsung pada sumber segala pertanyannya yang sedang duduk di tempat duduk mewahnya. Tapi dengan tangan dan kaki yang terikat serta mulut yang dibungkam, tidak ada lagi yang bisa dia lakukan selain melihat.

Dengan sedikit gerakan tangan dari 'orang itu', beberapa prajurit langsung bergerak menyeret tubuhnya ke dalam lubang yang hanya sedikit lebih besar dari seluruh tubuhnya.

Saat tanah mulai memenuhi lubang, barulah dirinya menyadari.

Dirinya, Perdana Mentri Kekaisaran, dihukum dikubur hidup-hidup karena fitnah. Dan yang memberi hukuman dengan mudahnya adalah Kaisarnya sendiri, yang telah dilayaninya dengan sepenuh hati.

Roulette Oneshots BoBoiBoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang