"Aku tak perlu menjelaskannya padamu, bukan?" Theona sedikit kesal karena penjelasannya tak diterima dengan baik oleh Maria. Bahkan temannya itu malah terkesan menggodanya. Theona melirik sekilas ke arah satu-satunya pria yang ada di dalam ruangan tersebut. Pria itu sejak tadiu hanya diam dan tak berhenti menatapnya. Theona gugup. Dia meminum kopinya kemudian dia bangkit dan membuka suaranya lagi. "Aku akan membuat kopi lagi, kopiku sudah habis," ucapnya sebelum pergi begitu saja meninggalkan semua yang ada di sana menatap heran dengan kepergiannya.
"Lihat, dia sudah membuat kopi di gelas keduanya pada jam sepagi ini. Kau tahu bukan, itu artinya semalaman dia tidak bisa tidur. Kupastikan itu..." ucap Maria pada Emily dengan pasti.
Letnan Andreas yang mendengarnya hanya bisa mengulaskan sedikit senyumannya. Setidaknya, bukan hanya dirinya yang tak bisa tidur semalaman. Theona juga merasakan hal yang sama, meski perempuan itu memilih memungkiri semuanya...
*******************
Bab 8 – Berpaling
Letnan Andreas menaruh tasnya di meja kerjanya, lalu dia membuka suaranya, "Aku juga akan membuat kopi. Apa ada yang kalian inginkan?" tanyanya pada Emily dan Maria.
"Jika tak keberatan, aku ingin dibawakan Latte." Maria menjawab.
"Aku tidak. Aku sedang diet kafein." Emily kali ini yang menjawab.
"Baiklah." Letnan Andreas akhirnya pergi meninggalkan ruangan mereka dan menuju ke arah pantry. Di sana, terlihat hanya ada Theona. Perempuan itu tengah membuat kopi untuk dirinya sendiri.
Letnan Andreas sedikit tersenyum, lalu dia mendekat dan mulai membuka suaranya "Jadi, kau sulit tidur semalam?"
Theona gelagapan setelah dia mendengar suara Letnan Andreas yang terdengar begitu dekat di telinganya. Dia membalikkan tubuhnya, dan benar saja, jika pria itu kini sedang berdiri tepat di belakangnya. Bahkan amat sangat dekat.
"Kau?! Apa yang kau lakukan di sini?" dengan spontan, Theona bahkan sudah menjauh.
Letnan Andreas mengangkat sebelah alisnya. "Aku mau buat kopi. Apa kau pikir aku datang ke sini untuk menciummu?" tanya Letnan Andreas kemudian hingga memnbuat mata Theona membulat seketika tak percaya dengan apa yang telah dikatakan oleh pria di hadapannya itu.
"Jangan bicara lagi tentang hal itu!" seru Theona.
"Kenapa? Kau menyesal sudah melakukannya?" tanya Letnan Andreas kemudian sembari mengawasi ekspresi Theona.
Theona sendiri segera membalikkan tubuhnya membelakangi prioa itu. Bukannya dia menyesal, hanya saja, Theona bingung dengan perasaannya sendiri. Dia tak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Apalagi denga pria yang belum genap sebulan dia kenal.
"Maaf, jika itu membuatmu menyesal. Kau bisa melupakannya dan bersikap seolah-olah tak terjadi apapun, bukan?" tanya Letnan Andreas kemudian. Letnan Andreas hanya tak ingin, sikap Theona yang seperti ini berlangsung lama. Theona tak bisa selalu menghindarinya, karena tugas utama Letnan Andreas adalah mengawasi Theona dan hal itu mengharuskan Letnan Andreas berada di sisi Theona.
"Kau juga akan melupakannya?" tanya Theona kemudian tanpa menghadap ke arah Letnan Andreas.
"Ya. Kita berdua akan melupakannya," jawab Letnan Andreas dengan pasti.
Theona menghela napas panjang. "Baiklah kalau begitu," hanya itu tanggapannya sebelum dia membalikkan diri dan memilih pergi meninggalkan Letnan Andreas.
Letnan Andreas menatap kepergian Theona dengan tatapan mata yang sulit diartikan. Apa perempuan itu kesal? Karena entah kenapa Letnan Andreas merasa jika Theona kesal padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRINCESS THEONA
RomanceLetnan Andreas memiliki tugas untuk mengawal seorang Putri Raja. Putri cantik bernama Theona yang ingin hidup bebas di luar negeri. Karenanya, dia memutuskan untuk berpura-pura menjadi pria asing yang selalu berada di sisi Theona. Dalam sekejap mata...