8. A Decision.

77 45 68
                                    

Pria bersurai legam itu menatap nanar ke arah jendela bus, memerhatikan orang orang yang tengah sibuk sendiri-sendiri dibawah sana, lalu lalang pejalan kaki, belum lagi dengan para pesepeda.

Dia berharap bahwa keputusan yang akan dia ambil ini benar, karena dirinya tak dapat memungkiri bahwa memang kini dia sangat membutuhkan pekerjaan itu.

Dia menggenggam amplop putih itu, dengan pikiran yang memenuhi kepalanya, memikirkan kemungkinan kemungkinan yang akan terjadi setelah ini.

Beberapa jam yang lalu.

Saat Doyoung membersihkan kamar Yuri.

Adik perempuannya itu telah berangkat ke kampus. Karena Yuri sedikit terlambat, jadi dia tidak sempat membersihkan kamar.

Jadilah Doyoung yang membereskan kamar Yuri yang bak kapal pecah itu. Mulai dari membenarkan sprei, melipat selimut, membenarkan posisi bantal dan juga bantal guling miliki Yuri.

Dan sampai pada saat dirinya akan membereskan tumpukan buku dan juga kertas diatas meja belajar Yuri yang agak terlihat tua itu, dia menemukan satu amplop putih dengan logo Universitas Yuri.

Doyoung mengerutkan dahinya, dia pikir adiknya meninggalkan suatu dokumen pentingnya saat pergi ke kampus.

Dia membulak balikan amplop itu. Kotor, sepertinya Yuri sempat menjatuhkannya. Karena rasa penasarannya, Doyoung membuka isi dari amplop itu.

Dia membaca surat yang isinya sangat menohok, bagaimana tidak? Ini adalah surat penagihan biaya semester kuliah.

“Surat penagihan?, tapi kenapa Yuri gak ngasih tau aku ya?” monolognya.

Dia kembali memasukan surat itu pada amplopnya dan menaruhnya seperti semula, lalu bergegas menuju ke kamarnya.

Dia mengeluarkan amplop dengan rupa yang sama namun dengan logo yang berbeda dari ranselnya, dia menatap amplop itu lamat lamat.

Doyoung menghela napas panjang, “Gak ada pilihan lain selain ini” lirihnya.

Ya. Doyoung akhirnya memenuhi panggilan kerja itu. Ingat saat Hyunjae memberikan surat panggilan kerja untuk Doyoung kan? Dia memutuskan untuk bergabung dengan perusahaan milik Lee Jeno. Dia benar benar tidak mempunyai pilihan lain, mengingat dia harus melunasi biaya kuliah sang adik yang nominalnya tak dapat diremehkan.

Dia mengerti kenapa Yuri tidak mengatakan apapun tentang penagihan itu, dia tidak ingin Doyoung menjadi banyak pikiran.

Doyoung sadar, bahwa dia sangat membutuhkan pekerjaan tetap, dan dia yakin ini adalah kesempatan yang tidak boleh dia lewatkan.

***

“Apa?! Gila ya lo?!” Joy terkejut setelah mendegar penuturan sahabat rusuhnya itu.

Mereka. Yuri dan Joy tengah berada di perpustakaan saat ini, awalnya Joy heran kenapa Yuri mengajaknya untuk berbicara empat mata. Tidak biasanya seperti itu.

Dan benar saja, sahabatnya itu penuh dengan kejutan, “Gak boleh ah!” ketus Joy.

Yuri mengulum bibir, “Gue mohon, cuman lo satu satunya orang yang bisa nolong gue."

“Ya tapi-Yuri lo gak bisa kayak gini, apalagi lo mau rahasiain ini dari kak Doy, kalo nanti dia tau gimana?.” Joy memalingkan wajahnya, “Ini bukan masalah spele, lo tau itu.”

Yuri menghela, menggenggam kedua tangan Joy yang membuat empunya tercekat, “Gue mohon, gue lagi butuh pekerjaan banget, dan satu satunya yang ada di otak gue sekarang adalah restoran ayah lo, kalo gue bisa kerja part time disana gue bakal punya penghasilan buat bayar biaya kuliah gue.” jelasnya panjang lebar “Gue gak peduli kalo harus jadi OB sekalipun.” lanjutnya penuh keteguhan.

I Love U Doctor!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang