*****Ketika cahaya sang fajar mengintip mali dari celah-celah gua, sinarnya menerpa kulit wajah pucat sang gadis bersurai kecokelatan itu. Nyanyian burung-burung kecil menyapa pagi yang baru, mengepak sayap-sayap indahnya untuk hinggap dari dahan satu ke dahan yang lain.
Livianne terbangun karena rasa lapar, perutnya berbunyi nyaring hingga membuatnya merasa tidak nyaman. Keningnya berkerut kala sepasang netra hitam itu mengedarkan pandangannya untuk menyapu segala sesuatu yang berada di sekitarnya.
Tidak, ini tidak benar!
Kalau otak Livianne tidak salah mengingat, malam itu dia masih berbaring di dasar jurang dalam keadaan luka parah di kepalanya. Tetapi saat ini, selain rasa lapar, dia tidak merasakan kelainan apapun.
Mustahil!
Livianne bangkit duduk dan menatap pakaian tidurnya yang sudah compang-camping, yang anehnya dia telah berselimut kulit binatang yang entah apa jenisnya. Gadis itu merasakan firasat buruk, kemudian matanya membola kala ingat bahwa dia sepertinya telah mengabaikan beberapa hal.
Sekali lagi, pandangannya menyebar ke segala arah hanya untuk sadar bahwa daerah sekitarnya adalah gue berukuran besar yang sepertinya berpenghuni. Oh ya, tentu saja. Seseorang mungkin telah menyelamatkan hidupnya, dan membawanya ke gua aneh ini untuk masa penyembuhan.
Perutnya bersuara lagi, tapi Livianne bahkan tidak punya keberanian untuk mengecek isi meja makan orang lain.
Mungkin, tempat ini tidak memiliki meja makan.
Gua besar ini berisi tempat tidur yang terbuat dari batu dengan panjang 6m dan lebar 4 meter, ada lorong di sudut kiri yang sepertinya gudang, terlihat dari berbagai barang berantakan yang menciut keluar dari celah-celah. Oh ya, jangan lupakan mayat domba yang tergelatak tak jauh dari tempat tidur, terlihat masih segar dengan darah yang mengalir.
Di sudut ruangan, ada meja kayu besar yang potongannya sangat kasar, seakan-akan kayu itu kebetulan ditemukan dan dibawa masuk untuk dijadikan meja.
Oh, makanan!
Sepasang mata Livianne berbinar gembira saat ia menemukan setumpuk buah segar yang entah apa jenisnya di atas meja kayu. Dengan rasa lapar yang menguasai perutnya, Livianne bangkit berdiri dan menghampiri meja kayu itu. Dia meraih salah satu buah yang terlihat paling segar, dan ketika ia menggigit, rasa segar perpaduan antara leci dengan tekstur apel hampir membuatnya mendesah puas.
Krek~
Langkah kaki di belakangnya membuat gerakan Livianne membeku, ia merasa sangat malu saat sadar bahwa dirinya mungkin telah bersikap tidak sopan di kediaman orang lain. Ia dengan perlahan-lahan menoleh dan langsung membungkuk pelan dengan tatapan menghadap tanah.
"Anu.., maaf! aku terlalu lapar, jadi.., maksudku, aku akan menggantinya nanti. Pokoknya, maaf!" Livianne menunggu cukup lama tanpa ada respon apapun, jadi dengan rasa penasaran ia mendongak. Kemudian, buah aneh dalam genggamannya terjadi dan menggelinding di atas tanah. "UWAAAA, SERIGALA!"
Livianne sangat panik, ia tahu bahwa lari hanya akan menarik amarah sang binatang buas, tapi tidak ada yang bisa ia lakukan selain lari. Jadi ia berbalik dan lari ke arah salah satu lorong di gua itu, terus melangkah dengan nafas menderu tanpa mau capek-capek berpikir kemana tujuannya akan berlabu.
Setelah hampir 30 menit berlari, akhirnya Livianne sadar bahwa tak ada yang mengejarnya. Langkah kakinya perlahan-lahan berhenti kala ia dengan ragu menoleh, dan lorong gelap tanpa jejak kehidupan berhasil menyambut pandangannya.
Sial, mati aku!
Livianne tidak menyangka bahwa ia akan begitu sial. Ia ingin kembali dan menunggu orang aneh yang tinggi dia, itu lebih aman, tapi juga dengan resiko besar jika serigala itu masih di sana atau sudah pergi dan berniat untuk menjenguknya. Dia juga ingin terus berlari mencari tahu apa yang akan ia temukan di ujung lorong ini. Tapi dia takut, lorong gua ini gelap, berbau lembab, tanah dibawah kakinya seperti lumpur, dan yang terpenting adalah Livianne tidak tahu dimana ia berada sekarang. Bagaimana jika dia terus berlari hanya untuk mendapati dirinya tersesat? tidak, dia memang sudah tersesat!
Livianne sangat panik hingga air matanya menetes dari pelupuk matanya, dan dengan putus asa ia berjongkok dan menangkup wajahnya dengan kedua tangan. Tatapannya mengunci lorong gelap, putus asa dan kebingungan.
Waktu berlalu dan Livianne tidak tahu bagaimana dia bisa tertidur dalam posisi berjongkok, tapi deru nafas yang menghantam wajahnya membuat ia terbangun dari tidurnya.
Membuka mata, oh, itu wajah besat serigala berbulu yang hanya berjarak sekitar 20-30cm darinya.
Cukup sudah, Livianne bahkan tidak punya cukup tenaga dan keberanian untuk berteriak atau berlari saat ini.
Ia ingin mundur, tetapi kedua kakinya terasa keram yang mengakibatkannya terjatuh ke belakang. Hanya ketika rasa sakit membuatnya mengernyit, Livianne sadar ada yang aneh dengan serigala di depannya.
Serigala ini berbulu perak dengan mata kebiruan— sedikit mirip husky, bulunya juga tebal dan mengambang, hm, cukup lucu. Tapi bukan itu fokus Livianne saat ini, melainkan tindakan serigala itu yang menggigit anyaman keranjang berisi buah yang tadi Livianne makan.
"H-halo, T-tuan serigala. Aku minta maaf untuk buah tadi, aku.., aku akan ganti rugi. Aku janji! ja-jadi, jadi, tolong jangan makan aku!"
Livianne masih ingin melarikan diri, tetapi serigala itu menunduk dan meletakkan anyaman keranjang itu di atas pangkuannya. Tidak samapi disitu, serigala itu menggunakan hidungnya untuk mendorong pelan keranjang buah. Seakan-akan berkata, "makanlah!"
Livianne terperangah, menduga apakah dia sedang berhalusinasi. Jika tidak, mengapa dia merasa bahwa serigala di hadapannya ini tidak hanya tidak buas, tetapi juga terlihat sangat spiritual?
Menunjuk ke arah dirinya, Livianne bertanya dengan nada ragu-ragu.
"Buah ini.., untuk aku?"Serigala itu mendorong keranjang buah sekali lagi, artinya jelas; silahkan. Livianne bahkan merasa bahwa ia melihat senyum menyanjung dalam tatapan serigala itu, namun dengan cepat ia pangkas.
Ini adalah binatang buas, sadar, Livie!
Sekeranjang buah di pangkuannya menguarkan aroma manis yang memikat, sontak saja perut Livianne berderu kelaparan dibuatnya. Pandangan gadis itu berpindah antara keranjang buah dan serigala di hadaapnnya, dan akhirnya dengan ragu ia mulai mengambil sebuah buah dan menggigitnya dengan keras.
Suara renyah terdengar, dan rasanya semanis madu. Mata Livianne menyipit dengan bahagia, ingin mengambil gigitan lain saat merasa bahwa ia tengah ditatap. Mendongak, ah benar, masih ada serigala di dekatnya.
Tanpa sadar, Livianne melempar senyum canggung, yang anehnya dibalas serigala dengan menyodorkan kepalanya. Seakan-akan.., minta untuk dielus.Jni benar-benar serigala? bukan husky?
Meski hatinya sibuk menerka-nerka, Livianne dengan lembut menyodorkan tangannya, gerakannya sangat lambat sebelum akhirnya mendarat di atas kepala berbulu itu. Ia mengusapnya dengan canggung beberapa kali, dan kemudian tidak bisa menahan diri untuk tersenyum.
"Lucunya!" matanya membentuk bulat sabit, tidak menyadari tingkah aneh serigala yang nampak malu-malu memangkas jarak.
Ketika Livianne tersadar, serigala perak itu sudah duduk di hadapannya, menemaninya untuk menghabiskan sarapan.
Livianne tidak tahu apa karena ia sudah kenyang dan dalam suasana hati yang baik, atau karena ia merasa sedikit bosan dan kesepian. Tapi dia menatap serigala jinak di hadapannya, dan mulai berbicara dengan nada ramah.
"Halo, Tuan Serigala. Namaku Livianne, Livie! salam kenal."
*****
Bersambung..,
*****
Berikan vote & comment agar novel ini terus berlanjut, see you, guys!♡
KAMU SEDANG MEMBACA
MELINTASI DUNIA BINATANG.
FantasyLivianne tahu bahwa ibu tiri-nya sudah lama menaruh benci padanya, namun ia tidak pernah menduga bahwa kebencian yang wanita itu simpan cukup besar untuk menjual Livianne ke rumah bordil. Tahu bahwa masa depannya mungkin akan hancur lebur tanpa jala...