04.

1.1K 201 23
                                    

*****

Mentari terbenam di ufuk timur, membuat langit berubah warna menjadi oranye yang terlihat begitu indah. Sinar senja menerpa tubuh kurus Livianne yang meringkuk, surai indahnya berubah warna menjadi coklat keemasan, seperti dibaluti oleh sihir ajaib. Namun sang empu masih sibuk menangis dengan punggung bergetar.

Vellios duduk di samping tempat tidur kayu dengan perasaan bersalah. Jika dia bisa, dia benar-benar ingin merubah wujudnya sekarang dan memberitahu gadis itu untuk jangan menangis. Jika gadis itu marah, maka dia boleh memukul tubuh Vellios untuk memberikan dirinya perasaan lega. Tapi Vellios tidak bisa bicara dalam bentuk serigala.

Malam itu saat ia mencoba mencari keberadaan bunga mentania yang digambarkan dalam rumor, Vellios menemukan tubuh seorang gadis berbaring di atas tanah dalam keadaan tak sadarkan diri. Tubuh kurus itu penuh luka dan darah segar terus mengalir dari kepalanya.

Vellios panik dan bergegas menggunakan seluruh energi sihir yang ia punya untuk menyembuhkan tubuh gadis itu. Hanya saja, karena energi sihirnya terlalu lemah dan ia menggunakan seluruh energi sihirnya pada tubuh gadis itu, Vellios tidak memiliki energi untuk merubah fisik manusianya.

Beberapa hari belakangan energi yang ia serap dengan latihan penyerapan energi berjalan lambat seperti biasanya, jadi Vellios benar-benar belum bisa berubah ke bentuk manusianya.

"Energinya masih belum cukup, masih perlu sedikit lagi.."

Telinga serigala perak itu layu, namun ia segera memikirkan bahwa matahari akan segera terbenam. Vellios perlu berburu dan membawa buah segar untuk gadis itu.

Ketika Vellios pergi, Livianne yang sedari tadi sibuk menangis akhirnya berhenti. Mata indahnya membengkak dan ujung hidungnya berwarna kemerahan, wajah dinginnya berubah sedikit lembut karena hal itu.

"Apakah Vellios sudah pergi? marah karena aku mengacuhkannya?"

Jujur saja, Livianne hanya stress dan butuh tempat untuk melampiaskan. Saat dia tahu kebenaran Vellios, ia merasa kekecewaan dan penuh kemarahan. Sejujurnya, dia tahu bahwa dia hanya butuh tempat untuk melampiaskan amarahnya, dan Vellios adalah target yang tepat. Tetapi hanya itu, dia tidak benar-benar menyalahkan Vellios. Bantuan Vellios selama ini sudah cukup untuk menutupi kesalahan kecil itu.

Jadi, hanya karena Livianne marah dan mengabaikan Vellios, bukan berarti dia ingin Vellios pergi.

Di dunia antah berantah yang aneh ini, Livianne hanya mengenal Vellios seorang. Kebaikan serigala perak itu memberikannya rasa aman. Bagaimana Livianne benar-benar ingin Vellios pergi? dia hanya terlalu emosional dan mengatakan beberapa kalimat bodoh.

Sepasang kaki ramping itu melangkah khawatir meninggalkan gua, dan mulai menunggu pulangnya Vellios.
"Dia mungkin hanya pergi mencari makanan, seperti biasa." Kemungkinan itu cukup besar, sehingga Livianne menyakinkan dirinya untuk tidak bertingkah impulsif kali ini.

Hanya setelah matahari benar-benar tenggelam dan tudung hitam membalut seluruh langit, kepanikan Livianne tidak lagi mampu ia kendalikan.

Matanya memerah dan ia mulai berlalu-lalang di depan pintu gua dengan wajah bingung.
"Dia benar-benar pergi? tidak akan kembali?" kali ini, Livianne benar-benar menyesali kekasarannya. Jika dia tidak mengusir Vellios, apakah serigala perak itu akan benar-benar pergi meninggalkannya?

Perasaan takut, sedih, dan khawatir membuat Livianne berbalik ke salah satu cabang gua tempatnya biasa ia memasak. Cabang gua ini adalah salah satu cabang gua yang paling besar, setiap sudut gua dipenuhi tulang-belulang hewan raksasa yang entah apa jenisnya. Di tengah-tengah gua, sebuah api unggun tertata rapi. Api unggun ini sangat aneh, dia tidak berasap, dan setelah digunakan berhari-hari tidak hanya tidak padam tetapi juga belum sepenuhnya berubah menjadi arang. Kayu-kayu bakar yang sering Vellios bawakan juga belum sempat ia pakai.

MELINTASI DUNIA BINATANG.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang