"Kau tidak ingin mampir?""Lain kali saja. Aku belum membersihkan teater hari ini."
Joshua memelukku sebentar. Badannya yang besar membuatku merasa seperti sedang dipeluk pacarku, Greyson.
Tidak. Pelukan Greyson berbeda. Dia selalu menyandarkan dagunya di kepalaku.
Aku merindukan pelukannya, wangi jaketnya, dan... hembusan nafasnya.
Joshua mempererat pelukannya lalu berbisik, "Greyson membutuhkanmu. Greyson... membutuhkanmu, Alice."
Sepulang dari rumah sakit, sepertinya aku juga mulai merasa sakit. Tepatnya di bagian hati.
"Aku... tidak boleh menangis. Dia tidak tepat untukku. Dia hanya kasihan. Itu saja."
Kali ini aku membenarkan perkataan nenek Beth. Dialah orang yang waktu itu meremehkan Greyson di hadapanku, mengatakan bahwa dia bukan orang yang tepat.
"Aku harus mandi sebelum ibu pulang, kalau tidak dia akan marah," aku menasehati diri sendiri.
Tangisanku yang kupikir akan meledak setelah Joshua pulang malah mereda. Sekarang perasaanku menjadi lebih baik.
"Alice? Alice? Di mana kau?"
"Aku di sini, Bu," jawabku dari kamar mandi.
"Ada yang ingin ibu bicarakan denganmu. Ini penting."
Ibu menghempaskan tubuhnya di kursi ruang makan. Dari suara decitan kursi yang ia buat, sepertinya ibu masih mengalami stres atau semacamnya. Apa ini ada hubungannya denganku?
Aku segera keluar dan memakai baju tidurku. Kurasa malam ini aku hanya akan menangis ria di dalam kamar. Meratapi Greyson yang tidak mengakuiku sebagai orang yang ia kenal.
"Kenapa kau berpakaian seperti itu, Alice? Ada apa dengan matamu? Siapa yang membuatmu menangis?? Apa si Joshua itu?" Sergap ibu dengan pertanyaannya. Dia memegang dahi lalu pipiku, memastikan keadaanku baik-baik saja.
"Tidak apa. Mataku terkena air hujan saat pulang naik sepeda tadi. Itu saja."
Ibu membawaku ke kamar lalu menyuruhku duduk di kursi. Tidak lama kemudian, angin hangat mulai meniup rambutku. Jari-jari ibu menyisir rambutku sambil mengeringkannya perlahan.
"Mungkin kau akan sedikit terkejut."
"Apa maksud ibu?"
Aku sudah cukup terkejut hari ini. Benar-benar bukan kejutan yang menyenangkan.
"Greyson sakit. Dan dia sudah tiba di Edmond."
"Lalu?"
Ibu berhenti menyisirku. "Apa maksudmu dengan 'lalu'? Berita ini tidak penting untukmu?"
Oh, tidak. Secepat itukah aku membenci Greyson?
"Aku hanya tidak tahu harus berkata apa."
"Setidaknya ada perasaan khawatir yang kau tampakkan, Alice. Apa kau tidak ingin mengetahui keadaan Greyson?"
"Mm... entahlah."
"Apa ada sesuatu yang terjadi di antara kalian?"
Aku mengangguk.
"Boleh ibu tau?"
"Percakapan terakhir kami kurang menyenangkan..." aku berbohong.
Suara angin hangat tadi tidak terdengar lagi. Ibu menggenggam tangan kananku lalu menciumnya.
"Kalian masih bisa memperbaikinya. Untuk saat ini, ibu rasa dia benar-benar membutuhkanmu. Percayalah."
Aku menghela napas. Otakku tidak bisa menemukan jawaban kenapa orang-orang normal mengatakan hal yang sama. Greyson membutuhkan sosok gadis buta sepertiku? Apa kau bercanda?

KAMU SEDANG MEMBACA
Desire
ФанфикIa adalah suara yang selalu ingin kudengar. Menyebalkan, tapi aku suka.