Alice's POV
"Nanti kutelepon lagi. Aku akan mengurusnya. Tidak lama lagi, aku janji."
Aku mendengar suara ibu dari kejauhan. Sepertinya dia menelepon teman kantornya.
Tidak lama kemudian ponselnya berdering.
"Ya? Halo? Oh, ini aku. Ya ya, mmm... nanti. Mungkin 2 minggu lagi. Ya, aku tahu itu. Apa? Mengapa dipercepat? Tidak, kau sudah mengatakan bahwa tenggat waktunya masih lama. Kau tau gajiku sangat sedikit, Anthony." Ibu terdiam beberapa saat. "Baiklah, aku mengerti. Terima ka--"
Teleponnya terputus. Kurasa itu pertanda buruk.
Mendengar percakapan ibu tiba-tiba aku teringat Greyson. Sudah beberapa hari ini dia belum menghubungiku.
"Alice?"
"Ya?"
"Ada temanmu di luar."
"Joshua?"
"Mm."
Jawaban singkat ibu seperti suatu pertanda buruk kedua di telingaku.
"Pastikan kau tidak kemana-mana," ujarnya.
"Baiklah..."
Aku meraba dinding hingga ke pintu depan. Bayangan tubuh Joshua menghalangi hangat sinar matahari sore yang biasanya menembus jika aku berdiri di sini.
"H-hai."
"Hai. Ada apa?"
"Ng... apa kau mau menonton pertunjukan teater malam ini?" Tanyanya dengan cepat. Mungkin lidah Joshua benar-benar lentur.
"Aku rasa tidak. Ibuku melarangku keluar."
"Hmm... baiklah. Bagaimana kalau besok? Apa aku boleh mengantarmu pulang?"
"Tentu. Maaf aku membiarkanmu berdiri di sini. Suasana hati ibuku sedang tidak baik. Aku harap kau mengerti..." ucapku dengan suara yang semakin kecil.
"Tidak apa. Aku bisa melihat dari raut wajahnya tadi."
Aku tersenyum mendengarnya.
"Sampai ketemu besok?"
"Ya, sampai ketemu besok."
***
"Bu, temanku yang kemarin akan mengantarku pulang."
"Apa dia baik?"
"Ya, dia baik. Nenek Beth yang memperkenalkannya padaku."
"Kau harus ada di rumah sebelum ibu. Mengerti?"
"Mengerti," ucapku diikuti kecupan ibu.
Aku mengeluarkan tongkatku dan menuntun diriku masuk ke dalam kelas.
Beberapa menit duduk di kelas membuat kepalaku seperti diremas oleh tangan yang besar.Aku tidak mengucapkan salam saat guruku masuk. Kepalaku benar-benar sakit.
"Alice? Apa kau sakit?" Seseorang memegang pundakku.
"Kepalaku sakit. Sedikit. Aku baik-baik saja, bu guru."
"Tapi kau berkeringat dan terlihat pucat. Mari kubantu."
Ibu guru membawaku ke ruang perawatan. Di sana aku berbaring beberapa saat dan sempat tertidur hingga waktu makan siang tiba.
*ggrrlllwwpp...*
Dasar perut bodoh...
Aku meraba dinding mencoba mencari jalan keluar. Tiba di koridor aku mencium bau parfum yang kukenal.

KAMU SEDANG MEMBACA
Desire
FanficIa adalah suara yang selalu ingin kudengar. Menyebalkan, tapi aku suka.