Desire

4.6K 128 12
                                    

Hola! Dhani's here. Ini fanfic one-shot kedua gue yang pake kata "aku" dalam penulisannya, tapi yang ini agak lebih beda dari sebelumnya. DAN, kalau ada kemiripan yang kalian temuin di GLS gue, mungkin kemiripan itu ada di GLS punya @GreysonYou (Football), @febrinadia (Well, I'm Yours), dan @chandatamaop (The Power of Eyes). Soalnya gue adalah penggemar ketiga GLS itu dan kebetulan idenya muncul dari situ juga (:

Selamat membaca!

Don't forget to vote and comment!

_________________________________________________________

Hari ini bukanlah hari yang menyenangkan. Mungkin hari ini akan masuk ke dalam daftar hari terburuk se-Edmond bagiku. Aku sedang berjalan di atas aspal bersama Greyson menuju mobilnya. Entah otaknya sedang korslet atau dia memang bodoh, Greyson meninggalkan mobilnya di tempat yang begitu jauh dari sekolahku. Padahal aku tahu mereka menyediakan lahan parkir untuk tamu sekolah atau penjemput para murid.

"Ya ampun... kau bisa saja masuk lubang, kau tahu?" ketus Greyson kesal. Dia memegang lengan bajuku lalu menarikku ke trotoar.

Siang itu benar-benar terik, aku bahkan bisa merasakan bulir keringat yang mengalir di pelipisku dan membuatku geli.

"Semestinya kau memakai seragam lengan pendek. Apa kau tidak mendengar radio pagi tadi? Cuaca akan sangat cerah, bahkan terlalu cerah. Dan kau tahu cerah itu berarti panas. Dan... kenapa kau tertawa?" tanya Greyson. Tangannya kini menggenggam tanganku.

"Tak apa. Aku hanya geli."

"Geli?"

Dia mendengus. Sepertinya matahari telah mengubah emosinya siang ini. Ketika matahari semakin tinggi, maka emosinya juga semakin naik. Saat ini dia lebih mirip dengan gadis yang baru saja menstruasi. Bahkan suara tawa kecilku juga bisa mengganggunya.

"Kau tahu 'kan kalau kau itu merepotkan? Jadi tunggulah di sini dan jangan kemana-mana. Aku hanya sebentar."

Tanpa menunggu jawabanku, dia langsung masuk ke dalam toko. Greyson meninggalkanku di sebuah bangku, tepat di bawah sesuatu yang meneduhkan di toko ini. Apa namanya...uh...atap? Tak lama kemudian dia kembali dengan sesuatu di tangannya. Dia meraih tanganku lalu menyuruhku mengambilnya.

"Apa ini?"

"Untukmu. Bibirmu terlihat kering. Memangnya kau sebegitu hausnya? Kau bahkan tidak menyuruhku membelikanmu sesuatu atau bahkan mengelap keringat di jidatmu ini," Greyson menyeka dahiku dengan telapak tangannya lalu mengelapnya di celana jeansnya.

"Sebagai laki-laki, sisi romantismu itu benar-benar aneh."

"Apanya?" Tanyanya seperti orang tuli.

"Semestinya kau menyeka dahiku dengan sarung tangan, atau tisu."

"Ya ya ya... aku mengerti, nona steril. Sekarang ayo kita pulang. Sebelum-"

Ucapannya tiba-tiba berhenti. Kami mendengar suara sirene ambulans yang melintas di seberang jalan.

"Sebelum...?"

"Sebelum kepalaku pecah karena kepanasan."

Greyson menarikku menuju mobilnya, Moses. Kadar keanehannya semakin menjadi setelah dia membeli mobil ini tahun lalu. Seleranya kuno, tapi aku suka. Yang membuatnya aneh adalah...mengapa dia harus memberi mobinya sebuah nama? Toh ini bukan peliharaan.

Dia memegang kepalaku, mencegahnya agar tidak terantuk untuk kesekian kalinya. Dia lalu berpindah ke balik kemudi lalu menyalakan AC. Untuk sebuah mobil tua, Moses tidaklah begitu buruk. Tapi keadaannya akan berbeda jika musim dingin tiba. Kau mungkin akan sering mendengar Greyson berkata 'aku ada di bengkel'.

DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang