Satu

93K 8.2K 46
                                    

Lamiya membuka Pintu Kamar Alfred secara perlahan-lahan. Aroma tembakau memenuhi ruangan, dinginnya suasana membuat bulu kuduk berdiri, aroma Alkohol yang pekat menyakiti indra penciumannya diantara semua itu yang paling menonjol adalah seseorang yang duduk di Sofa.

Alfred Riedl.

Duduk dengan kedua kaki menyilang, Rokok yang terus-menerus menyala di Asbaknya dan Botol-botol Minuman Keras sejak kemarin malam. Penampilan terlihat berantakan, ia hanya menggunakan Jubah Mandi, rambutnya acak-acakan dan basah sepertinya pemuda itu baru saja selesai membersihkan diri.

Lamiya menggigit bibirnya.

Sialan.

Sampai kapan ia harus melihat adegan menyedihkan ini?!

Gadis itu menarik nafas dalam-dalam, menegakkan pundaknya dan menggenggam nampan di tangannya dengan erat.

"Kak Al!" Panggilnya.

Mata Hazel itu menolah, kekosongan dan penderitaan terlihat disana.

Lamiya merinding di tempatnya.

Mata lembut itu sudah tidak ada lagi.

Hanya ada keputusasaan dan ketidakinginan untuk hidup.

"Apa?" Suaranya berat dan sedikit serak.

Sudah Setahun berlalu, Novel sudah berakhir, Antagonis sudah dihukum, Protagonis Pria dan Wanita juga sudah bahagia.

Tapi kenapa hanya kamu seorang yang tidak bahagia?

"Kakak tidak Makan sejak kemarin, Miya membawa Bubur Ayam dengan Bawang Goreng yang banyak untuk Kakak, kesukaan Kakak. Kak Al mau makan?"

"Letak saja disitu." Mata kosong itu tidak menatapnya lagi, sekarang ia hanya melihat langit malam dari Balkon.

"Oke, Miya letak disini." Lamiya meletakkan Nampan itu di atas Nakas. "Kakak harus makan, besok Kakak juga ada Jadwal Kuliah dan Rapat di Kantor, Miya tidak mau Kakak sakit." Kedua jarinya saling bertautan, ia sebenernya takut, takut pemuda itu akan marah padanya.

"Hm." Hanya seperti itu respon nya.

Lamiya kembali mengigit bibirnya, sudah tidak bisa dihitung berapa kali ia melakukan hal itu. "Besok Miya naik ke kelas 11 ada pengambilan Raport, Kakak bisa datang?" Kedua orang tua mereka sudah tiada, hanya Alfred yang bisa ia harapkan.

Alfred Riedl yang malang.

Dia kehilangan kedua orang tuanya, sahabatnya, cintanya, dan tujuan hidupnya.

Sekarang ia sendirian menanggung beban berat seperti Lamiya dan perusahaan peninggalan kedua orang tua mereka.

Lamiya sebisa mungkin ingin membantu.

Meksipun hanya sedikit.

"Baiklah."

Mendengar jawaban itu Lamiya tersenyum lebar, dia menatap penuh harap pada Pundak lebar pemuda itu. "Hanya sebentar, setelahnya Kakak bisa pergi Rapat di Kantor kemudian pergi kuliah."

Helaan nafas terdengar.

Jantung Lamiya berdebar kencang.

"Aku tahu, jika tidak ada urusan lagi pergilah."

"B-aik!" Sepertinya ia sudah terlalu lama disini. "Undangan nya Miya letak di Nakas, besok Jam 8 Pagi kak, kalau gitu Miya pergi dulu kakak, jangan lupa makan Bubur nya." Ia berjalan mundur, membuka pintu dan segera keluar.

Gadis itu menghela nafas.

"Kapan kamu akan Move On?" gumam nya.

Semuanya sudah selesai sekarang.

After Ending (The End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang