Dua Puluh Delapan

39.4K 4.2K 469
                                    

Setelah puas mengelilingi Sekolah Lamiya dan Alfred duduk di salah satu Bangku di dekat Lapangan. Alfred duduk dengan tangan kanan yang memegangi Muffin dan Lamiya duduk sembari memperhatikan pria idamannya dari jarak yang paling dekat yang ia bisa.

Alfred mengerutkan keningnya. "Apa lihat-lihat?"

Lamiya menggelengkan kepalanya. "Emang engga boleh, aku kan punya mata." Dia nyengir.

Alfred menghela nafas, ia mengigit kecil Muffin di tangannya.

"Enak gak?" tanya Lamiya.

Alfred mengangkat bahu tidak tahu.

"Aku yang buat padahal, sama teman-teman."

Dia tidak mengatakan apapun tapi kembali mengigit Muffin itu.

Lamiya tersenyum senang.

Ia suka menghabiskan waktu bersama seperti ini. Jika saja sejak awal ia bisa bermain dengan cantik, maksudnya ia tidak seharusnya mendatangi Alfred saat itu ke kamarnya setelah ia mengetahui kebenaran. Jika saja ia lebih pandai, mungkin kedekatan mereka bisa lebih cepat dari ini.

Lamiya yang bodoh.

Tapi waktu itu perasannya sedikit menggebu-gebu, ia ingin Alfred menjadi miliknya.

Bagaimanapun juga Alfred adalah satu-satunya orang yang ia cintai di Dunia ini.

Tiba-tiba saja Ponsel Alfred berdering.

Lamiya menatap layar yang menampilkan nama Tante Naomi.

"Dia ada urusan apa lagi?" tanya Lamiya, wajahnya berubah kesal.

Alfred mendorong wajah gadis itu, ia memberi isyarat untuk diam dan mengangkat teleponnya. "Halo Tante." Suaranya berat dan serak.

"Halo Alfred, kamu dimana? Tante cari-cari daritadi engga kelihatan."

"Di dekat Lapangan Tante."

"Kamu lihat Maura di atas panggung bersama Noah kan? Kamu pisahkan mereka dan ajak Maura ke parkiran belakang Sekolah."

Dari sini masih terdengar suara Maura dan Noah yang sedang berbincang dengan MC.

"Sebentar lagi acaranya selesai Tante, nanti aku bawa dia kesana."

"Syukurlah kamu mau bekerja sama, tolong yah Alfred Tante benar-benar butuh bantuan kamu saat ini.".

"Baik Tante."

Sambungan terputus.

"Jadi kamu pergi?" lirih Lamiya, ia menatap Alfred yang berdiri dari tempatnya.

"Kita bahas ini nanti." Alfred ingin pergi tapi Lamiya menahan lengannya.

"Kalau aku minta jangan pergi, kamu mau?" Dia menatap Alfred serius.

Alfred berdecak kesal. "Jangan bertingkah." ketusnya, ia menarik lengannya dari genggaman Lamiya.

Lamiya menggigit bibirnya, lagi.

Dia menerima penolakan lagi.

"Jangan pergi Alfred."

Langkah kaki Alfred berhenti.

Lamiya menatapnya dingin. "Jika kamu pergi aku jamin kamu engga akan pernah lihat aku yang sama lagi." Dia sudah memberikan pemuda itu peringatan bukan?

Alfred tersenyum mengejek, harga dirinya tersinggung.

Apa-apaan gadis ini, emang apa arti keberadaannya untuk Alfred, ia hanya adiknya.

After Ending (The End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang