Delapan Belas

41.4K 3.9K 139
                                    

Setelah liburan singkat di Rumah keluarga Habrin, Lamiya memutuskan untuk pulang setelah Jam Makan Siang. Nenek Habrin sangat baik padanya, memberikan banyak lauk-pauk untuk ia bawa pulang, adik perempuan Habrin sangat manis dengan celotehnya bahkan ia beberapa kali memberikan Lamiya makanan kesukaannya, Habrin juga sangat baik padanya, selama setengah hari itu Lamiya jadi tahu bagaimana kehidupan seorang Habrin.

Ia adalah pemuda yang penuh tanggung jawab dan mandiri. Nenek bercerita padanya, setiap hari sebelum berangkat Sekolah Habrin akan menyiapkan Hayley dan membawanya ke TK, setelah Pulang Sekolah ia juga harus menjemput Hayley, setelah mengantar Hayley ia berkerja sebagai Pelayan di sebuah Cafe hingga pukul 12 Malam.

Sebenarnya keluarga mereka tidak kekurangan uang tapi Habrin berkata padanya.

"Gue engga mau ketergantungan dengan uang kedua orang tua gue."

Seperti Noah harus belajar tentang kemandirian pada Habrin.

Tapi semakin mengenal Habrin Lamiya menyadari sesuatu yang lain.

Dia mirip dengan Alfred sebelum Novel berakhir.

Pekerja keras, sayang dengan adik perempuannya, mandiri, dan ramah pada semua orang.

Membuat perasaan Lamiya menjadi tidak enak.

Bagaimana jika Habrin menjadi Alfred yang lain karena dirinya.

Lamiya tahu, dari cara pemuda itu memperlakukannya.

Tidak mungkin tidak ada perasaan yang ikut tercampur dalam tindakan.

Lamiya tidak ingin menjadi Maura.

Membayangkan hal itu ia menjadi jijik pada dirinya sendiri.

Jadi di depan Gerbang Rumahnya.

Setelah turun dari Motor Habrin.

Dia mengatakan sesuatu yang mungkin bisa merubah hubungan mereka.

"Gue suka sama Kakak gue sendiri."

Awalnya Habrin terkejut, tapi kemudian ia tersenyum kecil. "Gue tahu."

Kedua mata Lamiya membelak. "Apa? Sejak kapan?" Bagaimana dia bisa tahu.

"Sejak awal."

Di Rumah sakit waktu itu.

Sorot mata Lamiya menatap Kakak laki-lakinya sendiri bukanlah sorot mata seorang adik yang menyayangi Kakak laki-lakinya.

Itu sorot mata seorang gadis yang sedang Jatuh Cinta pada seorang pria.

Memuja.

"Gue tebak kalian bukan saudara kandung?"

Lamiya mengangguk. "Gue baru tahu beberapa Minggu lalu." Dia melirik raut wajah pemuda itu. "Gue menjijikkan yah?" lirihnya.

"Sejujurnya iya." Habrin tidak bisa berpikir secara logika, jika adik perempuan yang ia rawat sejak kecil jatuh cinta padanya hanya karena kenyataan bahwa mereka bukan saudara kandung. "Tapi engga ada yang bisa menyalahkan perasaan itu, seseorang bebas menyukai siapapun."

"Tapi terkadang kenyataan itu kejam, hanya karena sebuah perbedaan, sebuah perasaan bisa dianggap sebuah lelucon."

Lamiya tertegun ketika mendengarnya. "Setelah semua ini kita masih bisa jadi teman kan?"

Habrin tersenyum tipis, ia mengangguk ragu. "Iya, kita kan memang teman." Dia mencibir. "Teman sekelas."

Tanpa mengatakan apapun ia berbalik arah dengan Motornya dan berlalu pergi.

Tanpa sadar air mata Lamiya jatuh.

Gadis itu berjongkok di tanah.

Gawat.

After Ending (The End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang