Akhir terbaik, bukan hanya tentang sedih atau bahagia. Tapi dari bagaimana cara kita menyikapinya.
Ada banyak pertemuan. Tidak semuanya kekal. Banyak di antaranya yang berujung perpisahan abadi.
Ada banyak pertikaian. Tidak semuanya terselesaikan d...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Paketnya datang tadi sore. Tidak seperti biasa, kali ini ia langsung membukanya. Tanpa melihat buku panduan, ia letakkan benda itu di dekat perapian. Kamar apartemennya memang kecil, jadi ia tak perlu membeli banyak.
Lagipula, orang-orang akan mencurigainya. Terlebih selama beberapa hari ke belakang, ia banyak diawasi. Padahal dia bukan orang jahat, tapi orang-orang selalu menatapnya sengit.
Apalagi di musim olimpiade seperti ini. Tidak ada orang santai di sekitarnya. Selain dari satu-satunya orang yang ia cintai, tidak ada tatapan lain yang menghangatnya hatinya. Putri Es dengan tatapan yang mampu membekukan siapapun. Hatinya keras, seperti patung, tak pernah tersenyum. Padahal ia kedinginan sendiri di dalam, hampir mati, namun bukan karena hipotermia.
Ia kesepian.
Untuk saat ini, benda itu masih aman di sana. Sudah ia keluarkan semua isinya. Ia tatap cukup lama benda itu dan berpikir bahwa inilah saatnya. Ia tidak memiliki banyak waktu sepanjang hidupnya, jadi ia harus selalu cepat mengambil keputusan.
Apapun hasilnya akan ia hadapi tanpa penyesalan. Lagipula tidak akan ada yang benar-benar peduli. Selain satu-satunya orang yang ia simpan namanya dalam hati.
Sekarang sudah hampir pukul 8 malam. Sekitar jam 6 tadi ia mendapat panggilan telepon dari manajernya. Jadwalnya kosong malam ini, katanya. Jadi ia harus datang untuk hal penting lainnya.
Lucu sekali, katanya kosong, tapi ia masih dipaksa menghadiri acara yang sama sekali tidak ia sukai. Acara yang paling ia benci dan hindari. Namun karena tidak pandai berdebat, ia hanya diam -yang dianggap sebagai persetujuan oleh pria yang mengatur kehidupannya itu- tanpa bantahan sedikitpun.
