Akhir terbaik, bukan hanya tentang sedih atau bahagia. Tapi dari bagaimana cara kita menyikapinya.
Ada banyak pertemuan. Tidak semuanya kekal. Banyak di antaranya yang berujung perpisahan abadi.
Ada banyak pertikaian. Tidak semuanya terselesaikan d...
"Dalam gelap tak kan kutinggalkan. Engkaulah teman sejati. Kasihku di setiap hariku"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
***
"Deal."
Ingin sekali rasanya Mikhayla Odette meludahi laki-laki di hadapannya. Apalagi mengingat perbuatan yang hampir semuanya tak bisa dimaafkan.
Hasrat untuk mencakar wajah paling memuakkan itu pun selalu menyeruak memenuhi batinnya.
Jika saja Mikhayla tidak ingat dengan perjanjian mereka, sudah ia pastikan Edgar Xiao Laurent hanya tinggal nama.
Lagipula sekeras apa pun Mikha membenci Ed, gadis dengan iris biru sejernih Blue Lake itu tak akan sudi mengotori tangannya sendiri. Kalau untuk menyuruh orang lain, mungkin saja.
Tapi mengingat percakapan, atau yang lebih tepat disebut perseteruan di antara keduanya beberapa waktu lalu, sepertinya Mikha tidak perlu repot-repot melakukannya.
Cepat atau lambat, Ed akan lenyap dengan sendirinya. Ed akan mati tanpa perlu Mikha yang membunuhnya.
"Nanti kalau aku mati-"
"Yayaya... Aku sudah tau dan aku muak mendengarnya darimu. Musuh terbesar Nicolaas Luke?" Mikha tertawa remeh.
"Kau terlihat sangat menyedihkan, Ed. Bahkan lebih menyedihkan jika dibandingkan dengan Nic." sambungnya.
Ed tersenyum tipis sekali. Sampai Mikha tidak sempat menyadarinya.
"Setidaknya aku tidak melempar gelas?" ucap Ed tenang. Memberikan kesan bahwa ia tak terluka sama sekali dengan kalimat Mikha yang selalu saja membanding-bandingkan.
"Aku dan Nic sama-sama sekarat. Kau perlu tau itu, Mikhayla," kecam Ed.
Gadis yang tengah mematut diri di depan cermin itu acuh. Ucapan laki-laki yang terpantul dari cermin di hadapannya itu seolah hanya udara yang bergerak. Angin, tak bernyawa.
