13. Regret

125 20 4
                                    

Dalam perjalanan hidup setiap manusia, pasti ada satu kali ia merasa menyesal. Entah menyesal karena tidak mencoba, menyesal karena telah mencoba atau menyesal karena melakukan kesalahan. Namun bagi Jongin, menyesal dalam hidupnya terjadi lebih dari satu kali.

Penyesalan itu menghantam hatinya dengan sangat keras. Membuatnya menjadi pria lemah tak berdaya. Jongin ingin kembali ke masa itu, Jongin ingin mengubah keadaan. Seandainya dulu dia tidak ragu dengan perasaannya sendiri, seandainya dia bisa mengenali perasaannya dengan baik, penyesalan itu mungkin tidak akan pernah menghampirinya.

Hari itu, Jongin tidak mengerti tapi dia nekat memutuskan sesuatu tanpa berpikir panjang.

"Mama tuh heran sama kamu, kenapa sih gak mau jadi Dokter aja? Karirnya lebih terjamin daripada sekedar jadi Koki."

Jongin mendengus lagi-lagi akan permintaan sang Mama. "Biarin aja, Ma. Jongin udah gede gausah di paksa. Ayah mah dukung dia maunya gimana aja."

Mendengar Ayahnya mengerti keinginannya, Jongin kembali bersemangat. Setidaknya satu dari kedua orang tuanya mendukung cita-citanya.

"Kebiasaan di manja sih, Ayah." Mama Jongin meletakkan sepiring nasi goreng sosis kesukaan Jongin.

"Besok jangan pulang telat ya, kita makan malem bareng keluarga Om Daniel."

"Tumben, Ma?"

"Perusahaan Om Daniel lagi ada rolling karyawan, dan Om Daniel pindah tugas ke New York. Jadi, mereka sekeluarga pindah ke New York tahun baru nanti."

Jongin terkejut karena ia baru tahu hal itu. Wendy juga tidak memberitahunya bahwa ia akan pindah. "Sekeluarga, Ma? Berarti Wendy juga ikut?

"Ya iyalah, Wendy nanti kuliah disana."

Wendy adalah teman Jongin satu-satunya. Jongin tidak begitu pandai dalam bergaul dan sejak kecil, Mamanya melarang Jongin bermain meskipun itu dengan anak-anak satu kompleks dengan mereka.

Om Daniel dan Mama Jongin adalah teman dekat sejak mereka SMA, jadi Jongin hanya akrab dengan Wendy. Tidak bisa dibayangkan bagaimana kehidupan Jongin jika Wendy pindah ke New York.

"Ma, Pa."

Kedua orang tua Jongin tidak menyahut namun mereka menunggu Jongin melanjutkan ucapannya. "Aku mau kuliah di New York juga. Aku mau ikut Wendy, aku gamau jauh sama dia."

Keputusan itu Jongin ambil tanpa pikir panjang. Keputusan yang Jongin tidak tahu bahwa di masa depan akan ia sesali.

Ketika makan malam dua keluarga itu tiba, Jongin menjadi gugup bukan main. Entah mengapa ia merasa seperti Om Daniel, tidak suka melihat keberadaan Jongin yang cukup akrab dengan Wendy.

"Baiklah. Aku setuju kalau Jongin ingin ikut Wendy ke New York, tapi aku punya syarat." Om Daniel tampak serius, sedangkan Jongin semakin tidak tenang. "Kamu menyukai Wendy, Jongin?"

"Huh?"

"Pa! Apa sih kok gitu" Wendy ikut protes tentu saja. Kenapa Papanya bertanya seperti itu tiba-tiba.

"Kalo kamu suka sama Wendy, artinya saya punya alasan ngizinin kamu ikut anak saya. Saya bisa titip anak saya ke kamu."

"Anu.. Om.. saya..." Jongin terbata karena pertanyaan itu diluar dugaannya.

"Saya ga akan sembarangan ngizinin siapapun ada di dekat Wendy kalo orang itu tidak mencintainya. Jadi, kamu suka dia atau engga?"

Sekali lagi Jongin tidak tahu harus menjawab apa. Perasaan dia ke Wendy ia tidak tahu seperti apa, namun ia amat sangat tidak ingin jauh dari gadis itu. "I-iyaa, Om. Saya suka sama Wendy."

Gagal Move OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang