37. The End

1K 178 267
                                    

Di dalam kamar, bersama cahaya lampu tidur yang temaram, Lenore tertidur pulas di ranjangnya. Perlahan kaki Emey melangkah mendekati tubuh sang Ibu dan mendudukan diri di sampingnya.

Menyadari kedatangan seseorang, mata Lenore terbuka perlahan. Tampak dari ekspresi wajah wanita paruh baya itu sepertinya terkejut mendapati kondisi anaknya yang kucel nan acak-acakan sehabis ikut perang.

"Emery? Di mana Ayah mu?"

Bukannya menjawab, Emery langsung memeluk sang Ibu dan kembali menangis.

"Ayah... Hiks... Dia... A-- huaaaa..." Emery tak sanggup mengatakan apa-apa lagi, dia peluk erat tubuh sang Ibu berusaha menahan sesak di dadanya. Lenore paham dengan apa yang terjadi, dia balas pelukan itu kemudian jemarinya mengelus lembut surai Emery.

"Maafkan Ibu sayang..." ucap Lenore parau.

Tangis Emery semakin menjadi. Kenapa semuanya meminta maaf? Apa mereka oikir semua rasa sakit di hatinya bisa dimaafkan?

"Ayah bangga padamu Emery..."

Kata-kata itu kembali menyapa ingatan Emery, tangis gadis itu semakin menjadi, isak Emery semakin kencang. Bersamaan, isak tangis Lenore mulai terdengar. Untuk beberapa saat dia hanya memeluk sang putri yang tengah terguncang hebat.

Setelah tangis Emery mulai mereda, Lenore melepas pelukan sang putri.
"Kamu pergi mandi dan beristirahatlah sayang... Kamu sudah makan?" Suara Lenore begitu pelan dan masih bercampur isak.

Emery menggeleng pelan. Lenore kembali membelai surai Emery kemudian mengecup kening sang putri.

"Beristirahatlah... Kamu pasti lelah," ucapnya lagi.

Emery hanya diam, tak ada yang ingin dia lakukan saat ini kecuali hanya bersama dengan sang Ibu. Rasanya dia ingin mengurung diri saja dan menjauh dari seluruh dunia selamanya. Dunia yang menyumbangkan semua luka dan kepedihan yang dia pikul saat ini.

Lenore menghela napas berat, berusaha mengontrol napasnya yang berpadu dengan isak. [You know sesenggukan?]

Emery kembali memeluk sang Ibu.
"Aku pe-pengen sama Ibu... A-aja," ucap Emery terbata.

Akhirnya Lenore membiarkan sang putri memeluk tubuhnya hingga Emery terlelap. Wanita paruh baya itu menatap nanar wajah sang putri, hatinya terasa semakin hancur setiap kali satu detik berlalu melewati mereka berdua yang tengah tersiksa oleh luka. Mungkin Emery lebih dari itu, selain luka hati dia juga pasti lelah setelah berperang.

Lenore mengusap pelan tubuh rapuh sang putri yang tampak benar-benar lelah dengan kenyataan dunia.

"Maafkan Ibu sayang..."

***

Kelopak mata Emery perlahan terangkat, mata coklat itu menyapu seluruh sudut kamar dan menyadari bahwa sang Ibu tak ada di sisinya. Buru-buru Emery keluar.

Sayup-sayup dia mendengar suara shower dari kamar mandi, mungkin Ibunya tengah mandi sambil menenangkan diri, pikir Emery.

Dia putuskan untuk masuk ke kamarnya. Kepalanya terasa pusing, imbas dari dirinya yang tak henti menangis dalam jangka waktu yang cukup lama.

Ruang gelap gulita menyambut dirinya, perlahan dia melangkah masuk. Niat hati ingin membersihkan diri juga, namun rasanya Emery benar-benar malas melakukan segala hal saat ini.

Dia putuskan untuk merebahkan diri di ranjang, hingga sesuatu menyita perhatiannya. Tangan Emery menyentuh sebuah kain hitam berbahan jeans.

[TERBIT] I Want More Blood! ¦¦ Saros Maundrell Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang