🦇1. Rumor Mengerikan

69 27 43
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


🦇🦇🦇

"Eh, katanya jalan gang gelap depan rumah lo itu sering ada sosok cewe rambut panjang, ya?" tanya seorang gadis sebayaku, Alamanda Fayre Inshira namanya. Seorang siswi peringkat satu di kelas yang selalu bertahan tiap semester. Bahkan, aku selalu gagal mengambil posisi itu meski sudah mengikuti les rutin setiap hari. Dia cantik dengan rambut panjang yang selalu dikepang dua dan kacamata khas miliknya. Dia juga menyukai IPA, fisika, kimia, dan anak keturunannya yang apalah itu aku juga tidak paham.

"Gue ngga tau, La! Lo kira gue spesialis makhluk halus?" Aku lalu lanjut membaca buku catatan pelajaran matematika dan menghafal semua rumus yang kemungkinan keluar saat ulangan harian nanti. Awas saja kalau yang sudah aku pelajari malah tidak keluar saat ulangan.

"Ih, Tore! Lo emang nggak merinding tiap pulang sekolah lewat di gang itu? Mana lo pulangnya Maghrib terus." Mendengar Ala mengatakan itu membuatku berhenti membaca rumus-rumus dalam buku. Rumor itu memang sudah sejak lama mengalir dari telinga ke telinga warga sekitar. Namun, syukurnya aku belum pernah mengalami kejadian aneh atau melihat sosok yang menghebohkan itu. Aku memang bukan indigo, indihome, ataupun indom*e.

"Udah, mending lo belajar. Sebelum Ivy nantinya bisa nyaingin lo ke peringkat pertama."

Aku kembali cuek dan tak menghiraukan Alamanda. Sekeras apa pun aku meneriakinya untuk belajar, Alamanda selalu dapat nilai paling tinggi meski tak belajar sekali pun. Berbeda jauh denganku yang harus membaca ribuan kali, mengikuti les dua hari sekali agar beasiswaku tetap bertahan. Heran, Ala makanannya apa, ya? Apa dia makan buku rumus-rumus yang ia jadikan jus mungkin?

Tiga orang dengan langkah cepat seolah bisa menggetarkan bumi itu dengan cepat menuju mejaku dan Alamanda. "Woy, Re! Lo udah denger rumor gang depan rumah lo, kan?!" tanya salah satu dari mereka. Gadis berambut pendek sebahu yang bernama Vinca Drusilla Aerson. Diantara kami berlima, hanya dia yang berambut pendek dan tomboi.

"Kalian pada heboh banget, sih. Gue nggak pernah ketemu sama yang begitu, ya! Jangan ngadi-ngadi Lo pada." Aku membantah omongan mereka. Terlalu sering ditanyai seperti ini membuatku malas. Lagian apa faedahnya? Yang ada malah nanti membawa sial jika terus-terusan dibahas.

Dua gadis lagi adalah Ivy dan Hazel. Kalau Adrienne Ivy Casia itu adalah peringkat tiga. Dia anak orang kaya. Sedangkan Hazel Xania Ashlee, gadis yang lebih menyukai seni itu hanya menduduki peringkat sepuluh besar. Merekalah sahabatku sejak SMP hingga sekarang. Persaingan nilai syukurnya tak menggoyahkan rasa sayang kami satu sama lain. Malah itu kami jadikan motivasi untuk terus belajar dan mendapat nilai sempurna. Namun, bukan berarti kami tidak pernah cekcok atau ribut sebelumnya. Namanya persahabatan pasti ada perbedaan pendapat.

Kami berlima sibuk belajar karena nanti guru matematika yang bernama Bu Susi selalu memberikan soal yang sulit. Kalau matematika selalu Ivy juaranya.

Secara mendadak hidungku mencium aroma melati yang lumayan menyengat. Tumben. Apa mungkin ini adalah salah satu dari wangi parfum yang teman-temanku pakai? "Kalian nyium bau melati, nggak, sih?" tanyaku pada mereka. Mereka yang tadinya membaca buku seketika menoleh padaku.

TORENIA [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang