🦇7. Gangguan Gean

27 6 8
                                    

🦇🦇🦇

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🦇🦇🦇

"Kenapa, Vin? Ada hal aneh lagi?" tanyaku pada Vinca yang hanya diam saja saat jam olahraga yang baru saja selesai. Saat ini semua sedang sibuk beristirahat sejenak, lalu akan dilanjutkan nanti di pelajaran berikutnya. Namun, yang kulihat Vinca malah duduk dan melamun di bawah pohon ini. Apa ia ada masalah, ya?

"A-ada yang neror gue lagi, Re," jawab Vinca terbata-bata, bibirnya pucat, matanya sayu. Mungkin semalam ia tak bisa tidur. Karena kaget mendengar ucapannya barusan, aku langsung duduk di sampingnya. Menatapnya dengan heran.

"Lo yang bener? Kok, lo nggak cerita, sih?" tanyaku yang heboh sendiri. Saat itu juga Vinca memelototiku dan menaruh jari telunjuk di depan mulutnya, seakan mengisyaratkan aku tak boleh bersuara terlalu kencang.

"Ssst! Jangan kenceng-kenceng, nanti yang lain pada denger!" ucap Vinca. Aku masih dengan ekspresi tidak percaya itu menurutinya untuk menurunkan sedikit volume suaraku. Kenapa dia juga mendapat teror lagi?

"Lo diteror gimana, Vin?" lanjutku. Saat Vinca ingin menjelaskan, aku dikejutkan dengan Gean yang tiba-tiba mengagetkanku dari belakang. Astaga! Gean ini memang tidak tahu situasi!

"Hoi! Serius amat, lagi pada ngomongin apaan, sih? Ikut nimbrung, dong!" tanya Gean lalu duduk di depanku dan Vinca dengan melipat kedua kalinya dan duduk bersila. Ia memandangi aku dan Vinca dengan serius. Aku dan Vinca saling diam, menatap satu sama lain. Kalau Gean tahu, pasti nanti dia menawarkan bantuan seperti kemarin. Ah, aku malas berurusan dengan laki-laki ini. Andai saja kemarin aku tidak sekelompok dengannya, pasti sekarang Gean tidak terus-terusan muncul dan mengganguku. "Lah? Kok, diem?" tanya Gean bingung, dia bergantian menatapku dan Vinca.

"Paan, sih, sok asik lo!" sinisku pada Gean, lalu berdiri dan pergi meninggalkan Gean bersama Vinca. Vinca juga menoleh ke arah lain dan tidak memandang Gean lagi.

Mungkin merasa diacuhkan, wajah Gean terlihat heran. Dia berusaha memanggil aku yang perlahan berjalan pergi, tetapi tidak aku tanggapi.

Aku berjalan menuju Ivy, Hazel, dan Ala yang duduk di pinggir lapangan, sedang menyaksikan para anak basket yang sedang latihan. "Kenapa, Re? Kok, kesel gitu mukanya?" tanya Ala yang sedang memakan cemilannya itu. Ala pasti sedang memperhatikan pacarnya yang bernama Aleric—salah satu pemain basket. Aleric itu kelas dua belas, yang artinya ia adalah kakak kelas kami. Aleric juga mantan ketua.

"Nggak papa," jawabku cuek. Sedangkan Ivy dan Hazel sibuk menonton para siswa yang sedang bermain basket.

"Ganteng banget, ya, wakil ketua OSIS kita. Udah mah ganteng, pinter main basket pula! RAFI SEMANGAT!" teriak Ivy pada seorang pemain basket yang memakai jersey berwarna merah itu. Sepertinya Ivy juga suka dengan Rafi, ya?

Ah, patah sudah harapanmu, Re! Lagian, awal jatuh cinta gini banget, ya? Malah suka ke orang yang juga disukai banyak orang. Mau sampe kapan pun lo nggak bakalan bisa dapetin cowo sekeren Rafi, Re!

TORENIA [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang