🦇3. Teror

48 18 25
                                    

🦇🦇🦇

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🦇🦇🦇


Pagiku tidak secerah biasanya, karena gendang telinga kami bertiga hampir rusak mendengar Ala bernyanyi dengan suara cemprengnya yang mirip sekali dengan kaleng yang diseret itu. Astaga, bisa gila aku kalau lama-lama di kelas begini, yang ada kami bertiga daftar ke dokter telinga besok. "Pagiku cerah! Matahari bersinar, kugendong tas merahku di pundakkk!" Bahkan ia menyanyikan lirik itu berulang kali. Pasti alasannya karena hanya itu lirik yang ia hapal.

"Woi, berisik! Kuping gue sampe mau budek ini!" teriak Ivy yang sedari tadi sepertinya sudah jengkel mendengar nyanyian Ala. Bagaimana tidak jengkel, sedang baca buku jadi terganggu dengan suara Ala.

"Baru hampir, kan, Vy? Belum budek-budek banget. Santai ajalah," jawab Hazel yang sedang menggambar pemandangan di buku gambar miliknya. Terlihat santai, karena hazel memakai earphone, jadi dia aman dari ancaman suara Ala yang eksotis.

"Kalo kuping gue beneran budek, kalian berdua mau tanggung jawab, hah?!" Ivy mulai mengeluarkan nada judesnya. Gadis itu memang kadang galak, kadang juga humoris.

"Harta bokap lo nggak bakalan habis cuma buat ngobatin kuping doang, Vy. Hazel aja belain gue, kok," ucap Ala seolah bangga karena Hazel berada di pihaknya. Padahal Hazel diam karena terlindungi earphone. "Lo komen, kek, Re! Suara gue merdu gini masa lo ngga mau muji suara gue, sih? Gue kayaknya bentar lagi ditawarin konser di GBK, deh!" tanyanya padaku. Aku malas berbicara menanggapi Ala, karena sedari tadi aku memikirkan kejadian aneh semalam.

Sungguh, kejadian itu membuatku susah fokus. Padahal aku tidak indigo. Oh, apa mungkin indera ke enamku secara tidak sadar telah terbuka?! Ya ampun, malah berpikir tambah aneh!

"Lo temenan sama batu, La, makanya nggak nanggepin kalo diajak ngomong!" sahut Ivy. Aku masih diam, biarkan sajalah. Toh, mereka benar. Berbicara denganku hanya membuat lelah. Kalau tidak penting, jangan harap aku mengeluarkan suara emasku.

"Tau, nih, Tore nggak asik!" Ala mengatakan itu seolah-olah kesal padaku. Padahal dia yang tidak asik karena nyanyi seenak jidat

Tak lama kemudian Vinca datang, tetapi tak seperti biasanya. Ia datang dengan tatapan kosong, berjalan tanpa menoleh, dan langsung duduk bangkunya yang bersebelahan dengan Ivy. Sontak kami berempat saling lihat-lihatan karena merasa aneh dengan sikap Vinca yang tidak seperti biasanya.

"Vin, lo kenapa?" tanya Ivy. Melihat itu aku, Ala, dan Hazel pun langsung datang menghampiri Vinca. Dia terlihat ngos-ngosan seperti sedang dikejar oleh seseorang. Ah, habis dikejar anjing mungkin.

Vinca menatap kami dengan serius, tak ada wajah yang berpotensi memberikan lelucon. "T-tadi subuh ada yang ngetuk-ngetuk jendela kamar gue!" Vinca menceritakan itu dengan ekspresi paniknya. Ivy malah tiba-tiba tertawa mendengar cerita Vinca barusan, membuatku dan yang lainnya bingung.

Tuh, kan, teman-temanku ini memang aneh. Vinca yang aneh dengan ceritanya dan Ivy yang aneh dengan tawanya. "Ahahah ... nyokap atau sodara lo lagi iseng mungkin, Vin. Semalem juga ada yang ngetuk jendela kamar gue, kok. Mana kamar gue di lantai atas, kan, ya. Tapi karena gue pikir itu keisengan adik gue ... ya, udah akhirnya gue ngga terlalu mikirin," ucap Ivy enteng seolah belum menyadari ada yang janggal dari kalimatnya barusan.

TORENIA [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang