🦇5. Gang Angker

23 7 0
                                    

Tandai jika ada typo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tandai jika ada typo. Happy reading!

🦇🦇🦇

"Tutup mulut lo! Lagian gue yakin itu cuma orang iseng," sanggahku pada Gean, lalu lanjut menggambar pola. Makin ke sini Gean semakin aneh. Harusnya sejak awal aku tidak memilih sekelompok dengan Gean. "Gue nggak pernah terlibat sama yang begituan, gak usah ngaco, deh."

Gean makin menggeser duduknya ke arahku, aku yang melihat itu sontak langsung bergeser juga. Jarang berdekatan dengan anak laki-laki membuatku risih. "Gue serius, Re. Tuh, di atas lemari lo sekarang ada sosok perempuan rambut panjang. Dia nyaman di situ," ucap Gean pelan dan melirik sekilas ke lemari besar yang memang sudah tak lagi baru.

Aku tersenyum seolah tak percaya dengan yang Gean katakan. Aku saja tidak terlalu dekat dengannya, bagaimana bisa aku percaya begitu saja dengan yang ia ucapkan. "Lo pikir gue percaya?" tanyaku. Aku melempar kardus yang sudah kugambari pola itu padanya. "Dari pada lo nakut-nakutin gue, mending lo gunting, nih, kardus."

Lagian, siapa suruh malah bercerita yang tidak-tidak, tujuh belas tahun aku tinggal di sini, tak ada yang aneh dari lemari yang dibeli oleh almarhum ayahku itu. "Iya, deh. Terserah kalo lo nggak percaya. Tapi yang pasti, kalo lo berubah pikiran dan butuh bantuan gue, bilang aja," ucapnya. Apa ia kira aku akan menerima tawaran konyolnya itu? Tidak akan!

"Dan berubah pikiran itu nggak bakal ada dalam kamus gue. Gak usah sok asik, kita nggak sedeket itu." Aku lanjut memotong kardus-kardus yang sudah kugambari pola tetapi belum dipotong oleh Gean. Biasalah, anak orang kaya, aku yakin dia tak pernah melakukan kegiatan seperti ini. Selanjutnya kami hanya saling diam dan mulai mengerjakan bagian masing-masing.

Tak lama kemudian, tiba-tiba keran di dapur tempat mencuci piring berbunyi. Sontak itu membuatku dan Gean menoleh. Ah, kurasa keran itu memang rusak, karena akhir-akhir ini memang sering terbuka sendiri, terlebih lagi tengah malam. "Gue cek bentar," ucapku pada Gean, lalu berjalan ke dapur.

Ternyata keran tengah menyala dan air pun mengalir keluar. Saat aku hendak berjalan ke arah keran, tiba-tiba saja tubuhku ditarik oleh Gean. "Re, awas!" Gean menarikku ke belakang karena ternyata dari arah kiri terdapat pisau yang melesat dan hampir saja menusukkan jika Gean terlambat menarikku sedetik saja.

Pisau itu mengenai tembok kemudian jatuh ke lantai, sedangkan aku dan Gean pun terjatuh karena ia menarikku cukup kencang. Aku masih tak mempercayai kejadian yang barusan terjadi. Napasku masih belum stabil, keringatku bercucuran, serta jantungku masih terus berdetak kencang. "Lo nggak kena, kan, Re?" tanya Gean yang di belakangku. Kudengar ia juga ngos-ngosan. Aku masih takut, sebenarnya kenapa pisau itu bisa melesat? Apa ada orang lain di sini yang ingin mencelakai aku dan Gean? Pertanyaan-pertanyaan itu berputar di otakku.

Aku menggeleng untuk menjawab pertanyaan Gean. "Kok, pisau bisa gitu, sih?" tanyaku yang masih heran. Padahal, sebelum-sebelumnya tak pernah ada kejadian seperti ini.

TORENIA [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang