[STORY 5]
GENRE: HOROR-ROMANCE
Bisa melihat 'mereka' yang tak terlihat menjadi hal risih bagi Torenia. Sebisa mungkin ia mengabaikan 'mereka', tetapi ternyata tak bisa. Para sosok menyeramkan itu terus muncul di depan Torenia yang membuatnya muak.
...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🦇🦇🦇
Gean melajukan motornya dengan kecepatan tinggi menuju rumah Hazel yang jaraknya cukup jauh dari sekolah. Sangking cepatnya kecepatan motor, aku sampai memeluk Gean karena takut terjatuh. "Re, pegangan!" titah Gean yang sedikit berteriak. Ia melajukan motornya lebih cepat dari yang tadi. Otomatis aku mempererat pelukanku pada perutnya.
Aku harap sesuatu yang buruk tidak terjadi pada Hazel. Sepanjang jalan aku tak henti-hentinya bagaimana keadaan sahabatku itu saat ini. Kadang aku kasian dengan Hazel yang sudah tidak punya orang tua dan berjuang hidup sendirian. Aku pernah mengajaknya tinggal di rumahku, tetapi dia menolak.
Setelah menempuh perjalanan cukup lama, kami sampai di depan kontrakan Hazel. Rumahnya memang terletak jauh dari jalan besar, lebih tepatnya sedikit masuk jalan yang lebih kecil dan tidak terlalu ramai kendaraan.
Aku dan Gean sangat terkejut saat turun dari motor. Bagaimana tidak, kaca jendela kontrakan Hazel pecah dan pecahannya berserakan, juga pintu depan yang tampak terbuka. "Ayo, Ge!" Aku segera mengajak Gean masuk ke dalam dan mengecek keadaan Hazel. Apa mungkin baru saja terjadi perampokan?
Begitu masuk, ruang tamu rumah Hazel berantakan. Meja, kursi, bahkan vas bunganya berserakan dan tidak tertata. "Hazel!" Aku memanggil Hazel untuk mengetahui di mana ia sekarang. Namun, suasana hening, tak ada jawaban dari Hazel. Bahkan, pintu kamar Hazel juga terbuka, tetapi ia tidak berada di kamarnya. Kamarnya kosong. Aku bingung, apa jangan-jangan ... Hazel diculik?!
"Coba cek ke dapur, Re," usul Gean. Aku mengangguk dan berjalan ke dapur. Lama aku celingukan mencari di mana Hazel berada, rupanya dia ada di bawah kolong meja. "Hazel?!"
Aku segera ikut masuk ke kolong meja. Hazel duduk, diam sembari memeluk tubuhnya. "Jangan deket-deket, gue takut!" Bahkan Hazel sampai tidak mau melihat ke arahku, ia menangis sembari menolak aku dekati.
"Hazel, ini gue." Aku memegang tangan Hazel yang dingin dan gemetar itu.
Hazel perlahan sadar dan mau melihatku. "Tore ...." Dengan cepat Hazel memelukku. Aku pun kebingungan dengan keadaan yang dialami Hazel sekarang. "Re, gue takut." Hazel menangis dan masih ketakutan. "Barang-barang gue terbang sendiri, kaca kontrakan pecah, ada bisikan yang tiba-tiba muncul, gue bener-bener takut, Re."
Aku menaikkan alisku karena sedikit bingung. Barang-barang miliknya terbang dengan sendirinya? Bagaimana bisa? "Zel, lo tenang dulu. Yuk, gue bantu." Aku kemudian membantu Hazel berdiri. Setelah berdiri dan keluar dari kolong meja, Gean juga membantu Hazel karena ia sedikit pincang.
Kami duduk di ruang tamu, kursi dan meja yang tadinya berantakan sudah ditata oleh Gean. "Lo duduk dulu, tenang," ucap Gean. Namun, tingkah Hazel masih saja aneh. Dia celingukan dan memasang raut wajah ketakutan. "Zel, sekarang lo ceritain apa yang terjadi sebelum gue sama Tore ke sini," tanya Gean perlahan.