💝 01 💝

263 15 7
                                    

Rose membuka matanya perlahan, ia baru saja terbangun dari mimpi panjangnya. Baru membuka mata, ia sudah mendapati sesosok laki-laki yang sudah sah menjadi suaminya. Millo Harrison.

Pria itu tidur miring menghadap Rose, seketika ia tersenyum lebar. Pandangannya tak lepas dari bulu dada Millo yang begitu menggoda. Millo masih dalam keadaan bugil, begitupun Rose. Asmara cinta yang terjadi semalam benar-benar bergelora.

"I hope you will be like this forever, Beb."

Rose mengelus pipi Millo dengan kasih sayang, kemudian ia beranjak dari ranjang dan mengenakan daster tipis kembali, tanpa pakaian dalam.

Ia kembali menguncir kuda rambutnya di depan cermin. Mempolesi bibirnya dengan lip serum dan beberapa skincare lainnya.

Ia sudah selesai berdandan, sebelum menutup pintu kamarnya, ia memandangi sesaat Millo yang masih tidur nyenyak dengan senyuman, kemudian menutup pintu dengan perlahan.

Ia menuruni anak tangga ke lantai bawah, di meja makan, sudah ada Papa mertua, Mama Mertua, kedua orang tuanya dan adiknya, Esme Grace.

Mereka menyadari langkah kaki Rose, semua orang menyambutnya dengan senyuman lebar.

"Pagi, kesayangan Bunda...." Ibu kandungnya berdiri dan menyambutnya pertama kali, di susul dengan yang lainnya.

Rose memegangi kedua tangan Ibunya, ia membalas senyuman itu.

"Pagi juga, Bunda." Ia beralih menatap yang lainnya. "Pagi semuanya."

"Pagi...."

"Yuk duduk," ajak Ibunya, ia duduk di kursi kosong sebelah Mama mertua. Sedikit canggung rasanya karena ini adalah hari pertamanya sebagai menantu di rumah tersebut.

"Rose, nanti sehabis sarapan mau kemana?" tanya Mama mertuanya, Eli Harrison.

"Nggak tau, Tan."

Mama Eli langsung memandanginya. "Kok masih manggil Tante, sih? Ingat loh, kemaren siapa yang ngerayain pesta pernikahan."

Rose hanya terkekeh malu. "Iya, Ma, maaf belum terbiasa."

Mama Eli hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan menantunya.

"Lanjut makan."

"Iya, Ma." Rose mengangguk kecil.

"Mbak Ros," panggil adiknya, Esme Grace. Ia duduk tepat di hadapannya. Meski pagi buta, tampilan Esme sudah sangat perfect, full make up, rambut dicatok, dan perhiasan lengkap. Ia mengenakan pakaian ketat hingga membuat bentuk buah dadanya terangkat tinggi.

"Iya, Esme?"

"Aku ucapin, selamat ya, Mbak. Aku turut senang banget liat pernikahan Mbak."

"Makasih banyak ya, Esme. Oh iya, kamu udah dandan rapih kayak gini mau kemana?" tanya Rose sedikit penasaran.

Esme memutar matanya malas. "Ya ampun, Mbak, sifat pelupa Mbak itu nggak pernah hilang ya. Kan kemaren aku udah bilang kalo hari ini aku mau kencan. Masa Mbak lupa sih?"

"Oh iya ya? Maaf kalo gitu, Mbak bener-bener lupa."

Esme mendesah kecil. "It's okey, Mbak."

"Esme, Esme, penampilan kamu tuh bukan kayak mau kencan, tapi kayak biduan!" Sela Bunda mengomentari penampilan anak keduanya.

"Ih, apa sih, Bun. Ini tuh namanya Fashion. Bunda yang lahiran dibawah tahun 90 mana paham."

"Ih, nih anak, pagi-pagi udah bikin kesal aja."

Namun, Esme hanya santai menanggapinya. Ia kembali memainkan gawainya.

"Hallo semuanya...."

Millo datang menuruti tangga sambil memasang kancing baju tidurnya. Ia sengaja menyisakan dua kancing tidak terpasang, untuk memamerkan bulu serta dadanya yang bidang.

R.I.P LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang