Kalau tak salah ingat, aku pernah satu malam penuh bercerita dengan penuh peluh dan cucuran air mata.
Mendekap bantal sembari menatap kamu yang tengah menenangkan ku- dengan usapan yang kamu berikan di sepanjang bahu dan tepukan sayang di pucuk kepala.
Aku juga ingat, kala itu kata yang sering kamu ucap adalah, "kamu hebat, kamu kuat, terimakasih ya". Disepanjang aku menangis, kata itu menjadi salah satu penenang setelah adanya dirimu malam itu.
Aku juga ingat, bagaimana kau memelukku selama lima menit penuh. Dengan tepukan ringan di punggung ku- dengan kita yang bergoyang ke kanan dan ke kiri. Seperti anak kecil, tapi sukses membuat ku tenang.
Kala itu, kita membahas soal trauma ku.
Sendirian. Adalah satu hal yang membuatku takut. Tak ada yang menakutkan lebih dari ini.Dikhianati, adalah satu hal lain yang membuat ku kembali bergidik ngeri. Mendapat sengatan panik ketika aku dihadapkan dengan hal hal yang membuatku terluka dalam kesendirian.
"Aku takut, begitu menyakitkan ketika aku melihat orang yang ku cinta mengkhianati ku. Aku sendirian, aku takut"
"Maafin aku karna kamu harus ngalamin hal ini, Ji. Tapi kamu sudah berjalan jauh. Kamu sangat hebat dengan apa yang kamu lakukan sekarang"
Percakapan yang terus berlanjut, yang gak sengaja membuatmu mengucap janji bahwa kau akan terus bersama ku.
Ahh setelah ku pikir, mungkin saat itu kau hanya terbawa suasana. Melihatku tersedu menjadikan mu tak enak hati. Merasa memiliki tanggung jawab atas diriku yang diterpa badai.
Aku ingat betul saat itu, dengan lantang kau bilang bahwa kau akan terus bersama ku. Tak mau perduli dengan jauhnya jarak yang memisahkan, kau tetap akan bersama ku.
Lain malam, aku kembali membawa topik serius. Kali ini perihal bagaimana kelanjutan hubungan kita- aku dan kamu ketika aku baru saja menerima surel mengenai penerimaan diri ku di universitas yang ku impikan.
Malam itu, kamu satu satunya orang yang lantang dalam menolak usulan ku. Menolak pemikiran bodoh ku untuk kita break, putus. Katamu, "Mengapa jarak harus menjadi alasan, Jimin? Apa karna kamu mudah goyah dengan orang lain yang lebih dekat dengan mu? Atau, karna aku tidak bisa terus memelukmu?"
Tentu saja pertanyaan mu adalah pertanyaan yang konyol. Saat itu, alasan utama ku adalah aku harus melindungi kita. Kita menempuh ribuan mill dengan jarak waktu yang berbeda. Bukan hanya aku, kamu juga akan menyerah- pikir ku.
Namun, malam itu aku berhasil kalah. Tak bohong, aku tersenyum sangat lebar malam itu. Karna sejujurnya, putus bukan lah pilihan yang harus kau ambil dari banyaknya opsi yang ada. Dan aku bersyukur. Aku senang dengan keputusan mu, Jungkook.
Lalu kemudian, setahun setelah aku menempuh kehidupan kampus ku- kita mulai menjauh. Aku? Kembali diterjang ketakutan.
Akan kah kali ini aku kembali sendiri?
Apakah aku di khianati? Lagi?Pikiran ku membunuh secara perlahan, Jungkook. Kau harus tau itu.
Menjalani sisa hidup dengan rasa takut akan di tinggalkan, dengan rasa yang tak merasa cukup akan diri sendiri, dengan rasa yang mengatakan bahwa aku tak cukup baik untuk dipertahankan adalah beberapa alasan dari banyaknya hal yang membuatku benci dengan dunia.
Menjadi payah dan kepayahan, rasanya cukup untuk ku menjalani hidup.
Hal lain yang membuatku membenci dunia adalah kita dipaksa memilih untuk berpura pura bahagia daripada mengatakan yang sejujurnya- bawa kita takut, kecewa dan marah.
Membaca perihal clarie, kai dan aries, tiga sosok yang secara tak langsung, memunculkan bayangan soal kita- yang di hancur perihal kenyamanan. Memberikan titik-titik imajiner yang membuat ku ingin kembali ke hari itu.
Hari dimana kamu pergi dan memilih orang lain- orang baru yang saat itu pelan pelan menggantikan posisi ku.
Aku bilang, "tujuan akhir ku itu kamu Kook, sejak awal. Tapi tujuan mu, jelas bukan aku. Kita tak pernah mendambakan sosok yang sama"
Dengan hati yang angkuh, kamu memberikan pembelaan. "Di dunia ini, manusia tak akan pernah tau bagaimana tujuan akhirnya, Ji. Jangan membahas hal hal yang membuat ku semakin terlihat jahat"
Kamu benar benar melupakan bagaimana empat tahun kita bersama. Bagaimana kita mendamba ujung cerita yang ku pikir adalah rencana yang sempurna dari kita.
Dengan kesal kamu berjalan menjauh. Meninggal kan aku dengan sejuta rasa kecewa dan marah. "Aku pergi bukan karna aku ingin. Aku pergi sangat jauh karna itu adalah satu langkah ku untuk berjalan mendekat ke tujuan kita. Pun, kamu melakukan hal yang sama-"
"Aku kira, dengan aku yang menempuh ribuan mill untuk mendapat gelar masterku dan kamu yang menempuh ribuan jam untuk membuat karya karya ajaib yang di sukai orang banyak- menjadi langkah kita untuk mendekati tujuan akhir kita"
Aku sangat ingat, dengan sejenak aku menjeda kataku. Memberikan pasokan oksigen yang terasa amat pelik malam itu dan dengan hujan yang secara perahan turun, kamu berhenti berjalan. Menjeda langkah ku, mencoba mendengar apa kata kataku.
"Aku pikir, kita berjuang keras hanya untuk mencapai tujuan kita, impian kita. Namun ternyata, itu hanya aku. Hanya tujuan dan impian ku"
Kamu berbalik, dengan wajah yang sulit ku pahami kamu berkata "Tujuan dan impian orang bisa berubah, jimin. Dan aku juga merasakannya"
"Jaga dirimu jungkook, aku harap kau bisa menggapai tujuan dan impian baru yang kau impikan dengan pria barumu. Semoga bahagia"
"Kamu membuatku terlihat jahat"
"Because u did. Kamu jahat, kamu merusak diri dan impian ku"
Malam itu, aku kembali merenung.
Untuk apa semua impian jika hanya berakhir angan?Malam itu, aku kembali tersadar. Dunia ini tak mau bersahabat dengan ku. Malam itu aku kembali tenggelam dalam rasa takut ku.
Malam itu aku kembali sendiri. Hanya aku dan aku lagi.
.
.
.Halloooo, apa kabar guys?
Aku kembali karna aku sudah menyelesaikan tugas akhir ku T.T- sedikit tmi, tapi gapapa ya?:")
Sehat selalu!
Jangan lupa berikan 3❤️ di cendol ya guys!🙇🙆