enjoy~!
.
Jimin tersenyum ketika lelaki jakung yang ia telepon sepuluh menit yang lalu datang dengan berlari kecil. Seolah tak ingin dirinya menunggu lebih lama.Ia kemudian menepuk tempat kosong di sebelahnya sembari mengulurkan tangan yang berisi sebotol air mineral yang menjadi pegangannya sejak satu jam dirinya berada di taman dekat rumahnya.
"Kenapa sih suka banget keluar malem? Ini udah jam 11 kak, lo tau apa yang bahaya selain angin malam?"
Sosok Jimin menggeleng tak paham. Ia tak henti memandang prianya yang tetap tampan walau tengah mengomel. Ya bukan salahnya, prianya memang tampan.
"HANTU!" teriaknya kemudian yang membuat Jimin terkekeh. Ini kali pertamanya ia tertawa sejak kemarin sore.
"Lo ngga takut kak?"
Jimin menggeleng, "Lebih takut di rumah sih" katanya sembari menghela nafas. Mengadahkan rupanya untuk menatap langit yang tak berbintang. Entah, mungkin karena mendung. Atau mungkin, karna langit mendukung Jimin yang saat ini tengah pilu.
Prianya, Jungkook namanya- pun ikut mengadah. Meletakkan badannya untuk bersender di bangku taman yang kemudian menggenggam tangan si mungil. Sedikit meremat, entah sedang memberi semangat atau gemas- yang jelas, hal itu membuat Jimin tersenyum.
"Jungkook..."
Hanya dehaman terdengar. Jungkook berfikir, ia hanya harus mendengar untuk saat ini. Jadi ia hanya akan jadi pendengar yang baik.
"Makasih ya?"
Kali ini Jungkook menyeringit. Berdeham kembali hanya untuk memberi Jimin kesempatan untuk berbicara.
"Gue gak tau semisal gak ada lo. Gue gak tau, kalo gue sendirian gue bakalan gimana. Gue gak tau, kalo semisal taman ini beneran berhantu dan nampakin gue, gue bakalan kencing atau lari pake ekspresi apa-"
Kata katanya terhenti ketika Jungkook menyeringit sembari menatapnya aneh. Kemudian Jimin menegakkan badan, sedikit terkekeh walau mendapatkan balasan yang berbanding terbaik.
"Lo kenapa kak?"
Jimin menggeleng. Melipat bibir tebalnya hingga membentuk satu garis. Mencoba tak bercerita.
"Gue harap lo bisa cerita, tapi gapapa. Gak sekarangpun masih ada besok, lusa, lusanya lagi, besoknya lagi, pokoknya kapan pun lo mau cerita, gue ada kok" katanya.
Jimin menyeringit. Menahan sekuat tenaga agar tidak menangis lagi. Terlalu lelah untuk menangis lagi, pikirnya.
Tapi tidak, Jimin akan tetap menangis. Terlebih ketika Jungkook menariknya paksa dalam pelukan.
"Lo pulang ke rumah gue ya kak? Gue khawatir kalo lo dirumah"
Jimin yang tengah menangis tak merespon. Tak tahu harus menolak atau menerima.
"Gue tau lo dirumah sendirian sejak kemarin kak. Gue tau kok. Gue sejak kemarin nahan diri buat ngga kerumah lo, kecuali lo minta. Dan gue seneng waktu lo nelfon gue buat ketemu. Gue pikir gue ketemu Jimin yang bahagia, taunya ngga ya?" Katanya sembari mengusap punggung ramping Jimin.
Mendesah pasrah ketika Jimin tak berhenti menangis.
"Gue, kayanya, gue mau pergi aja dari rumah" katanya. "Gue rasa udah saatnya gue pergi. Mereka pisah Kook, gue sendirian. Gue gak punya siapa-siapa lagi. Gue capek, gue mau pergi"
Jungkook menarik paksa Jimin, lagi. "Iya, lo boleh pergi. Lo boleh pergi dan tinggal dimanapun. Atau, lo tinggal di rumah gue aja ya? Bunda bakal seneng banget. Apalagi Naya, dia bakalan heboh sampe kapan pun kalo lo ikut ke rumah"