Chapter 4

562 42 1
                                    

Guru matematika masuk ke dalam kelas setelah wali kelas Sulli keluar.

"Hari ini kita akan mendalami materi, dan besok....."

"Saem....." Protes dari para penghuni kelas memotong kalimat sang guru matematika.

Semua murid sudah tau apa yang akan terjadi besok. Math Quiz.

"Oh Sehun..." Suara memelas Sulli saat memohon pada Sehun membuat Sehun tertawa

"Apa yang kau mau dariku?" Sehun menjulurkan lidah untuk menggoda Sulli.

"Jebaaaaaal..."

Sehun menghadap Sulli. Kedua tangannya menempel pada tembok di belakang kepala Sulli. Sehun mengunci tubuh Sulli dengan kedua lengannya.

"Hya Oh Sehun, apa yang kau lakukan?" Sulli menekan kepalanya pada tembok karena takut Sehun akan melakukan sesuatu yang gila.

"Temani aku malam ini! Aku ingin..."

"Hya!! Kau pikir aku ini apa? Aku gadis baik-baik." Sulli memotong kalimat Sehun

"Bodoh, dengarkan dulu sampai aku selesai bicara." Sehun semakin merapatkan tubuhnya pada Sulli. Posisi mereka sekarang sangat tidak biasa.

"Temani aku menemui pamanmu malam ini, aku ingin bekerja di kedai ramennya."

Sulli hanya mengangguk, tampak kelegaan di wajahnya.

"Oh Sehun, Choi Sulli, apa yang kalian lakukan di dalam kelas seperti ini?" guru matematika melihat posisi Sehun dan Sulli yang tampak aneh seperti mereka akan berciuman.

Sehun dan Sulli menoleh ke arah guru matematika yang memandang mereka dengan geram. Wajah sulli tampak takut berbeda dengan Sehun yang terlihat santai.

"Keluar dari kelas ini sekarang juga!! Atau aku akan melaporkan kalian."

"Saem.. aku tidak melakukan apapun." Sulli merengek, guru matematika itu hanya menatapnya tak percaya. Dengan santai Sehun berdiri dan menggandeng tangan Sulli, menariknya untuk ikut berdiri.

"Kaja chagiya."

Sehun menarik Sulli dan berjalan menuju pintu. Guru matematika itu semakin geram memandang Sehun dan Sulli. Sulli menelan ludah, Sehun sudah gila. Teriakan para gadis membuat telinga Sulli terasa sakit. Sehun membungkukkan badan di depan guru matematika kemudian menarik Sulli meninggalkan kelas.

Sehun terus menarik tangan Sulli sampai akhirnya mereka berhenti di depan pintu ruang music yang saat itu sedang kosong. Sehun mengajak Sulli masuk ke dalam, ini adalah tempat yang paling menyenangkan di saat seperti ini.

"Oh Sehun... kau bodoh bodoh bodoooooohhh..... bodoh sekali." Sulli memukuli tubuh Sehun dengan kedua tangannya. Sehun berusaha menghindarinya tapi tangan Sulli sangat cekatan dalam hal menyiksa dirinya. Air mata sudah tampak menggenang di pelupuk mata Sulli.

"Sull, tenanglah. Kita hanya diusir selama jam pelajaran matematika. Bukankah kau senang bisa menghindari pelajaran yang kau benci?"

"Kau tidak tau Sehun-ah. Diusir dari kelas adalah hal yang harus aku hindari untuk mempertahankan beasiswaku." Sulli mulai menangis.

"Apa? Beasiswa? Kau mendapat beasiswa untuk masuk sekolah ini?" Sehun tampak kaget.

"Tentu saja. Kau pikir dengan apa aku membayar biaya sekolah yang tidak sedikit ini? Penghasilan kedai ramen pamanku hanya cukup untuk membiayai sekolah anaknya dan biaya makan kami. Aku hanya dibantu dengan sedikit tabungan orangtuaku yang mereka tinggalkan saat mereka meninggal."

Sehun terdiam cukup lama. Dia mencoba menenangkan Sulli. Tapi Di dalam hatinya dia berfikir apakah ini adalah saat yang tepat untuk menanyakan hal ini pada Sulli. Saat ini Sulli tengah menangis karena tidak tau akan nasib beasiswanya. Tapi Sehun harus menanyakan ini.

"Mianhae Sull. Apakah aku boleh menanyakan sesuatu padamu?" Sehun mulai berbicara saat Sulli sudah sedikit tenang.

"Silakan saja."

"Bagaimana perasaanmu saat kedua orang tuamu meninggal."

"Perasaanku? Kenapa tiba tiba menanyakan hal ini?"

"Ah kau tidak perlu menjawabnya kalau kau tidak mau." Sehun salah tingkah.

"Ani, gwenchana." Sulli tampak berfikir sebentar kemudian menatap Sehun. "Pada awalnya Aku merasa seperti orang yang paling tidak beruntung di dunia ini, tapi kemudian aku berfikir tentu saja masih banyak orang lain yang lebih tidak beruntung dariku dan aku mencoba menjalani hidupku seperti biasa. Aku beruntung mempunyai paman." Mata Sulli kembali berkaca-kaca.

"Apa kau masih sering mengingat mereka?"

"Ya, kadang. Tapi kenanganku tidak terlalu banyak dengan mereka." Sulli meneteskan kembali butiran-butiran airmata di pipinya.

"Hmmm Sul, maaf aku menanyakan ini padamu." Sehun merasa bersalah kembali membuat Sulli menangis.

"Gwenchana, bukankah aku pernah bilang padamu ku sudah terbiasa tanpa mereka?"

Sehun dengan cepat bergerak dan membuatnya kini memeluk Sulli. Dia bisa mendengar detak jantung Sulli yang cepat, mungkin bukan hanya Sulli, tapi jantungnya juga. Sulli menenggelamkan wajahnya di dada Sehun dan menangis terisak.

Sulli hanya mengangguk tapi tangisannya belum juga berhenti.

"Aku akan bilang pada appa agar membayar sekolahmu"

"Kau tidak perlu melakukan itu sehun-ah, kau sudah banyak membantuku. Aku memang tidak seharusnya ada di sekolah ini."

"Aku tidak ingin kau meninggalkan sekolah ini, aku tidak ingin kau meninggalkanku." Sehun segera sadar setelah menyelesaikan kalimatnya. Dia mengatakan sesuatu diluar perintah otaknya. Kali ini hatinya ikut berbicara.

Sulli melepaskan dirinya dari pelukan Sehun dan menatap laki-laki di depannya dengan mata yang masih meneteskan air mata.

"Uljima Sulli-ah, ada aku. Aku akan selalu menemanimu, aku akan selalu membantumu karena aku akan selalu ada bersamamu." Sehun memantapkan semua kalimat yang keluar dari mulutnya. Perasaannya pada sulli membuatnya melakukan hal itu. Tanpa dia sadar dia memang menyayangi Sulli.

Sehun kembali memeluk Sulli mencoba berbagi ketenangan satu sama lain.

What is Love, Hun?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang