Dua puluh delapan - Trying to accept

176 16 17
                                    

Mature dikit!
Kalo ada yang ngaco koreksi aja ya.
Happy Reading 😻

-🌙-

Ara bersikeras menolak tawaran Chanyeol yang akan mengantarkannya menuju rumah sakit. Iya, kabar kurang mengenakan datang dari Bi Anti yang menelfonnya tadi. Bahwa sang Papah di larikan ke UGD siang tadi saat salah satu karyawan kantor yang menemukan Papahnya tergeletak tidak sadar diri di lantai ruangan dengan bibir pucat.

Sebagaimanapun Ara membenci Papanya tapi Ara hanya lah seorang anak.

Hingga berakhir diantar supir yang Chanyeol perintahkan. Keluar dari mobil dengan cepat hingga berlarian di sepanjang koridor rumah sakit, Ara jabanin.

Aroma dari antiseptik yang menyengat membuat Ara kembali mengingat kejadian pahit itu dulu. Persis seperti ini. Sontak menggelengkan kepala menuju ruang inap yang sempat dikirimkan Bi Anti tadi.

Dari ujung sana Ara sudah melihat 3 perempuan yang tengah berdiri gusar. Sorot mata Valina berubah garang saat melihat Ara berjalan mendekat ke arahnya. Dengan berani wanita tersebut mendekati Ara melayangkan tamparan keras pada pipi sebelah kanan gadis itu. Betapa terkejutnya 2 perempuan dibelakangnya, termasuk Ara dengan perlakuan mendadak tersebut.

"Kemana aja lo sialan! Papah selama ini khawatir sama lo! Tapi yang lo lakuin selama ini cuman seneng-seneng diluaran sana!!" Valina mengamuk bak orang kesetanan.

Dan jelas Ara tidak akan pernah terima atas tamparan tersebut. "Terus gimana sama lo! Udah merasa bener lo jadi anak? Papa selalu sama lo tapi gimana bisa Papa kaya begini? Huh?Jawab gue!!"

"Udah non, udah, Bibi mohon. ini rumah sakit, malu"

Ara memberontak dari pelukannya Bi Anti yang mencoba menenangkannya. Begitupun dengan Valina yang sudah ditarik Yeo Been kebelakang. Untungnya koridor terbilang sepi hanya ada beberapa suster yang keheranan melihat bertengkaran keduanya.

"Lo tuh gak lebih dari sampah di keluarga gue brengsek!!"

Bi Anti mencoba menenangkan Ara untuk kesekian kalinya dan mengajak untuk duduk. Untungnya Ara menurut memeluk asisten rumah tangganya tersebut, terisak di bahu wanita baya itu.

Beberapa saat kemudian pintu ruangan yang ada di depan mereka terbuka menampilkan sesosok wanita tinggi dengan jas snelli, hijab yang membalut kepalanya, dan masker.

"Dengan keluarga pasien?" Tanyanya setelah melepas masker.

Ara sontak berdiri di ikuti Bi Anti. "Saya anaknya"

"Saya istrinya" Si Ibu tiri yang entah kapan sudah berdiri di belakang tubuh Ara. Ara menatapnya sinis yang tidak di indahkan.

Berbeda dari ketiga wanita tersebut. Valina hanya diam di pojokan kursi, menunduk dengan tatapan mata kosong.

"Kalian berdua bisa ikut saya"

Ara juga Yeo Been di bawa kesebuah ruangan berbau aktiseptik yang tidak jauh berbeda di luar tadi. Ruangannya sendiri cukup besar di dominasi oleh warna putih.

Dokter dengan nametag dr. Tari A.M tersebut menyuruh keduanya untuk duduk. Memakai kacamatanya terlebih dahulu sebelum membuka laptop.

"Sebelumnya saya akan bertanya terlebih dahulu. Sudah berapa lama pasien mengonsumsi aspirin?"

Yang membuat sepasang Ibu dan anak tersebut bungkam. Rasa terkejut nampak jelas dari raut wajah keduanya yang membuat Tari mengangguk, mengerti.

"Hasil medis menunjukan bahwa tidak ada penyakit serius yang dimiliki Pak Jong ki. Lantas kemungkinan terbesar karena mengonsumsi aspirin keseringan, sebab pasien sering mengonsumsi minuman beralkohol tinggi. Karna itu bisa menjadi salah satu pemicu beliau mengonsumsi aspirin secara berlebih, hingga mengakibatkan overdosis aspirin"

Benefits [discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang