enam belas - lunch

437 33 7
                                    

Ara berjalan disepanjang koridor kampus dengan beberapa buku di tangannya yang gak berhenti dia cek sedari tadi. Baru aja dia ngumpulin tugasnya ke meja dosen seusai kelas pertama selesai.

"Ara sendirian aja ni" celetukan seseorang yang tengah ngadem disebuah gazebo taman kampus. Sosoknya cowok dengan beberapa teman lainnya.

Ara mendongak dari buku-bukunya. "engga nih ram berdua sama bayangan haha. Duluan ya" sahut sekanenya. Gimanapun ara gak mau di cap sebagai cewek sombong. Lagian itu hanya sapaan biasa.

"Hahaha sa ae"

"Yo! Tiati jangan nunduk mulu ntar mahkotanya jatoh"

"Awas di depan ada lobang tuh"

Cukup hanya sahutan seperti tadi tidak berniat menyahutnya lagi. Ara udah tau betul, alias sekumpulan cowok-cowok gabut itu mahasiswa yang gak lulus-lulus atau malah gak ada niatan buat lulus, yang demennya godain mahasiswi yang lewat.

Namun dipertengahan jalan netranya menangkap sosok lelaki yang tidak asing di matanya. Bukan vernon, tapi--

"Mark!" Panggilnya tepat setelah si oknum memutar tubuhnya menghadap kearahnya, hingga wajah yang tak asing itu tertangkap jelas oleh netranya. Si oknum yang di panggil tentu menoleh dengan senyum yang langsung terbit.

Ara melanjutkan kembali langkahnya menuju sosok cowok dengan jaket jeans itu. "Eh, ka ara" sapanya lebih dulu. Seperti biasa ramah dengan senyum manisnya yang suka cowok itu tebar.

Mendengar mark memanggilnya dengan embel-embel 'ka' membuat ara menepuk tangan cowok itu. "Jangan panggil ka, panggil ara aja. Kita cuman beda 2 tahun ko" begitulah ara, tidak mengenal senioritas.

Mark meringis mengusap lengannya. "serius?"

"Yaelah, santai aja kali. Eh, muka lo kenapa?" Setelah cewek itu peka saat melihat tanda lebam di tulang pipi cowok itu, dengan sudut bibirnya yang ikut terluka.

Mark langsung tersenyum gusar. "Engga ko, ini cuman luka jatoh aja, santai" jawabnya cepat.

"Masa sih? Tapi ko kaya luka? Lo berantem?" Nyatanya ara masih terheran-heran. Jika luka jatuh tapi kenapa yang luka hanya tulang pipi dan sudut bibirnya saja?

"Enggalah. Ini jatoh dari motor waktu kebut-kebutan di jalan" cowok itu menujukan kembali senyumnya dengan ringisan pelan. Lagi, jika jatuh dari motor itu semakin aneh. Apa mark tidak memakai helemnya? Tapi ara memilih untuk mengangguk saja, mungkin itu urusan si cowok yang tak seharusnya ara sekepo itu.

"Eh, ngomong-ngomong soal lusa itu maaf ya. Bukan maksud gue gak ngehargain pemberian lo, tapi vernon waktu itu ngeselin banget abisnya" ara jadi misuh- misuh lagi kalau inget kejadian super annoying itu. Bisa-bisanya karna tingkah childish vernon mark jadi kena getahnya.

"Santai aja" si gak enakan.

"Gak marahkan? Gak dendam kan?" Tuturnya dengan raut wajah iseng. Buat mark langsung geleng-gelang tegas.

"Sama sekali engga ko, suer" dengan mengacungkan 2 jarinya.

Tawa ara keluar melihat ekspresi cowok di depannya yang kocak. "Hahaha iya, iya panik banget muka lo" yang dibalas senyum tipis mark. "Sebagai permintaan maaf nya, gue traktir lo makan siang yuk. Lo, gak ada kelas kan?" Tanyanya lebih dulu.

Mark kembali menggeleng kuat. "Engga ko enggak. Ayok, mau makan siang dimana?" sahutnya langsung. Diajak lunch sama mba gebetan gak mungkin mark menolaknya. Udah gila kali. Dan meskipun ada kelas mark pasti juga memilih untuk bolos, dia jamin itu.

Belum apa-apa udah buchen aja kamu zheyeng

- 🌙  -


Sepasang sepatu hitam mengkilapnya mengetuk-ngetuk di dinginnya lantai marmer, suaranya mengisi keheningan lobby yang tampak sepi. Dengan salah satu lengan di saku celana bahannya, rambut hitam barunya tampak bergaya comma, kedua matanya menajam dengan alisnya yang ikut menyatu, hidung bangir, dengan bibir plum beraroma tembakaunya.

Benefits [discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang