Part 15

10.5K 520 16
                                        

Hatiku kosong ketika Revan mengurai pelukkan kami, lelaki dingin itu menatapku dalam. Kebisuan dan kebekuan kembali terajut, aku tidak tahu harus berbuat apa? Semua rasa berbaur menjadi satu, aku tidak tahu perasaan manakah yang lebih dominan? Cinta, benci atau dendam. Banyak pertanyaan yang mulai berkecamuk, namun semua menguap tertelan keraguan.

Dekapannya begitu erat dan hangat, bahkan bekasnya masih menyeruakkan kedamaian. Hati kecilku terselip rasa bersalah luar biasa, seharusnya aku tidak menikmati, meski ada seribu alasan membenarkan perbuatanku namun hati kecilku berkata lain.

"Bagiamana kabar bos mu, Fay?" tanyanya memecah keheningan kami, aku yang tengah hanyut dengan pikiranku, sedikit tergagap, untuk apa? Dia menanyakan Pak Bagas atau Pak Axel, aku hanya kacung perusahaan tentu mempunyai banyak atasan.

"Maksudnya Pak Bagas atau Pak Axel, aku mempunyai banyak atasan Van?"

"Yang sering jalan sama kamu."

Mataku langsung berbinar, tentu yang ditanyakan Pak Axel. Keadaan Pak Axel sangat baik, selama Luna ada di dekatnya.

"Sangat baik, Van," ucapku dengan wajah cerah, mengingat bos besar sedang berada di mood terbaiknya.

Revan mendengus,"Hanya menyebut namanya saja, sudah membuatmu senang."

Aku mengangguk,"Mood bos besar lagi baik Van, semoga dia selalu seperti ini. Van, aku boleh jujur tidak?"

Revan diam, namun dia menyelamiku dengan tatapannya. Dia pasti mengira aku akan menyampaikan hal penting. Dugaan tersebut membuatku bergidik geli.

"Aku lapar Van, dirumahmu ada makanan tidak?" Cengirku tanpa rasa bersalah, tidak peduli Revan akan menganggap seperti apa? Salah sendiri siapa yang membuatku melewatkan makan malam lezat.

"Kamu mau makan apa?"

"Apa aja Van, yang penting bikin kenyang, mie instan juga boleh," jawabku sumringah membayangkan mie instan lezat ditengah perut keroncongan seperti ini.

"Tidak ada makanan seperti itu dirumah ini," ujarnya datar. Namun kakinya tetap melangkah keluar. Meski sempat merutukinya, Aku tetap mengikutinya dengan langkah lebar. Memang ada apa dengan mie instan? selain enak juga praktis penyajiannya.

Revan mengambil beberapa  bahan makanan dari kulkas dengan cekatan. Sepertinya dia sudah terbiasa dengan aktivitas dapur.

"Kamu sering masak ya, Van?"

"Tidak," jawabnya datar sambil mencuci sayuran, dan dilanjutkan memotong  bahan masakan.

"Okay, aku rubah pertanyaannya, kamu bisa masak?"

Revan menghentikan aktivitasnya sejenak, menatapku lekat dan tersenyum miris,"Kamu terlalu sibuk dengan duniamu, Fay."
Aku kembali tergagap, kenapa dia berkata seperti itu, bukankah tadi aku hanya bertanya tentang perihal memasak. Lelaki tampan itu kembali acuh, dan sibuk dengan kegiatan memasak. Sementara aku sibuk dengan pikiranku sendiri, hati kecilku masih mempertanyakan apa maksud perkataannya.

"Apa kamu masih tidak menyukai kegiatan memasak, Fay?" tanya Revan sambil menumis bumbu yang menyerbak bau harum, perutku semakin lapar.

Aku tersenyum kecil, sebenarnya bukan aku tidak menyukai kegiatan memasak, beberapa kali aku pernah melakukannya, hanya jika waktu mendesak, karena untuk mengirit waktu dan lebih praktis aku lebih suka membeli makanan.

"Apa nanti anak dan suamimu juga akan menikmati masakan orang lain?" tanyanya mencibir.

"Masih terlalu jauh Van, saat ini aku masih hidup sendiri, lebih praktis jika membeli daripada masak, lagian beberapa kali aku masak kok, untuk diriku sendiri."

Bring My Heart (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang