☆ 09 ☆

24.7K 1.9K 58
                                    

🍬 Happy reading 🍬

.

.

"Lu bawa esnya, gue bagian bawa keripik deh."

"Dih, curang."

"Kok curang sih, adil dong bagi tugas gini."

"Mana ada! Masa gue di suruh bawa nampan isi lima gelas terus elu cuma seplastik keripik doang?"

Ali terkikik geli. "Aduhduh neng Yoga capek ya? Sini 'Aa bantuin."

"Najis."

   Sebelum berbelok ke arah tangga mereka berdua berhenti mendadak saat mendengar obrolan para siswi yang terdengar asik di atas tangga.

Yoga menyerahkan nampan berisi beberapa gelas jus jeruk dan satu milkshake cokelat, pemuda dengan kacamata bulat yang bertengger manis di wajahnya itu menghampiri keempat perempuan yang asik ber-make up sambil membicarakan sesuatu.

"Kenapa dek tadi? Coba ulang."

Mendapati salah satu kakak kelas manis yang terkenal menghampiri, salah satu dari mereka yang baru saja memoles liptint tersenyum sambil memberitahu kejadian yang terjadi di kelasnya. "Jadi gitu kak, kasian ya Angkasa yang katanya adek bang Allan di katain anak pungut. Pasti Angkasa sedih .."

Perempuan dengan kuncir dua reflek mengangkat telunjuknya. "Kak, emang Angkasa beneran adeknya bang Allan ya?"

"Iya, adek kandung lagi. Cuma gak pernah di publish aja, tau kan gimana orang kaya?" Yoga tertawa.

"Iya juga sih, masuk akal sama sifatnya."

Yoga mengangguk, memberikan senyuman paling terbaik yang ia punya sampai menunjukan dimple manisnya. "Makasih ya, cantik .."

  Ali membuang muka dengan wajah merengut, mengambil nampan dengan hati hati agar tak tumpah. "Ngapain senyum senyum coba? Lama banget sih, cair nih esnya!"

"Hehe, maap."

Lalu keduanya kembali berjalan beriringan menuju tujuan mereka, dengan Ali yang sekarang memegang nampan dan plastik besar berisi keripik di pundak, Yoga hanya memberi semangat lewat senyumannya. "Semangat 'Aa."

"Demi kamu apa yang enggak sih, neng?"  Ali menjawab dengan senyum miris.


🍬🍬🍬


"Jangan terluka."

   Sebelum meninggalkan adiknya Allan mengecup singkat pucuk hidung Angkasa yang sedikit memerah karena anak itu mengusapnya.

Langit maju setelah Allan bersiap pergi, lengan berotot yang mulai terbentuk itu mengelus lembut alis Angkasa yang sedikit tebal, senyum tampannya menguar. "Manis."

Pipi bulat Angkasa bersemu merah sampai ke telinga, baru kali ini ia malu di puji 'manis' oleh salah satu teman kakaknya. Padahal jika di ingat, ketiga pria di rumahnya pun suka memujinya tapi tak sampai semalu ini.

"Asa gak manis." Cicitnya.

Allan menyentak lengan temannya, mengelus alis Angkasa dengan pandangan tajam bermaksud agar jejak tangan Langit tak tersisa di titik manapun wajah adiknya.

Angkasa ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang