Bab 23. INTEL (2)

51 29 17
                                    

Hlooo❤️

Keesokan harinya, Fani menyusun rencana baru untuk membantu Nadora.

"Gue harus kayak mana? Kenapa otak gue nggak mikir? Argh!"

[Ra, lo yakin nggak mau lanjutin yang kemarin?]

[Nggak, Fan. Nggak ada yang mencurigakan juga.]

[Seyakin itu?]

[Iya.]

"Ini Fani kenapa, sih? Curigaan amat, padahal ‘kan nggak ada apa-apa," batin Nadora setelah membalas pesan dari Fani.

"Dora gimana, sih? Gue aja curiga sama David, masa dia percaya gitu aja," ucap Fani kesal.

"Otak, please mikir, jangan buntu gini, dong!"

"Nah! Iya, gue ada ide! Gue harus lakuin ini sekarang!" ucap Fani tersenyum miring.

Di tempat lain.

"Ini kayaknya si Rani udah mati, deh. Nggak apa-apa, deh semoga aja mati beneran," ucap David.

Fani yang melihat David langsung bersembunyi di semak-semak.

"Nah, kebetulan ketemu sama orangnya," ucap Fani.

Fani mengikuti David.

"Eh, itu orang kayak nggak asing mukanya, tapi siapa?" ucap Fani pelan

Fani mencoba lebih dekat dengan mereka dan mencoba meneliti siapa yang sedang bersama David.

"Hah, orang itu?!" Fani terkejut."O-orang itu kan?"

Jantung Fani berdetak dua kali lebih lebih cepat, ia berusaha menetralkan jantungnya.

***

Tujuh tahun yang lalu.

Pagi ini, Fani berangkat sekolah bersama papanya.

"Makasih Papa," ucap Fani sambil berpamitan

"Sama-sama, Sayang," ucap pria itu, lalu tersenyum.

Sepulang sekolah.

"Mama, aku pulang!" ucap Fani dengan gembira.

"Mama mau ke mana?" tanyanya karena dilihat sang mama sudah rapi dan membawa rantang makanan.

"Mama mau ke kantor Papa, mau nganterin makanan" ucap wanita paruh baya itu dengan lembut.

"Aku mau ikut!" seru Fani, tanpa menunggu jawaban ia langsung lari ke kamarnya.

"Dasar anak-anak," ucap mamanya Fani sambil menggelengkan kepalanya.

Sesampainya di kantor.

"Papa!" panggil Fani dengan berteriak.

"Jangan teriak-teriak, Sayang," ucap pria itu dengan lembut. "Kalian tumben banget ke sini, berdua lagi.

"Tadinya Mama mau sendirian, tapi anak kamu tuh pengen ikut juga," sahut wanita itu.

Fani menunjukkan deretan giginya.

"Karena kebetulan hari ini Papa pulang cepat, nanti kita pulang bareng aja, ya."

"Yey!" sorak Fani.

Pasangan suami istri itu hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah putri tunggalnya itu.

"Pak Hendra," panggil William

"Iya, ada apa, Pak," sahut papanya Fani.

"Nanti malam, saya mengadakan acara ulang tahun saya. Saya harap kamu dan keluarga bisa datang," ucap William tersenyum ramah.

"Iya, Pak. Jika tidak ada halangan kami datang, in syaa Allah," ucap Hendra

"Baik, terima kasih."

Malam pun tiba, keluarga Fani pun datang ke acara itu. Para tamu yang datang cukup ramai, termasuk Erik yang datang bersama Leona dan putri bungsunya. Di situ juga ada Marcell dan keluarga.

"Mama, aku mau ke toilet dulu," ucap Fani pada mamanya.

"Iya, Nak."

Sekembalinya Fani dari toilet, gadis itu melihat kegaduhan antara Marcell dan William. Kedua pria itu adu mulut. Mungkin karena keduanya merasa geram, keduanya sama-sama mengeluarkan senjata tajam. Fani yang melihat kejadian itu merasa sangat terkejut. Tangan William diputar ke belakang sehingga pria itu kesulitan bergerak. Marcell pun menusuk William dengan pisau tepat pada perut. Seketika William pun tewas ditempat.

Fani yang melihat itu langsung gemetar dan langsung berlari menuju ruang utama.

"Kamu kenapa, Sayang? Kok, pucet gini mukanya?" tanya Hendra sangat khawatir

"Om William, Pa," gumam Fani.

"Dia kenapa, Sayang?"

"D-di-dia ditu-tusuk pakai pisau oleh seseorang," ucapnya sambil menetralkan jantung

Para tamu yang datang seketika terkejut mendengar berita itu, terutama David.

"Papa?!"

David menghampiri Fani.

"Di mana Papa gue?!" tanya David sambil menahan amarahnya.

"Di dekat kamar mandi!" ucap Fani cepat.

David langsung menuju ke sana. Sesampainya di sana, ia melihat papanya tidak sendirian. Di tempat kejadian itu, ada Erik yang sedang memegang pisau yang baru saja ia lepas dari perut William. David yang melihat pun tersentak kaget.

"Oh, ternyata dia yang sudah membunuh papaku. Tunggu saja, aku akan membalas semuanya! Nyawa harus dibayar dengan nyawa!" batin David.

***

"Dia kan yang membunuh Om William," gumam Fani.

Fani mencoba mendekat untuk memastikan kalau yang ia lihat tidak salah.

Dua minggu sudah berlalu, Rani terus berusaha mengingat apa yang sudah terjadi padanya, tetapi belum ada satu pun yang diingatnya.

"Aku ini siapa? Sebenarnya apa yang sudah terjadi?" ucapnya.

Bantu doa yuk buat Rani🥺

See you next part ❤️

Salam sayang ❤️

Aku Terlahir dari Luka || (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang