Di dalam setiap tubuh manusia, terdapat simbol yang menggambarkan kondisi jiwa orang tersebut, sebutlah pohon dunia.
Pohon dunia akan berubah sesuai kondisi jiwa sang pemilik. Jika dia dalam keadaan buruk atau bahaya, maka nyawa lah taruhannya.
Qia...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Bel tanda pulang sekolah berdering. Suara nyaring yang sangat dinantikan oleh semua murid Emerald High School setiap harinya. Otak mereka yang mengembang seakan menyusut dan terasa ringan.
Bagi mereka yang sedang asyik-asyiknya menikmati rasa kantuk di jam pelajaran terakhir pun langsung tergugah dan seketika rasa itu pun menghilang tanpa jejak. Dan, bagi mereka yang menunggu dalam bosan, wajah mereka langsung merekah bahagia bagaikan bunga yang mekar saat mendengar bel berbunyi.
Satu demi satu dari mereka mulai melangkah meninggalkan ruangan kedua setelah kamar pribadi mereka di rumah. Ruangan itu adalah ruang kelas yang hampir menyita waktu dan kesadaran mereka paling banyak.
Diantara mereka, ada yang keluar bersama teman-temannya sambil membicarakan sesuatu yang menarik. Ada yang dengan gugup berlarian menuju halte agar tidak tertinggal bus. Dan, ada juga yang dengan santainya masih duduk sambil mengemasi barang bawaanya, sebut saja, Niel.
Setelah semua barangnya tersimpan rapi di tas, Niel memakai jaket denimnya lalu menyampirkan tasnya pada salah satu pundaknya. Dengan langkah tegapnya dia berjalan keluar dari kelas dan menuju tempat parkir. Niel memilih pulang terakhiran demi menghindari puluhan pasang mata yang menatapnya penuh puja.
Langkah kaki Niel berhenti sejajar. Apa yang dia harapkan ternyata hanyalah asa belaka. Di parkiran, justru banyak cewek-cewek yang sudah menunggunya sejak tadi. Entah sudah berapa kali Niel menghembuskan napas beratnya. Meskipun demikian, dia harus tetap melanjutkan perjalanannya menuju tempat di mana motornya berada.
Tidak ada kata yang keluar dari mulutnya setiap kali indera pendengarannya secara tak sengaja menangkap ucapan-ucapan dari cewek yang memuji-mujinya. Niel tak ada keinginan untuk menanggapi. Baginya, itu hanyalah angin lalu yang tak berarti. Biarlah dia dianggap sombong atau apa, dia tidak peduli. Karena baginya, kenyamanannyalah yang harus dia utamakan.
"Gila ganteng banget! Itu benar anak pindahannya?"
"Iya, dia. Ganteng, 'kan?"
"Duuuh..! Jantung gue disko."
"Jadi pacar gue mau nggak, ya?"
"Jangan mimpi! Lihat! Dia siapa kita siapa? Sadar diri woi!"
"Apaan sih? Ngehalu bentar boleh kali.."
Kurang lebih seperti itu lah yang Niel dengar sebelum menggunakan helm full facenya. Dia bersiap untuk menstater mesin beroda dua tersebut dan segera meninggalkan gedung Emerald High School.
Di lain tempat, tepatnya di dalam mobil berwarna biru muda milik Irena Kaylee, sang pemiliknya kini tengah menculik seorang gadis yang dia cap sebagai sahabatnya, Qiana Arabella.
"Padahal ada yang mau gue omongin sama kak Xin, Ren.." ucap Ara memasang wajah manyun.
Irena menimpali, "di rumah, 'kan bisa, Ra. Lagian kita udah lama nggak jalan-jalan berdua kali. Lo nggak kangen healing bareng gue?"