Anak-anak kelas 11 Social-C terlihat antusias untuk pulang saat jarum jam bahkan belum menunjukan jam pulang. Jelas saja, guru Sosiologi yang seharusnya mengajar di jam pelajaran terakhir di kelas itu memberitahu ketua kelas bahwa beliau tidak bisa mengajar hari ini dan para murid di perintahkan untuk mempelajari bab selanjutnya terlebih dahulu-yang tentu saja tidak dihiraukan anak-anak itu dan lebih memilih untuk pulang- yang kemudian akan dibahas minggu depan.
Namun gadis brunette yang duduk di pojok kelas malah mendengus sebal membuat teman sebangkunya menatapnya heran.
"Lah buset, kenapa lo? Kesel gitu kayaknya kelas dibubarin. Sayang banget ya sama pak Kim?"
Jelas gadis musim dingin itu heran. Seorang Choi Jisu terlihat kesal karena dia bisa pulang lebih awal? Yang benar saja.
"Ih gak gitu. Gue ada pertemuan sama anak cheerleaders pas pulang sekolah. Kalo balik sekarang, gue nungguin anak kelas lain sendirian dong?" ujar Jisu sembari memasukan alat tulisnya ke dalam tas selempang berwarna putih gading miliknya lengkap dengan pipi yang menggembung.
"Lah masih aktif tuh club?" tanya Winter heran sambil berjalan keluar kelas bersama dengan teman sebangkunya itu.
"Katanya anak basket bentar lagi tanding sama sekolah sebelah. Jadi mereka minta anak cheers buat support gitu. Elit amat elah kudu ada supporter." Jisu mencebik kesal membuat Winter terkekeh melihat Jisu yang kesal lengkap dengan kaki yang dihentak-hentakan ke lantai koridor.
"Yaudah sekarang lu mau nunggu dimana?"
Winter menghentikan langkahnya tepat di depan gymnasium sekolah. Tempat club cheerleaders itu berkumpul biasanya. Mungkin Jisu akan menunggu disini, pikirnya.
"Temenin dund," Jisu menatap sahabatnya itu dengan puppy eyes paling menggemaskan yang dia punya. Yang di tatap malah balas menatapnya geli.
"Kagak, mau tidur siang gue ngantuk, bye!" ujar Winter sambil melengos pergi dari sana meninggalkan Jisu.
"Najis! punya temen gak ada solid-solid nya!" teriak Jisu karena Winter sudah berjarak cukup jauh dari tempatnya berdiri saat ini.
Winter berbalik tanpa menghentikan langkahnya untuk sekedar menjulurkan lidahnya pada Jisu yang menekuk wajahnya kesal. Gadis itu mendecak sebelum melangkahkan kakinya masuk ke dalam gymnasium dan mempersiapkan dirinya untuk menunggu kira-kira 40 menit lamanya sendirian disana.
Atau mungkin tidak sendiri?
Pasalnya saat dia melangkah kedalam lapangan in door itu, seseorang terlihat berdiri di tengah lapangan basket sambil memantulkan bola berwarna oranye itu ke lantai dengan irama teratur.
Jisu tidak bisa melihat wajah gadis berambut panjang itu karena dia hanya bisa melihat punggungnya dari tempatnya berdiri saat ini. Ia kemudian berjalan ke sisi lapangan untuk menaruh tasnya di bench area tanpa melepaskan matanya dari gadis jangkung di depan sana.
Jisu tidak mengetahui siapa gadis itu, tapi rasanya dia tidak terlalu asing dengan perawakannya. Tapi siapa?
Anak basket? Tapi sejauh yang dia ingat, mereka selalu memakai jersey basket walaupun hanya untuk latihan. Tapi gadis didepannya itu hanya mengenakan kaos putih lengan pendek dan celana chino pendek berwarna abu-abu. Lagipula sepertinya tidak ada anggota basket dengan perawakan seperti itu. Hingga pada akhirnya dia memutuskan untuk menghampirinya.
Pada awalnya gadis Choi itu hanya mendekatinya dari samping, jaga-jaga jika benar dia memang tidak mengenalnya. Tapi setelah melihat fitur wajah dengan mata sipit tajam dan rahang tegas itu dia akhirnya tahu alasan kenapa gadis jangkung itu terlihat familiar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love is On but Nobody's Home
Fiksi PenggemarHwang Yeji, gadis jangkung yang sering disebut si pawang Matematika. Anak kelas Science yang kerjaannya cuman belajar dan menangin olimpiade sampai-sampai sertifikatnya setebel buku Biologi. Temenan sama anak Social, Shin Ryujin, yang sama-sama gila...