3. Terbongkar

189 39 0
                                    

Tentu saja sebaik apa pun mereka menyembunyikan semuanya, akhirnya pihak keluarga juga tahu, karena belakangan Geya dan Aydin banyak sekali menghabiskan waktu bersama, mereka sering sekali membicarakan banyak hal di belakang sana, kemungkinan besarnya ada sesuatu yang serius di antara keduanya.

"Kamu udah lama nggak datang bulan?" Karena sebagai ibu, sebagai mama dari Geya, dia selalu memantau anak gadisnya dan dia menyadari itu. Dia tidak pernah mau kecolongan, karena dia bahkan memberikan pesan agar Aydin menjaga adiknya itu. Meski anaknya berhak menentukan kehidupan seperti apa yang harus dia jalani, tapi tentu saja sebagai ibu dia mau kalau Geya menyelesaikan dulu pendidikannya, mau kalau Geya berhasil dulu setidaknya sampai dia selesai SMA. Setelahnya bebas mau menentukan jalan hidup seperti apa yang dia inginkan.

Geya yang sebelumnya mau langsung kembali ke kamar langsung menghentikan langkahnya, dia kemudian berdiri di hadapan mamanya. "Nggak tau, mungkin lagi telat aja." Karena pertanyaan seperti ini belum Geya prediksi sebelumnya, jadi dia butuh diskusi dengan Aydin untuk memikirkan seluruh jawaban.

"Terakhir nggak normal, atau warna darahnya masih normal?" Luna berusaha mencaritahu, karena dia adalah seorang ibu, bahkan pembalut untuk Geya juga dia yang menyediakan, karena dia benar-benar tidak ingin kecolongan, makanya dia juga akhirnya bisa tahu jadwal datang bulan Geya, karena sejak terakhir, anaknya itu belum sibuk lagi soal pembalut.

Geya menelan ludahnya sendiri. "Kayak biasa kok, masih normal kok, Ma." Geya berusaha meyakinkan mamanya, walaupun karena dia memang anak yang teratur, dia jujur selama ini, jadi ketika harus berbohong dia tidak tahu bagaimana cara yang benar untuk melakukannya.

"Kayaknya kita perlu ke dokter." Benar saja keringat sebesar biji jagung sudah bercucuran di sekitar kepalanya, karena memang Geya sangat takut sekarang ini.

Luna, menatap tubuh anak perempuannya itu, sudah dua bulan loh sejak Geya tidak datang bulan, biasanya kalau wanita sedang hamil akan langsung kelihatan. Luna, maju mendekat ke Geya. Dia kemudian mengulurkan tangannya untuk memegang perut Geya yang membuat Geya langsung mundur.

"Kamu hamil." Luna mengatakan itu dengan sorot mata kecewa karena jujur dia tidak menyangka kalau anak perempuannya ini akan bertindak sejauh itu.

Geya langsung mendudukkan dirinya, bersimpuh di kaki mamanya, karena apa yang mamanya katakan benar. Luna hanya menatap karena apa yang Geya lakukan sekarang ini seolah memvalidasi apa yang dia katakan.

"Maafin Geya." Geya mulai menangis, karena semuanya juga jadi penyesalan untuknya, semuanya juga jadi beban untuknya, dia juga bingung dan tidak tahu harus apa selama ini.

"Mama percaya banget sama kamu."

"Maafin Geya, Ma. Maaf..." Dan Geya hanya terus meminta maaf, sebab memang dia juga menyesal dengan semuanya. Dia tidak menyangka kalau apa yang Aydin wanti-wanti soal bahayanya menjalin hubungan dengan Andra membawanya pada situasi ini, di mana kehidupannya menjadi berantakan dan gambaran masa depan hanya ada yang suram saja.

Geya bahkan mengecewakan orang tuanya, padahal selama ini selalu memberikan hal-hal yang membanggakan.

"Maaf, Ma." Kemudian dia menjadi sosok tidak berdaya, benar-benar sendirian.

***

Setelah sang papa pulang bekerja, akhirnya mereka berkumpul di ruang kerja papanya, hanya bertiga karena memang segala urusan yang harus diselesaikan, ini sangat mengecewakan karena memang Geya adalah anak tunggal, alasan banyak hal dalam hidupnya dipantau sebegininya juga karena hanya dia satu-satunya, mereka berbicara bertiga di ruang tertutup juga agar para pembantu tidak mendengar duduk permasalahannya.

Rafif memandang anak perempuannya itu, tentu saja sebagai seorang ayah dia sangat kecewa, karena Geya adalah anak perempuan, satu-satunya pula, selain itu juga selama ini mereka cukup dekat, banyak hal yang Geya ceritakan perihal perjalanannya di sekolah dengan Rafif. Dia berusaha menjaga anaknya dengan baik, tapi kenapa hal semacam ini yang mereka terima?

Rafif berdeham, dia sebagai seorang ayah juga harus bijak, harus lebih bisa mengendalikan dirinya, dia juga harus menghadapi hal semacam ini dengan kepala dingin, dengan kesabaran yang seluas samudera, kehidupan mereka sempurna, mungkin ini adalah ujian yang akan mereka terima dalam rumah tangga mereka.

"Jadi, kamu punya pacar?" Sebagai ayah dia juga tidak mau mengintimidasi anaknya, ini kesalahan fatal, tapi memang semua orang juga pernah salah.

Geya menganggukkan kepalanya.

"Kakak kamu tau?" Rafif bertanya lagi, tentu saja sosok yang dia sapakan dengan sebutan kakak adalah Aydin, karena memang selama ini Aydin yang selalu menjadi kakak Geya karena Geya adalah anak tunggal.

Lagi-lagi Geya menganggukkan kepalanya. "Terus kenapa bisa?" Rafif masih dengan kesabarannya berusaha mengajak Geya berkomunikasi dari hati ke hati, dia rasanya ingin mengamuk, tapi mungkin akan mengamuk kalau si pria sudah tertangkap nanti, anaknya juga pasti salah, tapi dia adalah seorang pria, rasanya urusannya harus diselesaikan dengan sesamanya.

"Kak Aydin udah larang aku sebenarnya, tapi..."

"Kamu jatuh cinta sama cowok ini?" Papanya menebak, karena dia juga pernah muda, gebu-gebu perasaan cinta itu pernah dia rasakan saat dia muda, seharusnya Geya tidak perlu takut untuk menjelaskan semuanya secara gamblang, mereka manusia kok, yang memang di dalam hidup dititipkan fitrah berupa perasaan cinta, cinta itu adalah sesuatu yang wajar, hanya saja kadang merealisasikan perasaan tersebut yang tidak wajar, salah satunya adalah apa yang terjadi dengan Geya sekarang ini.

Geya menelan ludahnya sendiri, jujur dia memang mencintai Andra, sayang dengan cowok itu, tapi tidak pernah tahu kalau dia akan menjadi sebodoh ini.

"Padahal kakak kamu udah bilang kalau dia bukan sosok yang baik." Rafif menyandarkan tubuhnya, dia sedang dalam mode mengendalikan diri, karena dia juga tidak mau menyakiti anak perempuannya itu.

"Jadi bagaimana? Kamu mau menikah sama dia?" Papanya masih menjadi sosok yang sangat bijak, dia juga pernah melakukan kesalahan dalam hidupnya, itu kenapa dia tidak mau dengan mudahnya menghakimi orang lain.

Geya diam, kalau menikah maka yang ada adalah masa depannya hancur berantakan.

"Masih memikirkan masa depan kamu?"

Geya mengangguk.

"Tapi, anak kamu nggak mungkin lahir tanpa ikatan pernikahan, itu sangat menyedihkan." Karena bagaimanapun itu adalah cucunya juga, anaknya sangat butuh dukungan di sini.

"Kalian melakukannya karena suka sama suka, maka menikahlah." Akhirnya dia membuat sebuah keputusan, kecuali kalau ini merupakan sebuah pemerkosaan maka dia tidak akan pernah rela anaknya menikah dengan pemerkosanya, tapi ini ada hubungan di antara mereka dan mereka pasti melakukannya secara sadar.

"Dia udah kabur." Geya akhirnya berani untuk jujur, dia bukan lagi tertangkap basah, dia sudah tertangkap bulat-bulat.

Rafif menghela napasnya, dia berusaha untuk tetap tenang, kebijakannya sangat dipertaruhkan di sini, ada banyak hal yang harus dia pertimbangkan juga sebagai seorang ayah, mungkin Geya perlu dapat dapat pelajaran, perlu diberitahu secara mendetail apa yang akan terjadi dengan semua hal yang tidak dia pikirkan secara matang-matang.

"Dia menghilang?"

Geya kemudian mengangguk.

"Oke."

***




Kisah SempurnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang