Bukan Siapa-siapa

695 48 8
                                    

Jangan lupa vote yaa zheyeenk 😚

Selamat Membaca ♥️

"Raya... Yang ganteng banget itu loh dan sebentar lagi jadian sama Melisa,"

Mendengar jawaban Leah, Riland pun dengan spontan menyemburkan air kopi yang sedang di minumnya.

"Pfffttttttttt," sembur Riland dan itu membuat Leah bergerak mundur secara spontan dengan wajah terkejut yang tak bisa ia sembunyikan. Tak hanya itu, kopi yang berada dalam genggaman Riland pun ikut tumpah. "Kamu kenapa ?" Tanya Leah.

"Sorry.. sorry, kopinya panas," jawab Riland.  Dengan paniknya ia mengambil beberapa lembar tisu dari kotaknya yang tersimpan di atas meja.

Riland membersihkan meja dan segala sesuatu yang terkena air kopi termasuk kemeja yang sedang ia kenakan. "shiiittt," maki Riland terdengar kesal karena kemeja putihnya kini dihiasi cukup banyak noda kopi yang berwarna kecoklatan.

"Bukannya itu es kopi ? Kok panas sih?" Leah menautkan kedua alisnya terheran. Setahunya, yang tadi Riland minum adalah segelas es kopi yang biasa bossnya itu beli dari cafe sebrang jalan.

"hah ? aahh iya.. es kopi !  gigiku terasa ngilu karena esnya," jawab Riland lagi sembari terus membersihkan percikan air kopi di kemejanya.

"Tadi kamu bilang kopinya panas, Riland."

Riland mengangkat muka dan melihat pada Leah yang tengah memperhatikannya. "kayanya kamu salah dengar deh," sahut Riland. Iya sendiri tak paham kenapa dirinya mendadak gugup seperti ini.

Leah berpikir untuk sesaat, dia yakin tak salah dengar karena Riland mengucapkannya dengan jelas. Tak ingin berdebat tentang sesuatu yang tak penting, akhirnya Leah tak lagi berkomentar. "Mungkin memang aku yang salah dengar,"

"Aku ganti baju dulu," ucap Riland sembari kembali ke dalam ruangan tempat penyimpanan barang dimana ada tangga yang akan membawanya ke lantai 2.

Di sepanjang perjalanan Riland terus berpikir, bertanya-tanya dalam hatinya siapakah lelaki bernama Raya itu. Ini pertama kali Riland mendengar nama lelaki itu tapi kenapa Leah berkata seolah-olah sudah mengenalnya lama. Apa dia seseorang yang spesial untuk Melisa ?

"Aahhh, shiiitt kenapa gue jadi mikirin yang enggak-enggak? Melisa mau berteman dengan siapapun bukan urusan gue !" Ucap Riland pada dirinya sendiri.  Ia bermonolog sambil menaiki tangga.

Ia segera mengganti kemeja putihnya yang kotor dengan kaos polos hitam. Mendudukkan tubuhnya di atas kursi dan berusaha untuk meneruskan pekerjaannya tapi seberapa susah payahnya ia berkonsentrasi nama Raya terus muncul di kepalanya.

"Kenapa sih gue jadi mikirin dia?" Lagi-lagi Riland bermonolog. "Ya iyalah gue mikirin karena dia itu pegawai gue dan selama di tempat kerja, Melisa jadi tanggung jawab gue. Sooo gue harus tahu siapa Raya karena itu merupakan sebagian dari tanggung jawab gue sebagai atasan," Riland mencari pembenaran atas pikirannya sendiri.

Riland kembali menenggelamkan diri dalam pekerjaannya, menatapi tabel-tabel yang berisikan banyak angka di layar MacBook miliknya. Matanya melihat kesana tapi pikirannya melayang entah kemana. "Kenapa jadi blank gini sih ini kepala ?" Keluh Riland. "kayanya butuh kopi lagi biar fresh," Riland masih saja bicara sendiri. Untung Riland sedang sendirian. Kalau saja ada yang lihat, ia bisa dicurigai gila.

Riland berjalan menuju pantry kecil di bagian belakang. Mangambil sebuah gelas dan menuangkan kopi instan ke dalamnya, lalu menyeduhnya dengan air panas dari mesin dispenser. Setelah mengaduknya sebentar, ia pun kembali meja kerjanya.

Sudah beberapa teguk air kopi yang Riland minum,    tapi dirinya masih belum juga bisa berkonsentrasi untuk bekerja. Ada sesuatu yang mengganjal dalam pikirannya saat ini.

Ia berjalan mondar-mandir di di depan meja kerjanya sendiri. Sesekali melihat ke arah luar bawah gedung dari kaca jendela. Memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang. Cukup lama ia melakukan itu sebelum memutuskan untuk kembali ke mejanya dan mulai bekerja lagi.

Lagi-lagi ia menatapi layar MacBook dengan pikiran kosong, ternyata air kopi tadi tidak memberikan efek apa-apa padanya. Sambil berdecak kesal Riland keluar dari meja kerjanya dan kembali berjalan ke lantai 1 untuk bertanya pada Leah lebih lanjut. Bukan karena Riland menaruh rasa atau cemburu tapi karena ia adalah seorang boss yang bertanggung jawab pada bawahannya. Itulah yang Riland tanamkan dalam kepalanya.

Lea masih sibuk di meja kasir karena ada seseorang yang tengah melakukan transaksi pembelian. Riland memilih untuk duduk sambil memperhatikan dan mencari kata-kata yang tepat untuk bertanya pada pegawainya itu.

"Eh btw siapa Raya itu?" Tanya Riland saat Leah baru saja menyelesaikan pekerjaannya.

Leah tolehkan kepala dan mendapati sang bos telah berganti baju dan duduk di belakangnya. "Raya yang sekarang lagi kencan sama Melisa?" Leah balik bertanya seraya ikut duduk di atas kursi tepat di hadapan Riland.

"Ya, itu laki-laki yang pergi dengan Melisa sekarang ini," jawab Riland sedikit tak acuh. Ia tak mau jika Leah tahu bahwa jiwa keponya tengah meronta-ronta.

"Raya itu katanya sih teman SMA Melisa dan ternyata dia itu bekerja di salah satu gedung yang letaknya dekat toko kita. Kemarin dia datang ke toko ini dan memborong banyak baju, tapi aku yakin sebenarnya maksud lelaki itu datang hanya untuk menemui Melisa karena dia mengatakan telah memperhatikan Melisa beberapa minggu terakhir ini," jawab Leah.

"Oh teman SMA ?" Sahut Riland.

"hu'um," jawab Leah super singkat dan Riland tak puas dengan jawaban gadis itu tentunya.

"Cowoknya ?" Tanya Riland lagi.

"Bukan, tapi keliatannya si Raya ini suka sama si Melisa. Aku yakin ke depannya tuh anak bakalan banyak kencan di waktu makan siang karena cowoknya ngantorpp di daerah sini juga." emang kenapa?" Leah menelisik wajah Riland ketika mengatakan hal itu.

"Gak pa-pa sih cuma nanya aja," jawab Riland yang sebenarnya ingin bertanya lebih banyak lagi tapi ia tahu bahwa Leah mulai curiga.

Leah berdiri karena mendengar pintu toko yang dibuka ia mengira ada pelanggan yang akan berbelanja sambil bertanya kepada Riland "Kenapa kamu cemburu? Jealous ya Melisa kencan sama cowok lain ?" Tanya Leah sambil terkekeh geli.

"Enggak lah, gila ! Gak nggak mungkin aku cemburu sama Melisa Dia bukan apa-apa Aku," jawab Riland sedikit tak nyaman dengan pertanyaan yang Leah lontarkan padannya. "Melisa itu bawahan aku jadi aku harus tahu apa-apa tentang dia karena selama bekerja di sini dia akan menjadi tanggung jawabku," lanjut Riland beralasan. Ia tak mau Leah berpikiran lain tentangnya.

"kita emang atasan dan bawahan, aku bukan apa-apa kamu,"  tiba-tiba Melisa hadir di antara keduanya ternyata yang membuka pintu toko tadi adalah dirinya bukan pelanggan seperti yang Leah kira. Wajah gadis Melisa begitu datar saat mengatakannya.

Leah terkejut mendengarnya, ia merasa tak enak hati karena telah membicarakan temannya itu, sedangkan Riland lebih terkejut lagi. Bisa ia rasakan panas di wajahnya.

To be continued ♥️
Thanks for reading ♥️

The Hot Boss Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang