Jangan Khawatir

495 57 13
                                    

Happy reading ♥️

" I don't wanna fuck... I want love and peace too," ( aku tak ingin hanya sekedar bercinta tapi aku ingin cinta dan kedamaian juga ) lirih Riland sembari membayangkan wajah seorang gadis dalam benaknya.

Melisa baru saja tiba di tempatnya bekerja. Sebelum masuk, susah payah ia keringkan air mata yang lancang membasahi pipinya. "Bego banget sih, Mel. Pacar juga bukan tapi lo tangisin," desahnya sambil tertawa. Mentertawakan dirinya sendiri.

Melisa menarik nafas dalam sebelum ia mendorong pintu kaca dengan bahunya karena kedua tangannya yang memegang 2 es kopi.

"Raya nelepon mulu, akhirnya aku angkat   dan bilang kamu lagi beli kopi di seberang jalan," ucap Leah pada Melisa padahal gadis itu belum juga sampai di mejanya.

Melisa jadi teringat pada pernyataan cinta lelaki yang dulu satu sekolah dengannya itu. Lelaki yang menjadi idola pada masanya.

"Its oke, makasih ya," sahut Melisa seraya memberikan es kopi pesanan temannya.

"Eh, aku naik yaa. Lagi banyak kerjaan," pamit Melisa. Saat ini ia ingin sendirian dan menikmati rasa patah hatinya.

"Okay," sahut Leah sembari menyedot minuman pesanannya.

Dengan langkah gontai Melisa menaiki tangga. Hatinya terasa hampa, dan bingung dengan perasaannya sendiri. Ia menginginkan Riland yang tak menginginkan dirinya. Di sisi lain Raya terang-terangan mengatakan cinta padanya tapi Melisa tak merasakan apapun pada lelaki itu.

"Kamu telah mengambil semua perasaan cintaku," lirih Melisa sembari membayangkan wajah Riland yang tengah berciuman tadi.

"F*ck," maki Melisa seraya memukul tembok dengan kepalan tangannya untuk menyalurkan kemarahannya hingga memerah dan ia pun mengaduh kesakitan.

"Aawwww," teriaknya tertahan.

"Mel, kamu gak pa-pa ?" Leah menyembulkan kepalanya melihat pada Melisa yang masih berada di tangga.

"Aku gak apa-apa, tadi cuma kepeleset doang," sahut Melisa tertawa dan ia sembunyikan kepalan tangannya yang merah di balik tubuhnya.

"Hati-hati, Mel," sahut Leah seraya kembali ke ruangannya untuk menjaga meja kasir.

Melisa dudukkan tubuhnya di kursi sambil  kibas-kibaskan tangannya yang masih terasa sakit. Lalu ia mengambil beberapa map yang berisikan berkas-berkas dan menyalakan laptop yang terletak di atas meja.

"Bu...lan... Sep..tem..ber..," Melisa mengkroscek ulang data yang tertulis dengan data yang ada dalam file penyimpanannya. Bayangan Riland yang berciuman dengan tunangannya tadi id coffee melintas di dalam pikiran gadis itu.
"Sial !" Umpat Melisa yang kehilangan fokusnya.

Bunyi notifikasi pesan yang dikirimkan Raya juga semakin membuat konsentrasi Melisa kian terganggu.

"Mel, aku please bales pesan aku. Rasanya hampir gila karena menunggu balasanmu," tulis Raya di pesan terakhirnya.

Sungguh Melisa tak tahu harus menjawab apa. Baru kali ini ia mengalami patah hati kemudian di tembak di hari yang sama.

Yang jelas dirinya tak mempunyai perasaan apapun terhadap lelaki itu. Semua rasa cintanya sudah terpaut sempurna pada Rilland.

" Riland.... Kamu sedang apa sekarang ?" Tanya Melisa seraya menelungkupkan kepalanya di atas meja. Menatapi rintik hujan yang baru turun dari kaca jendela.

Mendungnya langit tak lebih mendung dari hatinya. Melisa pun menarik nafas dalam membayangkan beberapa hal yang pernah terjadi antara dirinya dan Riland saat mereka melakukan pengambilan gambar untuk iklan.

The Hot Boss Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang