42. Selangkah Demi Selangkah

3K 618 57
                                    

42. 

Anyelir putih melambangkan cinta yang tulus dan mendalam. Karena itu, dalam budaya Barat, bunga ini disematkan pada kelepak jas pengantin pria untuk menunjukkan kesungguhan cinta dan komitmen dari pihak suami.

Ah, kehadiran Rafka selalu membuat Ana teringat pada cinta. Padahal, saat tidak sedang bersama pria itu, Ana sama sekali tidak pernah berpikir tentang cinta atau pasangan hidup.

Rafka mencintainya sejak dulu. Namun, wajar jika Ana meragu, sebab cinta nyatanya tak mampu mencegah pria itu dari perbuatan menyakitinya. 

Tetapi, itu dulu. Rafka menyesalinya dan berjanji akan berubah. Bisakah Ana mempercayainya? Bukankah setiap orang berhak mendapatkan pengampunan atas dosa-dosanya?

"Ana, bagusan yang mana? Pink atau biru?" 

Rara tiba-tiba menyodorkan dua buah selimut bayi ke hadapan Ana dan membuatnya terkejut. Ana menatap bergantian antara Rara dan benda di tangannya dengan linglung. Astaga, Ana lupa bahwa dia sedang menemani Rara berbelanja di baby shop.

"Kamu kok malah kayak orang bingung gitu sih?"

"Eh, iya. Maaf. Lagi nggak konsen." Ana mencoba memusatkan perhatian pada dua selimut bayi yang ditunjukkan oleh Rara. "Dua-duanya bagus, Ra. Kamu sendiri lebih suka yang mana?"

"Aku lebih suka yang pink, sih. Tapi kata dokter, bayiku cowok."

"Beli aja yang paling kamu suka. Nggak usah terpatok pada warna: Pink untuk cewek, biru untuk cowok. Warna nggak mengenal gender. Cowok juga bagus kok pake baju warna pink." Entah bagaimana, tiba-tiba terlintas di benak Ana gambaran Rafka memakai kemeja berwarna baby pink dan pria itu tetap tampan.

Oh, sial. Ana merasakan pipinya memanas. Untuk menyamarkannya, Ana mengipasi diri dengan tangan. "Panas banget ya. AC tokonya kurang dingin."

Rara hanya mengangguk dan kembali menimbang pilihan di kedua tangannya. "Aku ambil dua-duanya aja, deh. Aku suka yang pink tapi nanti kalau suamiku protes, aku punya cadangan yang biru."

Ana tersenyum kecil. Menurut pengamatannya, berbelanja keperluan bayi seperti ini lebih banyak dipengaruhi oleh kesukaan sang ibu, bukan kebutuhan si bayi. Asalkan melihat barang yang lucu dan disukai, Rara langsung kalap membeli, padahal bayinya belum tentu membutuhkan barang itu.

"Ra, nikah itu rasanya gimana sih?" tanya Ana sekonyong-konyong. Rara sampai sedikit mengernyit saat mendengarnya.

"Aku bohong kalau bilang nikah itu enak," jawab Rara.

Giliran Ana yang mengerutkan kening. Jawaban Rara jelas di luar prediksinya. "Maksudmu?"

"Nikah itu isinya perjuangan, Na. Berat. Tapi kalau dijalani bersama orang yang tepat, yang berat itu jadi terasa ringan." Rara memasukkan kedua selimut bayi ke dalam keranjang yang disediakan pihak toko.

 "Awal nikah, suamiku masih merintis usaha. Namanya makan tu bener-bener seadanya. Suamiku rela cuma aku bawain bekal nasi putih dan orek tempe, sedangkan aku mengandalkan jatah makan siang dari sekolah. Karena uang kami pas-pasan banget, setiap Senin Kamis, kami puasa. Lumayan ngebantu menghemat uang makan. Kami juga belum sanggup ngontrak rumah, akhirnya cari kos yang boleh buat suami istri. Kami sepakat menunda momongan sampai tabungan siap."

Ana terdiam setelah mendengar penuturan Rara . Sungguh dia tidak bisa membayangkan Rara bisa melalui semua itu. "Lalu, kenapa kamu mau nikah kalau cuma diajak susah kayak gitu?" tanyanya.

"Kalau dibandingkan zaman aku masih gadis, emang lebih enak pas masih gadis. Hidup berkecukupan karena duit ortu. Tapi, walaupun awal-awal nikah kami hidup susah, bukan berarti aku nggak bahagia. Aku bersyukur atas setiap detik kehidupan yang aku jalani bersama suamiku. Kalau aku down, suamiku nyemangatin lagi. Kalau dia yang kelelahan, aku berupaya meringankan bebannya."

Love Will Find A Way Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang