3. Bertemu

4.6K 698 73
                                    

Rafka tidak mengerti alasan perempuan begitu menyukai pesta. Mungkin mereka suka bagian berdandan, tampil cantik, dan dipuji. Namun, bagi Rafka pesta tak lebih dari sekadar acara membosankan dan tak berguna.

Selepas lagu Happy Birthday dinyanyikan, Rafka diam-diam menyingkir dari kerumunan pesta dan berjalan ke luar ballroom. Tanpa tujuan yang jelas Rafka bergerak ke arah taman di sisi timur ballroom. Rafka bersyukur dia melakukannya karena di sana Rafka melihat gadis itu. Si gadis aneh. Si gadis jumper. Dunia ternyata memang hanya selebar daun kelor.

Hari ini penampilan gadis itu cukup normal. Bajunya memang serba panjang dan tertutup, tapi tidak ada sweater atau jumper super tebal yang menjadikannya aneh. Rambut gadis itu pun masih diikat ekor kuda. Tatanan rambut itulah yang membuat Rafka mengenalinya. Seperti saat di perpustakaan tempo hari.

Gadis itu duduk sendirian dan begitu asyik mengamati bunga. Rafka mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Wajah gadis itu terlihat cukup jelas, tetapi Rafka merasa perlu menggunakan fitur zoom untuk lebih memperjelasnya lagi. Rafka mengambil beberapa foto gadis itu dan tersenyum puas.

Audreana Rarasati---Rafka ingat dengan baik nama itu---saatnya kita berkenalan, putusnya.

***

Ana melirik jam tangannya dan menggerutu tanpa suara. Rara jelas tidak butuh ditemani ke pesta ini. Buktinya sudah setengah jam Ana duduk di taman ini dan temannya itu bahkan tidak mencarinya kemari. Ana bangkit, lalu berjongkok di samping pot berisi bunga krisan. Selayaknya sebuah gerak refleks, tangannya secara otomatis mencabuti beberapa jumput rumput yang tumbuh di dalam pot itu.

"Kamu ke sini bukan mau jadi tukang kebun, kan?"

Sebuah suara berat khas lelaki terdengar dari balik bahunya. Ana menegang sesaat. Setelah menarik napas dalam beberapa kali, Ana berdiri dan berbalik.

Di hadapannya berdiri pemuda tampan yang tadi dia lihat di dalam ballroom. Pemuda yang berdiri di samping Freya. Ana tahu dia tidak salah mengenali orang. Ana ingat kemeja biru dongker bergaris-garis itu dan juga wajah sang pemuda.

Dari jarak dekat, pemuda itu tampak lebih menawan. Tubuh jangkungnya menjulang dilatarbelakangi cahaya matahari sore, menjadikan sosoknya seolah berpendar. Rambut tebalnya disisir ke belakang dengan bergaya, mengingatkan Ana pada pesepak bola legendaris, David Beckham. Kemeja slim fit yang dia kenakan menonjolkan tubuh atletis tanpa kelebihan lemak di baliknya. Secara keseluruhan, pemuda itu adalah tipe lelaki yang akan digilai semua perempuan.

"Sorry. Apa aku bikin kamu kaget?" ucap pemuda itu lagi.

Ana menggeleng. Pandangannya kini tertuju pada jaket yang tergeletak di bangku. Tak peduli dia akan terlihat aneh, Ana bergegas mengambil jaket itu dan memakainya. Ana menghembuskan napas lega saat jaketnya sudah terpasang melindungi tubuhnya.

Pemuda itu maju dan mengulurkan tangan. "Rafka," ucapnya memperkenalkan diri.

Ana tidak menjabat tangan itu. Sebagai gantinya dia hanya mengangguk kecil dan menyebutkan namanya. "Ana."

Rafka mahfum dan menarik kembali tangannya. "Ana siapa? Ana Karenina atau Supastiana, atau...?"

"Audreana," jawab Ana.

Rafka tersenyum simpul. Dia memang tidak salah orang. Pemuda itu lalu duduk di bangku panjang yang tadi ditempati Ana. "Kenapa nggak masuk? Tamu undangan Freya, kan?" Sebenarnya Rafka sedikit bingung dengan kehadiran Ana di sini, karena Rafka ingat dengan jelas Freya berkata tidak mengenal Ana.

Ana menggeleng, dengan hati-hati dia duduk di ujung bangku, menciptakan jarak selebar yang dimungkinkan antara tubuhnya dan Rafka. "Bukan. Aku cuma menemani teman ke ulang tahun Mbak Freya," terangnya. Ana menoleh ke arah Rafka. Dari samping Ana bisa melihat bentuk hidung Rafka yang mancung bengkok. Unik, tetapi tidak merusak kesan menawan pemuda itu. "Mas juga kenapa malah di sini?"

Love Will Find A Way Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang